"Ya apalah daya nasi kini telah menjadi bubur. Ucapan yang telah terucap tidak mungkin dapat di tarik lagi."-Poppe Jhon
Please, stay
Part 28thTiara P.O.V
Aku menghela napas panjang, rasanya aku mau pindah kelas saja. Aku benar-benar risih, pasalnya Tama tak henti-hentinya memandang ke arahku dari seberang kursi tempatnya duduk sejak saat dia masuk kelas tadi pagi, tatapannya tajam seolah-olah hanya terfokus ke satu titik saja, yaitu aku. Agak ngeri memang mengingat tatapan nya itu serupa dengan tatapan elang yang siap menerkam mangsanya.
"Gi, coba deh duduk lo agak ke kanan dikit." Ujarku pada Anggi, Anggi menatap heran ke arahku namun tetap mengeser posisi duduknya.
"Kenapa sih emangnya Ra?" Tanya Anggi heran, dia menoleh ke belakang.
Tama segera mengalihkan pandangannya ke sebuah buku yang biasa dia bawa. Ya, Tama selalu membawa satu buku saja setiap ke sekolah seolah hanya dengan satu buku pun sudah cukup untuknya mencatat semua pelajaran yang ada di sekolah ini. Tapi memang benar dia tak perlu susah-susah mencatat tulisan apapun di bukunya karena semuanya telah tercatat di otaknya.
"Gak apa-apa." Jawab ku berbohong.
"Dia itu lagi ada masalah rumah tangga Gi." Ujar Erin nyeletuk. Aku segera mencubit pinggangnya, dia meringis
"Hah serius? Sama Tama? Emang lo udah nikah sama dia Ra?" Jawab Anggi, hadeh aku gak ngerti lagi sama pikiran anak ini lola banget.
"Hadeehh, ya enggak lah." Ujarku sembari memutar kedua bola mataku.
"Kenapa lagi sih lo berdua? Perasaan baru kemarin deh gua liat kalian mesra mersaan di depan gua." Tukas Keren.
"Gak papa udah." Jawabku, aku benar- benar enggan membahas persoalan kemarin, aku sakit setiap kali mengingat kejadian itu. Bertepatan dengan itu Bu Reni, guru sejarah masuk ke kelas, hadeh siap siap molor dah dengerin dongeng pagi.
*****
Teng!! Bel istirahat berbunyi, aku menghela napas lega. Akhirnya telinga ku yang panas akibat terlalu lama mendengarkan dongeng dari Bu Reni bisa adem lagi. Baru saja aku mau berceloteh dengan ke tiga sahabatku, Tama tiba-tiba datang ke mejaku. Aku langsung mengalihkan wajahku ke belakang tempat duduk Anggi dan Keren, pura-pura tidak menyadari keberadaannya.
"Tiara-- gua mau ngomong." Kata Tama.
"Eh gengs, ke kantin yuk gua laper nih," Aku mengabaikan pembicaraan lelaki itu, tapi ketiga temanku malah menggerak-gerakan mata mereka ke arah seorang di belakangku agar aku menoleh ke arahnya juga.
"Oh jadi kalian gak mau nemenin gue ke kantin nih? Oke kalo gitu gue sendiri aja." Aku langsung melangkahkan kaki ku hendak keluar kelas, baru saja aku mau melangkah Tama mencekal tanganku.
"Ara, pliss kasih gua kesempatan buat jelasin--" tukas Tama, sekarang dia malah memanggil aku dengan panggilan masa kecilku. Aku menoleh sekilas ke arahnya.
"Gak ada yang perlu di jelasin lagi." Ujarku sembari melepaskan cekalan tangannya dari tanganku. Dia berdecak kesal, aku langsung keluar dari kelas.
"Tiaraaa tungguin!!!" Teriak Erin dan kedua temanku sambil berlari-lari kecil menyusul ke arahku.
"Huuu tadi aja gak mau nemenin." Sungutku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, stay
Teen Fiction[TAMAT] [REVISI] [RANK 4 IN JUNE 18th] Tiara sudah mencintai Tama sejak awal pertemuannya dengan lelaki itu, semua orang memuja Tama sebagai sosok Badboy yang tampan dengan segala sisi kesempurnaan yang dimilikinya. Bagi keduanya, takdir adalah sat...