Part 47

90 5 2
                                    

Indra membuka pintu kamar dan masuk dengan langkah yang begitu lemah. Dunianya seakan menjadi gelap gulita dan otaknya tidak dapat berpikir dengan jernih. Semuanya seolah hancur tidak berbentuk lagi.

Pintu ditutup, dia lalu bersandar di daun pintu dan terduduk.

Wajahnya yang merah diraup dengan kasar. Matanya mulai berkaca-kaca akibat mengingat kejadian tadi. Hatinya benar-benar sakit karena dia masih belum bisa menerima kenyataan ini. Kenyataan bahwa sekali lagi dia kehilangan cintanya. Cinta yang selama ini menjadi penyemangatnya, cinta yang selama ini menjadi pupuk kesabarannya, dan cinta yang selama ini menjadi tumpuan segala harapannya.

Semua perlakukan baik Aleya kepadanya apakah itu tidak bermakna apa-apa? Apa selama ini apa yang dilakukan Indra buat Aleya belum cukup untuk menggantikan posisi lelaki itu? Harus bagaimana lagi dia? Apalagi yang harus dilakukan Indra agar Aleya mengerti dan sadar kalau cintanya benar-benar besar untuk Aleya?

Segala sesuatu rela dilakukan Indra semata-mata untuk bersama Aleya. Mulai dari berpisah dari orangtua hingga berusaha hidup sendirian di Amerika. Semua itu rela dia lakukan untuk mengejar cintanya.

Namun, sekeras apapun Indra berusaha, sepertinya itu tidak ternilai sama sekali di mata Aleya. Gadis itu terlalu dibutakan oleh cintanya sendiri.

Dia terlalu mencintai lelaki yang jelas-jelas tidak pantas untuknya. Lelaki yang pernah menorehkan luka di hatinya. Kenapa Aleya sangat menyukai lelaki seperti itu? Apa lebihnya dia dibandingkan dengan Indra? Indra tidak mengerti. Indra jauh lebih bisa membuat Aleya bahagia. Indra jauh lebih mampu untuk membuat Aleya ceria. Indra mencintai Aleya dan dia tidak akan melukai Aleya seperti yang dilakukan oleh lelaki sialan itu.

Indra tidak yakin bisa menerima semua ini. Semuanya telah berakhir? Tidak... Jiwanya menolak untuk menerima walaupun hakikatnya itu tidak akan merubah apapun. Dia tidak ingin ini berakhir. Rasanya sakit. Dia merasa marah, merasa dikhianati dan merasa kalau selama ini usahanya hanyalah kesia-siaan belaka.

"Dia gak pernah suka sama lo Ndra.." Indra menampar-nampar wajahnya sendiri, berharap agar bayangan wajah Aleya dan segala kenangannya bisa menghilang seperti buih dilautan. Berharap agar rasa sakit akibat tamparan ini bisa menggantikan rasa sakit di hatinya. Airmata Indra tidak henti-hentinya turun. Terus mengalir dan jatuh membasahi leher dan kemejanya.

Dia lalu berdiri dan perlahan berjalan menuju lemarinya. Dia merasa sesak. Dia ingin pergi dari tempat ini. Dia butuh pelampiasan yang mampu menambal lubang di hatinya. Dia butuh penyembuh yang bisa menghilangkah lukanya. Dia tidak peduli dengan apa tanggapan orang lain tentangnya. Dia bahkan sudah masa bodo dengan pekerjaannya saat ini.

Pintu lemari dibuka. Indra mengeluarkan semua pakaiannya dan mengambil koper hitam yang ditaruhnya disamping tempat tidur.

Pakaian yang tergumpal itu dimuat ke dalam koper secara asal. Dia ingin secepatnya pergi dari sini. Meninggalkan segalanya, bahkan orang yang amat dicintainya.

"Selamat tinggal Aleya, semoga lo bahagia dengan kepergian gue."

* * * *

Harris masuk ke sebuah Kafe, dia berjalan menghampiri seseorang yang sedang menunggu kehadirannya di sana. Begitu orang itu sadar dengan kedatangan Harris, orang itu hanya diam memerhati sampai akhirnya Harris duduk berhadapan dengan orang itu.

Suasana tegang dapat dirasakan di meja itu. Rebecca hanya menatap Harris tajam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

"Becca aku.."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 10, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Nice CurerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang