"Aku memang tidak bisa munafik dengan perasaan ku sendiri. Mencintaimu kini adalah kebiasaan ku."-Tiara Lavina
Please, stay
Part 33rdAuthor P.O.V
Flashback~
Pandangan Tama kabur seketika begitu sebuah benda keras yang di layangkan oleh seseorang menghantam bagian belakang kepalanya. Untung pada saat yang bersamaan shirene polisi terdengar dari luar gedung, beberapa saat kemudian beberapa anggota polisi mulai masuk ke dalam gedung dan berhasil menggerebek sejumlah besar siswa sekolah Bina Bangsa walaupun beberapa di antaranya berhasil melarikan diri. Radit dan kedua sahabatnya segera membawa Tama ke ruang UKS. Begitu mengetahui kabar itu, Tiara segera berlari menuju ke ruang UKS untuk melihat keadaan Tama.
Setelah insiden itu terjadi, Bu Ganis, guru BK masuk ke kelas mereka. Dia khawatir kalau siswa yang ikut bentrok tadi masih trauma. Kini matanya tertuju pada lelaki yang duduk di kursi paling belakang, yang masih saja memegangi leher belakangnya itu, ada sedikit luka memar di bagian pelipis sebelah kirinya.
"Tama, kamu masih sakit?" Tanya Bu Ganis pada Tama. Tama menggeleng pelan.
"Saya gak apa-apa bu." Jawab Tama sembari tersenyum samar.
"Gak apa-apa kalau kamu sakit kamu boleh pulang duluan ke rumah kamu istirahat." Tawar Bu Ganis, suaranya lembut sekali tidak garang seperti biasanya.
Tama menggelengkan kepalanya untuk yang kedua kalinya. Bagaimana mungkin dia pulang ke rumahnya sedangkan dia sendiri tengah berusaha untuk tidak kembali ke rumah itu.
"Ya sudah anak-anak, ibu dan seluruh guru di sekolah ini minta maaf atas ketidaknyamanan belajar kalian karena kejadian tadi tapi biar bagaimanapun juga siswa yang ikut bentrok tadi harus mendapat sanksi dari sekolah bagi yang merasa ikut dalam aksi itu harap ke ruang BK dulu nanti ibu data." Ujar Bu Ganis lalu keluar dari ruangan kelas.
Kalau dipikir-pikir, hampir semua siswa di kelas ini ikut turun ke jalan untuk ikut tawuran, kecuali Fahri. Ya dia memang tergolong anak lelaki, namun dia bersikap layaknya seorang perempuan. Abaikan.
*****
Kali ini setelah pulang sekolah dan mampir ke ruang BK dulu, Tama dan teman-temannya nongkrong di warung babeh seperti biasanya, walaupun lehernya masih sedikit nyeri tapi Tama sebagai seorang lelaki sejati tidak mau cengeng dia tetap beraktivitas seperti biasanya.
"Gila SP kuning men!" Desis Radit sembari menunjukkan sebuah surat berwarna kuning yang didapatnya dari Bu Ganis tadi.
"Padahal niatnya buat ngebelain sekolah malah dikasih kartu SP ya?" kata Rayyen.
"Ya udah lah wajar kalo sekolah ngasih kita SP. Lagian biar gimanapun kita tetep aja gak boleh bentrok di sekolah men." Sergah Raka.
Radit mengambil pisanb goreng di piring kemudian berkata, "Ya tapi ini kan mendadak coy! Kalo kita gak ikut bentrok mungkin abis kali bocah digebukin ama mereka." Seru Radit.
"Iya juga sih." Gumam Raka.
"Kok elu gak ikut kena SP sih, Tam?" Tanya Rayyen pada Tama, Tama hanya mengangkat bahunya tak acuh.
"Pilih kasih anjir Bu Ganis, giliran Tama aja kaga dikasih SP cuman diceramahin doang." Sungut Raka.
"Ya udah lah, mungkin dia kasian juga ama Tama ngeliat tadi dia pingsan gitu makanya ga dikasih SP." Sela Radit.
"Ck, gak usah kasianin gua, ga suka dikasianin gua." Ungkap Tama sembari mengobati luka memar di bagian pelipisnya.
"Eh, enggak bege Bu Ganis sayang ama Tama gara-gara dia ganteng makanya dia gak ikut kena SP." Ujar Raka sembari terkekeh, Tama menyeringai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, stay
Teen Fiction[TAMAT] [REVISI] [RANK 4 IN JUNE 18th] Tiara sudah mencintai Tama sejak awal pertemuannya dengan lelaki itu, semua orang memuja Tama sebagai sosok Badboy yang tampan dengan segala sisi kesempurnaan yang dimilikinya. Bagi keduanya, takdir adalah sat...