Part 21

173 25 5
                                    

"Harris! Lo mau ke mana?"

Harris berjalan ke luar rumah sakit dengan rasa amarah yang masih sangat tinggi. Dia bahkan tidak mengedahkah teriakan Rio yang terus memanggil-manggil namanya. Yang bisa didengarnya sekarang hanyalah perkataan orang itu. Perkataan yang benar-benar membuat amarah Harris berkobar.

"Apa kamu tau kenapa sampai ayahmu jadi begini? Sebelum dia kecelakaan, dia berniat untuk menemuimu dan memujukmu agar kamu pulang!"

"Kamu tau Harris, semenjak kepergianmu dari rumah, tak sehari pun ayahmu bisa bekerja dengan tenang. Beliau terlalu sibuk memikirkanmu. Semua pekerjaan di kantor beliau abaikan. Beliau bahkan tidak menjaga makannya dengan baik dan selalu saja sibuk mencari keberadaan dan kabarmu. Tapi apa yang kamu lakukan? Kamu hanya sibuk dengan kebencianmu sendiri. Dendammu sendiri yang beneranya tidak berdasar sama sekali!"

"Tidak berdasar? Lo yakin itu tidak berdasar? Jelas-jelas gue liat pake mata kepala gue sendiri kalo saat itu lo sedang bercumbu dengan bokap gue! Bukan hanya di depan gue tapi juga di depan nyokap gue! Dan sejak saat itu, lo tau gimana hidup keluarga gue setelah kejadian itu? Hancur. Semua hancur hanya dalam waktu semalam. Dan itu semua gara-gara lo!"

"Itu dia masalahmu Harris. Kamu selalu ingin menyalahkan orang lain atas apa yang terjadi."

"Menyalahkan orang lain? Bukannya udah jelas, kalau itu semua salah lo dan lo cuma ga mau mengakui itu! Sama kayak papa yang juga ga mau mengakui kesalahannya!"

Kata-kata itu entah bagaimana selalu terngiang di telinga Harris. Seolah dirinya dikelilingi oleh kata-kata itu. Bahkan kata-kata itu seperti tersemat di otak dan indra pendengaran Harris.

Sesampainya di sebuah bangku taman di samping rumah sakit, Harris duduk lalu meraup wajahnya dengan kasar.

Hidup macam apa ini?

Kenapa takdir seolah mempermainkannya dan semesta enggan untuk membiarkan dia hidup dengan tenang.

Apa sangat tidak mungkin untuk Harris menemukan ketenangan?

Harris kembali meraup wajahnya untuk kali kedua. Entah sudah berapa banyak keluhan yang dia keluarkan. Mungkin sudah tak terhitung lagi.

Rio yang sedari tadi mengejar Harris berhasil menemukannya. Cowok itu perlahan berjalan menghampiri Harris dan duduk di sebelah sahabatnya itu.

Suasana hening sesaat karena baik Harris maupun Rio sama-sama diam. Harris hanya sibuk dengan pemikirannya sedangkan Rio sekedar memberi Harris waktu untuk berpikir dan tentu saja, untuk menata emosi serta hatinya kembali.

"Yo," panggil Harris akhirnya setelah kurang lebih 20 menitan berdiam diri. Dia melihat ke arah sahabatnya itu.

Rio menoleh ke samping.

"Em.."

"Kenapa ini harus terjadi sama keluarga gue?" tanya Harris perlahan. Akhirnya, luah sudah satu pertanyaan yang selalu mengganggu jiwa dan pikirannya. Memang belakangan ini, 'kenapa' adalah kata yang sering merasuk pikiran Harris. Terlalu banyak kenapa yang dipertanyakannya.

"Ris.."

"Maksud gue, dari sekian banyak keluarga di dunia ini, kenapa harus keluarga gue yang mengalami itu semua?"

Rio hanya berdiam diri mendengarkan semua keluh kesah yang mungkin selama ini hanya disimpan Harris di dalam hatinya.

"Kenapa hanya gue yang mengalami ini Yo? Kadang ada tahap sampai gue merasa menyesal karena telah dilahirkan ke dunia ini."

"Bro, lo nggak boleh ngomong gitu," Rio menepuk bahu Harris.

"Gue yakin, segala sesuatu yang terjadi di dunia ini sudah ditentukan. Dan gue juga yakin, apa yang lo alami selama ini bukan cuma hal buruk Ris. Mungkin banyak juga hal baik yang telah terjadi tapi lo nggak menyadari itu."

Nice CurerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang