#4

1.4K 194 56
                                    

Sepasang mata bermanik coklat tua itu menatap intens ke arah lapangan tengah sekolah yang diisi cowok-cowok dengan seragam keluar dari celana abu-abu, rambut acak-acakan dan berkeringat tapi mereka semua tertawa bahagia sambil merebutkan bola berwarna kuning biru.

Mata itu beralih menatap blocknote di pangkuannya, lalu tangan kanannya yang memegang pulpen menuliskan barisan kata di sana.

"Halo, Gendis!"

Pulpen standart berwarna biru pastel itu terlepas dari genggaman dan terjatuh ke bawah, membentur lantai semen pinggir koridor lalu menggelinding cepat ke arah selokan kecil.

Mata Gendis membulat lalu dengan gerakan super cepat ia menaruh blocknotenya sembarangan dan melompat turun dari bangku keramik, berusaha meraih pulpennya.

Telat sedetik saja, pulpen yang diklaim Gendis langka itu akan masuk ke dalam selokan kecil yang dialiri air dari bekas menyiram tanaman yang tumbuh di pinggir lapangan.

Tatapan mata Gendis menajam ke arah cowok yang melongo di tepi koridor itu.

"Lo lagi lo lagi! Yaampun Rikza, gue tuh nggak ngerti deh sama lo! Kenapa hobi lo gangguin gue sih? Belum cukup kemarin gue diusir Bu Fia? Terus sekarang hampir aja pulpen kesayangan gue yang langka ini masuk ke selokan gara-gara lo!"

Rikza mengedip pelan lalu menutup mulutnya. Tangannya bergerak membuka botol air mineral yang tadi dibawanya dan diserahkan pada Gendis.

"Minum dulu, gue tau lo haus."

Gendis menyambar botol air mineral itu dan meminumnya. Ia memang haus, ia lupa membawa serta botol minumnya saat akan turun ke koridor Aula.

Setelah selesai meminum air mineral itu, Gendis kembali duduk setelah memasukkan pulpennya ke kantung rok agar aman.

"Sorry, Ge, sumpah gue nggak tau." Rikza duduk di sebelah Gendis.

"Makanya besok-besok nggak usah ngagetin," balas Gendis ketus.

Rikza menggaruk kepalanya yang gatal. "Gue cuma nyapa padahal."

"Ya tapi gue kaget!" balas Gendis menatap Rikza kesal.

"Yaudah maaf."

"Iya gue maafin, nggak usah alay segala nyanyi-nyanyi."

Rikza meresponsnya dengan tawa. "Kalo mau dinyanyiin lagi bilang aja, nggak usah sok bilang alay, gue tau lo kemarin blushing. Nggak pernah dinyanyiin ya?"

Gendis mendengus lalu mengangguk. "Iya, cowok gue kan DJ."

Rikza membulatkan matanya. "DJ? Weh keren! DJ siapa? Famous nggak?"

"Famous lah, kalo lo nggak tau, berarti norak," jawab Gendis dengan senyum miring setelah menutup blocknotenya dan berdiri.

"Siapa?" tanya Rikza dengan raut penasaran.

Gendis tersenyum tipis. "Martin Garrix." lalu berjalan meninggalkan Rikza.

Rikza menggaruk keningnya. "Martin Garrix bukannya DJ internasional ya? Kok bisa jadi pacarnya Gendis?"

Rikza beralih memutar tubuhnya, menatap punggung Gendis yang menjauh. Lalu ia menepuk jidatnya.

"Bego!"

Kaki panjang berlari menyusul Gendis.

"Woe Gendis! Lo ngibul yak?!"


Gendis menaruh kotak bekal berwarna biru miliknya ke atas meja. Selanjutnya ia membuka gulungan tisu yang melapisi sendok.

"Bekel apa, Ge?"

BlocknoteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang