Part 24

157 14 2
                                    

Harris mempersilahkan om Bakhtiar untuk masuk ke ruang rawat ayahnya. Sudah hampir delapan tahun berlalu semenjak terakhir kalinya Harris bertemu dengan om Bakhtiar. Saat mamanya meninggal dunia, om Bakhtiar adalah orang yang paling terpukul setelah dirinya.

Harris yang saat itu masih berusia sebelas tahun memberi tahukan apa yang dilihatnya hari itu kepada om Bakhtiar. Harris juga memohon untuk ikut om Bakhtiar ke Timur Leste. Om Bakhtiar yang mendengar itu menjadi marah dan menuntut hak asuh atas Harris agar jatuh ke tangannya. Tapi Ayah Harris menolak keras tuntutan itu. Beliau melarang Harris dan bahkan mengancam akan melaporkan balik om Bakhtiar ke polisi dengan tuduhan penculikan jika tetap ingin membawa Harris pergi bersamanya. Om Bakhtiar menjadi sangat marah lalu pergi meninggalkan Indonesia seorang diri dan tidak pernah memberi kabar apa-apa lagi.

Om Bakhtiar menarik sebuah kursi lipat dan duduk di atasnya. Beliau memandangi keadaan kakak iparnya yang sedang terbaring koma dengan perasaan iba di hati.

"Apa yang sebenarnya terjadi Ris? Bagaimana bisa beliau menjadi seperti ini?"

Harris cukup lama terdiam. Pikirkan entah melayang ke mana. Yang jelas, pikirannya sekarang tidak sedang berada di ruangan itu.

"Apa om masih ingat, apa yang Harris katakan sehabis pemakaman mama?"

Om Bakhtiar diam sembari mencoba mengingat kembali apa yang dimaksudkan oleh keponakannya itu. Tidak lama berselang beliau mengangguk.

"Bahwa kamu melihat ayah kamu berselingkuh.."

Sekarang Harris yang mengangguk.

"Apa om tau, kalau setelah kepergian om waktu itu, Harris jadi sangat kesepian. Om tau kan, dibanding dengan keluarga dari pihak papa, Harris merasa lebih nyaman jika dekat dengan om dan tante Vina."

"Maafkan Om Harris. Om benar-benar meminta maaf atas semuanya." Om Bakhtiar merasa menyesal dengan apa yang telah menimpa keluarga kakaknya waktu itu. Beliau tidak menyangka, bahwa semuanya akan menjadi seperti ini.

"Om nggak perlu meminta maaf. Ini semua bukan salah om." balas Harris.

Om Bakhtiar hanya tersenyum. Tidak. Beliau bersalah! Beliau bersalah karena telah menutupi semua kebenaran ini dari Harris. Seharusnya Harris adalah orang pertama yang harus tau semua ini. Tapi, apa yang akan terjadi jika dia mengetahui kebenarannya?

"Apa... wanita itu masih menemui ayahmu?"

Harris terdiam sesaat sebelum menjawab pertanyaan itu.

"Mungkin setelah ini nggak akan lagi." Entah perasaan apa yang pantas Harris rasakan untuk saat ini?

Haruskah dia bahagia karena kini si wanita penggoda itu sudah pergi dari kehidupannya?

Atau haruskah dia bersedih karena secara bersamaan, dia juga telah kehilangan orang yang dicintainya?

Atau, haruskah dia marah kepada dirinya sendiri dan juga kepada takdir yang membuat nasibnya seperti ini?

Harris tidak tau dengan pasti apa yang kini dirasakannya. Semuanya terasa hambar, tawar dan tidak ada rasa apa-apa lagi.

Harris perlahan meraup wajahnya. Sejujurnya pikiran Harris saat ini terus terkenang akan mimpi yang dialaminya di kantor polisi tadi.

Apa makna dari mimpi itu?

Akankah, itu sebuah pertanda buruk?

Om Bakhtiar memperhatikan raut wajah Harris yang terlihat redup. Apa yang sedang dipikirkan oleh anak ini?

* * * * * * * * * *


"Harris.. Bangun Haris.."

Harris yang tertidur di samping ranjang ayahnya membuka mata. Dia menatap om Bakhtiar yang tadi menepuk bahunya.

Nice CurerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang