#40

878 131 43
                                    

Ujian Nasional sudah dilalui. Pengumuman penerimaan di Universitas melalui jalur nilai sudah diumumkan dan yang sudah Gendis tebak, namanya nggak masuk dalam daftar siswa-siswi yang lolos.

Gendis nggak merasa kecewa, ia seperti menyadari bahwa ini akan terjadi. Namun, rasa bersalah itu muncul saat mamanya menampakan kekecewaan melalui matanya walaupun bibirnya menyunggingkan senyum.

"Nggak pa-pa. Kan bisa nyoba lewat jalur mandiri."

Kalimat itu yang akhirnya membuat Gendis selalu berkutat dengan buku-buku soal untuk seleksi melalui jalur mandiri. Gendis bahkan melupakan sejenak wattpadnya walaupun hampir setiap hari ada notifikasi masuk menanyakan kelanjutan ceritanya.

Gendis ingin fokus pada seleksi dan nggak ingin mengecewakan sang mama. Hanya saja hari ini pengecualian, tiba-tiba Manda mengajaknya dan kedua temannya -Sekar dan Mara- bertemu dengan setengah memaksa. Gendis yang mulai jenuh pun mengiyakan ajakan Manda.

Di sinilah mereka sekarang. Di salah satu kafe di deretan pertokoan depan Gedung Olahraga dekat sekolah mereka.

Gendis menatap kosong ke salah satu sudut kafe yang bernuansa shabby chic itu. Di depannya Mara dan Sekar berbincang entah apa.

"Lah lo enak dapet SNM, gue nih sama Gendis harus belajar lagi. Males banget gue!"

Mendengar namanya disebut Gendis lantas menoleh pada Sekar yang manyun sambil memotong cheese cakenya.

"Doa lo kurang banyak," balas Mara dengan cengiran. Mara lolos seleksi nilai di Universitas Idaman, nggak heran melihat semua prestasinya selama ini.

"Emang gue nggak sepinter lo sih. Nggak seberuntung Manda juga."

Gendis mengangguk, menyetujui ucapan Sekar. Selain Mara, Manda juga lolos. Betapa enaknya hidup mereka yang dipenuhi kemudahan dan keberuntungan itu?

Udah nggak usah iri. Capek. Fokus aja sama diri lo sendiri.

Kepala Gendis mengangguk samar mendengat suara dalam otaknya.

"Semuanya kan ada usahanya, Kar. Dulu gue capek belajar buat lomba lo enak jalan sama nonton mulu. Sekarang kebalikannya. Hidup tuh adil."

Sekar tambah manyun. "Iya sih. Ini yang mau nraktir mana sih? Lama banget!"

Gendis melirik jam di ponsel. Sudah setengah jam Manda belum juga muncul, padahal cewek itu yang membuat janji.

"Eh, Ge, Galang UN-nya gimana?"

Gendis beralih pada Mara. "Minggu depan UN-nya."

"Bentar lagi saingan gue banyak dah."

"Apaan?"

Gendis memicing curiga pada Sekar yang cengengesan. "Apa yaa?"

"Ngeselin dia emang," seloroh Mara yang direspon tawa oleh Sekar.

Tawa cewek itu baru berhenti saat tiba-tiba kursi di sebelah Gendis ditarik. Manda duduk dengan senyuman lebar setelah menaruh tas di atas meja bulat yang mereka tempati.

"Sorry, jalanan macet. Udah pesen belum? Ntar gue yang bayar."

"Asik! Sering-sering ya, Man. Tadi gue udah pesen sih sekalian bayarin ya?"

Manda mengangguk cepat. Tatapannya beralih dari Gendis ke Mara lalu ke Sekar.

"Gue mau cerita hal penting!"

"Apaan?"

"Apa?"

"Kenapa?"

"Lo pada pasti bakal kaget," ujar Manda penuh keseriusan.

BlocknoteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang