Hari yang cerah kini sudah mulai berganti menjadi gelap, Aleya menilik jam tangannya dan mengeluh saat melihat jarum jam yang sudah menujuk ke angka pukul enam petang.
Oh Tuhan...
Sudah tiga jam dia berada di pasar ini dan selama tiga jam itu yang dia lakukan hanyalah mondar mandir tidak jelas lalu berkeliling, dia benar-benar tidak tau cara untuk kembali ke hotelnya.
Perut yang keroncongan itu dielus-elus seraya matanya memandang liar ke beberapa makanan yang tersaji di atas meja warung makan.
Ya Tuhan.. Kenapa di tempat ini banyak sekali warung makannya? Aroma harum yang masuk ke dalam lubang hidung membuat perut Aleya semakin terasa lapar.
Apa yang harus dia lakukan?
Aleya kembali berjalan sambil matanya tidak lepas menatap jajanan-jajanan yang berada di pinggir jalanan.
Aleya berhenti sesaat dan melepaskan keluhannya. Dia ingin menghubungi Indra, dia ingat nomer teleponnya, tapi itu nomer telepon area Amerika. Apa ada seseorang yang dengan suka rela mau meminjamkan ponselnya ke Aleya untuk panggilan ke nomer interlokal?
Atau... Dia bisa saja menghubungi pihak resepsionis hotel tempat dia menginap lalu meminta mereka untuk mengabari rekan kerja Aleya agar menjemputnya.
Tapi bagian yang luar biasa adalah, Aleya tidak tau nomor telepon hotel itu.
Tunggu..
Aleya berhenti berjalan dan tiba-tiba menepuk jidatnya dengan sangat keras.
"Dasar bego lo Al!" Aleya mengutuki dirinya sendiri.
Iya, Aleya memang bodoh, sangat-sangat bodoh. Dia berpikir kalau dia kehabisan uang serta ponsel yang tidak bersamanya maka akan membuat dia terlantar di jalanan.
Tapi itu tidak benar.
Aleya baru sadar kalau dia ingat dengan sangat jelas nama hotel tempat dia menginap. Dasar otak, kenapa tidak dari tiga jam yang lalu dia ingat itu? Kenapa baru sekarang?
Tanpa membuang waktu lagi, Aleya langsung mencari taksi lalu setelah dapat, dia segera pergi dari tempat itu.
"Ke Hotel Grand Faza, pak."
Begitu taksi sampai di depan hotel, Aleya meminta supir taksi untuk menunggunya sebentar, Aleya keluar dari mobil dan dia sangat bersyukur dunia akhirat saat melihat Indra yang tengah sibuk dengan ponsel di telinganya. Tanpa berlama-lama Aleya langsung berjalan menghampiri Indra.
"Ndra." sebuah tepukan diberikan.
Indra berpaling dan menatap Aleya dengan ekspresi terkejut.
"Lo dari mana aja sih?! Gue dari tadi nyariin lo!"
Aleya tersentak mendengar teriakan itu. Kenapa Indra harus berteriak segala?
"Sorry.. Tadi gue.."
"Lo ke mana aja tadi? Lo nggak papa kan? Ada yang luka? Gue takut banget lo kenapa-napa." dan sekarang raut wajah Indra berubah menjadi... khawatir?
Indra khawatir.
"Gue nggak papa Ndra, nanti bakal gue jelasin. Tapi... bisa nggak, lo bayarin ongkos taksi gue dulu?"
Tanpa banyak berpikir Indra langsung mengeluarkan dompet dari kantong celananya.
"Mana taksinya?"
Aleya menunjuk ke taksi yang sedang menunggu di belakangnya, lalu Indra berjalan menghampiri taksi itu dan memberikan uangnya. Terima kasih Tuhan.. Indra memang selalu menjadi malaikat penolong untuk Aleya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nice Curer
RomanceTULISAN PERTAMA. ANEH. LEBAY. GAJE. ALURNYA GA JELAS DAN SANGAT UNFAEDAH. GUE AJA SUKA JIJIK KALO BACANYA. JADI KALO LO MERASA ANEH, MUAL DAN JIJIK JANGAN SALAHIN GUE. KARENA GUE UDAH BILANG DARI AWAL. CERITA INI MASIH BANYAK TYPONYA DAN BELUM DIRE...