22. Api unggun

2.4K 182 17
                                    


"Semua orang butuh teman, petualangan itu seru apalagi bagi para pencinta alam."-Tiara Lavina

Please, stay
Part 22nd


Tiara P.O.V

Aku duduk di dekat tebing beralaskan sebuah batu besar, tentu saja jarak aku dengan tebingnya tidak terlalu dekat, aku takut kalau nantinya batu itu longsor dan aku jatuh ke bawahnya. Hih, aku merinding membayangkannya. Aku mengambil buku kecil dari kantong sweater ku, mencoba untuk menulis sesuatu. Aku menoleh ke belakang begitu mendengar suara teman-temanku yang kini sedang bersenda gurau di dekat sebuah pendopo tua.

"Raka! Balikin sendal gua kunyuk!!" terdengar seruan Erin, sembari berlari kecil terlihat Erin tengah menjinjit sebelah kakinya yang tak beralas kaki mengejar Raka.

Aku terkekeh sejenak melihat kelakuan dua sejoli yang sering kali bertengkar itu aku yakin mereka berdua akan saling merindukan satu dengan yang lainnya apabila suatu saat nanti mereka saling berjauhan. Aku mengalihkan pandanganku pada buku kecil ini kemudian kembali menorehkan tinta di atasnya.

Aku senang berada di sini apa lagi di sini bersama teman-temanku.
Terpaan angin lembut di atas tebing ini membuatku ingin tertidur pulas
Suara kicauan burung yang hinggap di ranting-ranting pohon seperti menambah kesejahteraan di tempat ini di kala senja mulai berlari mendekat. Lihat, matahari mulai hanya nampak puncuknya saja
Warna jingga itu kini menyebar memenuhi seluruh langit dan awan di sekitarnya. Mataku tak bisa lepas dari sinar mentari yang kini mulai meredup sedikit demi sedikit namun tetap terlihat anggun melalui bias cahaya jingga.

Mataku kembali memicing menatap jelas hamparan senja yang begitu indah di depanku saat ini. Rasanya damai, tentram, dan nyaman. "Mau es krim?" tanya seseorang sembari menyodorkan sebuah es krim cokelat vanila, kesukaanku.

Mataku langsung berbinar begitu melihatnya, "mauuu!" kataku sembari mengambil es krim itu dari tangan sang pemberi, "lo beli ini di mana?" sambungku pada Tama.

"Tuh, di sana." jawabnya sembari menunjuk ke arah sebuah kedai kecil di dekat pendopo.

"Hmmm." Aku bergumam, kemudian membuka bungkus es krim pemberian Tama.

Tama ikut bergumam, lalu ku lihat matanya melirik ke arah buku ke yang kini ada di pangkuanku, "keren," pujinya, satu kata tapi sudah bisa membuat yang mendengar menjadi senang, "suka nulis puisi gini?" tanya Tama padaku.

Aku mengangguk, lalu berkata, "iya, gue suka nulis, udah dari dulu sih, bagi gue dengan menulis gue jadi bisa melampiaskan semua perasaan yang lagi gue rasain, sedih, senang, kecewa, apa aja deh pokoknya yang gue rasain." Tukasku sekenanya.

Tama tersenyum mendengarnya, "lo tuh unik, Ra," kata Tama, "gue suka." lanjutnya yang langsung membuatku sedikit terkejut begitu mendengarnya. Apa aku gak salah dengar? Apa tadi Tama bilang dia suka? Suka apa? Suka sama aku? Apa mungkin kalo sekarang dia nembak aku?

Sekedar ingin memastikan aku kembali bertanya, "m-maksudnya?"

"Ya, gua suka cara lo mengapresiasikan dunia lo." katanya lagi yang membuat aku tambah bingung.

"Maaf ya gue lagi telmi nih, gue gak ngerti lo ngomong apa." jawabku jujur sembari memakan es krim ku lagi. Detik itu juga aku merasakan tangan Tama mencubit pipiku.

"Kok nyubit sih?" sungutku kesal. Tama hanya terkekeh.

Beberapa menit bergeming, Tama kembali berkata, "Ra," panggilnya,

Please, stayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang