16. Solidarity

2.8K 233 28
                                        


"Biar situasi sesulit apapun jika dilakukan bersama dengan sahabat, semua akan terasa lebih mudah"-One Direction

Please, stay
Part 16th

Author P.O.V

Hari minggu ini cowok-cowok kece itu sekarang sedang ada di rumah Raka, tepatnya kosannya Raka. Tapi kosannya bukan seperti kebanyakan kosan, kosan milik Raka itu seperti rumah, tingkat dan ada kolam renangnya juga. Dia memang sengaja memilih untuk tinggal sendiri di Jakarta dengan pembantunya karena orang tuanya bertempat tinggal di Bandung. Selain supaya bisa mandiri, dia juga jadi bebas dari jangkauan dan pengawasan orang tuanya. Parah memang.

BYUR!!!

"Kampret! Sini lo babi aer!" Radit berdecak kesal, bajunya kini basah kuyub begitu terjebur ke kolam renang akibat ulah Rayyen.

"Hahaha... makan tuh aer!" ungkap cowok tampan bertubuh sedikit gemuk itu. Rayyen langsung kabur ke ruang tamu begitu melihat Radit keluar dari kolam.

"Eh,eh,eh sembunyiin gua! Sembunyiin gua!" seru Rayyen sembari berusaha bersembunyi di antara kedua sahabatnya yang sedang asik bermain Playstation di ruang tengah.

"Eh kunyuk lo ngapain sih ah!" umpat Raka mendorong-dorong tubuh Rayyen dengan bahunya sembari matanya tetap fokus ke layar.

"Sembunyiin gua cep--" belum sempat dia sembunyi Radit langsung berlari menubruk ketiga sahabatnya yang duduk di lantai beralaskan karpet berbulu berwarna abu-abu itu.

"Sh*t men! Gua jadi kalah gara-gara lo berdua!" decak Aldo dongkol sambil membanting stick PS di tangannya.

Tanpa menggubris kekesalan dari kedua temannya itu Radit segera menarik tubuh Rayyen dan langsung memukuli sembari sesekali berguling-guling di lantai tanpa memperdulikan bajunya yang basah. Lucu memang melihat kelakuan remaja cowok jaman sekarang kalau sudah bercanda seperti itu dengan temannya.

"Nih, rasain tuh aer!" tukas Radit sembari memeras bajunya ke punggung Rayyen. Rayen hanya terkekeh-kekeh.

"EH DONGO BASAH ITU BECEK KARPETNYA!" pekik Raka ketika melihat karpet kesayangannya basah terkena air, "udah sono-sono lo bedua ngapain sih kek bocah ae lo!" Geram Raka kesal sembari menatap tajam ke arah kedua temannya itu.

"Elah tinggal di jemur sih, Rak." tukas Radit di tengah-tengah pertikaian kecilnya dengan Rayyen.

"Tau lo Rak, sensi amat kayak cewek PMS," sambung Rayyen, "adah!! Sakit taik!" Geram Rayyan lagi ketika Radit menduduki pahanya.

Tama yang sedari duduk bersandar di sofa hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kerusuhan keempat sahabatnya itu. Lalu kembali menghisap rokok yang ada di tangannya. Matanya mengeriling kemudian memusat pada jam dinding berwarna putih yang bertengger di dinding yanng kini menunjukkan pukul setengah tiga sore.

"Dit udah napa elah lo baju gua ikutan basah ini!" Rayyen mendorong tubuh Radit.

"Lo yang mulai duluan, udeh ah gua mau ganti baju." kemudian Radit bangkit sembari mengacak-acak rambutnya yang basah.

Beberapa menit kemudian Radit kembali ke ruang tamu. Pandangannya kemudian teralih pada salah satu sahabatnya yang sedari tadi duduk sendirian tidak bergabung dengan yang lainnya. Setelah sempat tersenyum sekilas, Radit kemudian memutuskan untuk mendekat dan duduk di samping Tama. Tama melirik begitu sadar Radit memperhatikannya sedari tadi.

"Ngapain lo ngeliatin gua kek gitu?" tanya Tama.

"Lo kenapa sih diem aje dari tadi?" tukas Radit sembari mengangkat kedua kakinya ke sofa.

Tama terdiam sejenak, lalu berkata, "gua kepikiran Tiara." tukas Tama akhirnya. Mendengar kata 'Tiara' disebut, Aldo langsung menoleh kea rah Tama dan Radit. Tama sontak langsung melirik ke arahnya dan detik itu juga Aldo segera mengalihkan pandangannya.

"Gua juga kaga nyangka kalo si Tiara bakalan jadi korbannya si Brengsek itu." tukas Radit.

"Iya gila bener-bener tuh orang, cewek selugu Tiara aja dikerjain, gua kira dia cuma ngincer cabe-cabean di sekolah aja." Raka menimpali.

"Tapi gua yakin dia gak bakalan tinggal diem, dia pasti bakalan bales dendam sama kita, apalagi dia udah didropout sama sekolah kan?" ujar Radit.

"Tapi sih kayaknya dia bakalan bales dendamnya ama lo Tam, kan lo udah bikin dia babak belur terus juga lo udah ngaduin dia ke guru BP kan?" tukas Raka.

"Lo ngaduin dia Tam? Cih, banci lo!" tukas Aldo yang sedari tadi diam tapi menyimak percakapan mereka.

Tama melirik Aldo sekilas, dia baru sadar sekarang kalau ternyata Aldo selalu tertarik dengan setiap obrolan yang ada sangkut pautnya dengan Tiara, "lebih tepatnya sih temen Tiara, si Erin yang ngaduin Farel ke guru BP, gua kemarin cuma jelasin kejadiannya sama Erin karna dia rewel minta gua jelasin." jelas Tama.

"Nah terus, lo ngapain ikut ke ruang BP?" tanya Radit lagi.

"Gua ikutan dipanggil juga sama guru BP bareng sama si brengsek itu buat jadi saksi kejadiannya." kata Tama lagi.

"Sekarang dia sekolah di Bina Bangsa men! Temen gua yang sekolah di situ ngomong ke gua." tukas Rayyen yang baru muncul setelah mengganti pakaiannya.

"Gila sekolah paling brutal se DKI jakarta!" sambung Raka.

DRET! Tama meraih handphone yang ada di saku hoodie nya begitu handphone nya bergetar. Dia tersenyum ketika membaca notifikasi di layar handphone nya. Tertera jelas nama Tiara lavina di layar ponselnya.

Tiara Lavina : Hai Tam

Tama Anggara Putra : Hai Ra, lagi ngapain?

Tiara Lavina : Lagi bete dirumah :(

Tama Anggara Putra : jalan yuk!

Tiara Lavina : Yuk! Gue tunggu dirumah.

Tama Anggara Putra : Wait for me.

"Eh gua cabut ke rumah Tiara ya pengen ngajak jalan dia." ujar Tama sembari mengambil kunci motornya di atas meja.

"Tembak aja udah Tam sekalian, kasian anak orang lo gantungin terus." saut Rayyen, Tama hanya terkekeh lalu kemudian berlalu. Sekilas dia melirik kearah Aldo yang kini menatapnya dengan tajam.

Sepeninggalannya Tama, Aldo yang tadi pura-pura sibuk memainkan ponselnya menatap kea rah teman-temannya lalu berkata, "udah berapa lama Tama deket sama Tiara?" tanya Aldo.

"Lah udah lama banget Al, lo baru ngeh yak?" tanya Raka merespon.

"Kenapa emang? Lo naksir juga sama Tiara? Hahaha" sambung Radit terkekeh.

Mendengarnya Aldo lantas mendecih, "cih, gak lucu bego!" umpat Aldo seraya meraih kunci motornya dari karpet tempatnya duduk kemudian ikut berlalu dari sana.

Radit, Rayyen dan Raka saling berpandangan heran. Mereka sampai sekarang tidak pernah dapat mengerti sifat seorang Aldo yang walaupun care namun dingin dan keras kepala itu.

Please, stayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang