#16

868 132 18
                                    

Alih-alih mengantar Galang dan Aruna ke rumah seperti perintah guru BK tadi. Yoga malah menurunkan keduanya di dekat taman kota, tempat para pengendara ojek online berkumpul.

Yoga mengatakan padanya untuk memesan ojek. Alasannya karena waktu mereka nggak akan cukup sampai di sekolah lagi.

Gendis terpaksa menurut. Sudah lelah dengan semua hal yang terjadi tiba-tiba ini. Dalam mimpi buruknya sekalipun Gendis nggak akan mengira akan berada satu mobil dengan cowok kulkas yang dibencinya itu dan sekarang kenyataan seolah mempermainkannya.

"Pak nanti tolong anter adik saya sampai dia masuk rumah ya. Kalo bisa fotoin sekalian nanti saya kasih bintang lima," ujar Gendis yang langsung diacungi jempol oleh abang ojek.

"Siap!"

"Makasih Pak!"

Gendis menatap Galang yang sudah duduk di atas motor abang ojek dengan helm hijaunya.

"Awas lo sampe keluar lagi bawa motor. Uang jajan lo gue potong."

Galang mendengus. "Iya."

Gendis mengangguk. Walaupun selalu mengantar sang mama menuju tempat bis jemputan berada dan menjemputnya tiap sore bukan berarti mama mengijinkan Galang membawa motor untuk berangkat sekolah. Setiap harinya Galang nebeng dengan temannya.

Tak lama dua orang pengendara ojek online itu perlahan menjauh, membawa Galang dan Aruna untuk pulang. Gendis menghela napas panjang. Ada-ada saja tingkah adiknya itu.

"Udah jam makan siang nih. Gue laper."

Gendis terlonjak dari tempatnya berdiri karena terkejut sedangkan Yoga di sampingnya menatap dengan wajah datar.

"Laper makan bukan laporan ke gue."

"Emang lo nggak laper?"

"Kalo gue laper, terus lo dan gue makan siang bareng gitu?" balas Gendis nyinyir. Lagian aneh juga Yoga tiba-tiba menanyakan hal itu. Apa cowok kulkas ini nggak inget dulu pernah bikin dia nangis gara-gara blocknotenya disembunyiin?

"Kenapa nggak?"

Gendis yakin kepala Yoga pasti terbentur sesuatu atau malah hawa dingin ruang BK tadi membuat saraf-saraf di otak Yoga membeku dan membuatnya tiba-tiba baik begini.

"Di sini ada soto yang enak." Yoga melongok ke sekitar taman kota yang nggak terlalu ramai siang itu.

"Lo nggak mau makan?" tanya Yoga lagi, kali ini sepenuhnya menatap Gendis.

Hal yang sangat amat jarang terjadi dan tergolong luar biasa untuk Gendis itu membuatnya langsung mundur selangkah. Yoga yang melihat itu cuma mendecak pelan.

"Gue ngajak pake cara baik-baik lo malah diem kayak patung."

"Siapa juga yang bakal nggak kayak patung kalo cowok kulkas macem lo yang ngatain blocknote gue nggak guna tiba-tiba ngajakin gue makan siang bareng? Sampe Tuan Krab jadi dermawan atau bahkan sampe Voldemort mendadak mancung juga kayaknya itu nggak mungkin!"

Sedetik setelah Gendis mengucapkan hal itu, ia menyesalinya. Sepasang mata coklatnya menatap Yoga takut-takut. Takut kalau cowok itu akan melontarkan kata-kata tajam untuk membalasnya.

Namun, bukan kata-kata tajam yang Gendis terima, melainkan tawa Yoga yang terdengar aneh tapi sukses membuat Gendis terpaku menatap ketua OSIS di sekolahnya itu.

Seluruh Persada Nusantara akan gempar jika tau Yoga bisa tertawa. Cowok dingin irit bicara yang punya aura setara beruang kutub utara itu bisa ketawa!

BlocknoteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang