Kali ini Gendis nggak melakukan kebiasaannya nongkrong di depan koridor aula saat istirahat. Selain karena aula lagi ramai oleh acara adik kelas. Gendis sedang ingin mencari referensi diksi dan menyingkirkan sementara cowok-cowok ganteng di sekolahnya yang lumayan buat cuci mata itu.
Dan di sini lah Gendis sekarang. Di perpustakaan dengan buku kumpulan puisi milik Sapardi Djoko Damono dan novel Perahu Kertas karya Dee Lestari. Perpustakaan di sekolahnya ini tergolong lengkap, dari mulai ensiklopedia yang berseri-seri sampai novel terbaru pun kadang ada. Guru-guru di sekolahnya emang punya kebiasaan unik, beberapa hukuman bisa diganti dengan memberikan satu buku atau pun juga bunga anggrek untuk melengkapi koleksi tanaman sekolah mereka.
Nggak heran perpustakaan di sekolahnya ini nggak jauh beda sama toko buku, saking seringnya murid-murid Persada Nusantara melanggar peraturan dan banyak tingkah sampai mendapat hukuman.
Ponselnya di kantung rok bergetar. Menandakan ada panggilan masuk. Buru-buru Gendis mengambilnya dan tanpa melihat siapa yang meneleponnya, Gendis sudah menempelkan benda canggih itu di telinga.
"Halo."
"Kak."
"Mama, kenapa?"
"Abis ini ada ulangan gitu nggak?"
Pertanyaan itu membuat kening Gendis berkerut. "Nggak. Kenapa, Ma?"
"Mama minta tolong ya."
"Iya, Mama."
"Kamu ke sekolah Galang ya, adik kamu itu abis berantem sama temennya."
Mata Gendis sontak membulat. Dengan suara sepelan mungkin karena nggak mau mendapat pelototan guru penjaga perpustakaan yang nyinyirnya ngalahin lambe turah itu, Gendis bertanya dengan nada tak percaya.
"Kok bisa!?"
"Mama juga nggak tau cerita lengkapnya. Tadi, mama ditelepon wali kelas Galang."
Gendis menepuk jidatnya. Kenapa tuh anak selalu bikin ulah sih?
"Mama nggak bisa ke sana, kerjaan mama numpuk dan jauh juga."
Kepalanya mengangguk walaupun sang mama di ujung telepon tak dapat melihatnya. Pabrik tempat mamanya bekerja berada di kawasan perindustrian yang lumayan jauh dari tempat mereka tinggal. Butuh setidaknya waktu dua jam untuk menempuhnya.
"Iya, nanti Gendis ijin ke BK."
"Mama teleponin ya ke wali kelas kamu."
"Yaudah."
"Makasih ya, kak."
"Iya, mama, sama-sama. Mama semangat kerjanya, nggak usah mikirin Galang biar Gendis yang urus."
"Yaudah."
Setelah mengucap salam, sambungan telepon itu terputus. Gendis mengesah dan menatap dua buku di depannya dengan tatapan sendu.
"Maaf. Mungkin lain kali kita akan bisa saling memahami."
Gendis meraih dua buku itu dengan cepat. Bersama blocknotenya dan ponsel yang meluncur mulus ke kantung rok abu-abunya.
Begitu Gendis mengembalikan dua buku itu ke tempatnya semula, Ia langsung bergegas keluar perpustakaan. Mamanya pasti sedang menghubungi wali kelasnya dan Gendis memutuskan untuk mengambil tasnya terlebih dulu.
Langkah kakinya bergerak dua kali lebih cepat dari biasanya. Ada rasa khawatir pada adiknya itu tapi sepertinya lebih didominasi rasa kesal.
"Ge!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Blocknote
Teen FictionA wise man once said : "Magic happens when you don't give up, even though you want to. The universe always falls in love with a stubborn heart." An amazing cover by @shadriella Blocknote Elok Puspa | Oktober 2017