#24

779 116 21
                                    

Aroma khas buku menguar di sekeliling Gendis dan bibirnya melengkung membentuk senyuman.

Bagi Gendis aroma buku memiliki efek yang sama seperti aroma terapi, menenangkan.

Kakinya melangkah menuju bagian ujung toko buku, dimana terdapat rak-rak untuk kategori novel dan buku fiksi.

"Ge. Sini aja dulu!"

Rikza menarik tangannya tiba-tiba, mencegah Gendis berjalan lebih jauh.

"Kenapa sih emang?" tanya Gendis kesal walaupun tindakan Rikza ini membuatnya gugup.

"Sini aja pokoknya."

Gendis mengernyitkan dahi. Dilepaskannya genggaman Rikza. "Jangan ngeselin deh, gue lagi dalam mood baik karena aroma buku nih."

Tanpa menunggu jawaban Rikza, Gendis melangkah meninggalkan cowok itu. Mata Gendis menatap sekelilingnya dengan senyuman. Tapi, senyum di bibirnya tiba-tiba lenyap begitu saja.

"Gue bilang apa, jangan ke sini," ujar Rikza langsung menarik Gendis mundur dan menuju rak paling belakang.

Gendis mengerjapkan matanya berulang kali. Berusaha mengenyahkan bayangan kejadian yang baru saja dilihatnya.

Giza mengusap pipi Manda di depan deretan komik yang terletak tak jauh dari area novel dan buku fiksi.

"Gara-gara itu cinta lo bertepuk sebelah tangan?"

Kalimat Rikza yang begitu menohok itu membuat Gendis kembali tersadar. Ditatapnya Rikza dengan sorot mata tak suka.

"Nggak usah dibahas sih."

Rikza terkekeh. "Gue bingung harus gimana. Mau kasihan tapi lo galak, nggak kasihan tapi sedih."

Gendis mendecak singkat dan berjalan ke deretan rak novel terlaris. Rikza mengekorinya dari belakang.

"Sakit ya, Ge? Orang yang lo suka malah suka sama sahabat lo sendiri."

Novel keluaran wattpad yang tebal dengan sticker 'telah dibaca jutaan orang' itu melayang ke lengan Rikza sedetik setelah cowok itu menyelesaikan kalimatnya.

Gendis menatap tajam pada Rikza. "Lo ngeselin banget sih, Za!"

Ekspresi kesakitan Rikza langsung berganti senyum cerah. "Cie, udah bisa manggil gue 'Za'."

Gendis mendengus. Ia akhirnya mengaku kalau selama ini nggak pernah memanggil Rikza dengan dua huruf belakangnya karena Giza. Selama ini panggilan 'Za' sangat melekat pada Giza dan otaknya nggak bisa nggak mengingat cowok itu tiap ada yang menyebut 'Za' walaupun sebenarnya itu ditujukan pada Rikza.

"Berisik."

"Lo dulu deket sama tuh cowok, Ge?" tanya Rikza yang kini mengintip kegiatan Manda dan Giza.

"Deket." Gendis ikut menatap dua orang yang kini sedang berdebat kecil dengan membawa satu komik di tangan masing-masing.

"Deket yang bikin harapan gue melayang jauh sampe langit ke tujuh tapi kenyataan jatohin gue sampe ke inti bumi," lanjut Gendis lagi.

"Terus kenapa tiba-tiba jadi ngejauh, Ge?"

"Dia yang nyuruh gue berhenti berharap. Dia nyuruh gue ngelupain semua hal yang pernah kita lewatin bareng. Dia yang bilang kalau sampe kapan pun gue nggak akan pernah kelihatan di mata dia, karena cuma ada Manda di sana." Gendis mengucapkan itu dalam satu tarikan napas dan mata yang tertuju pada Giza.

Sebuah kalimat singkat yang menjelaskan betapa hatinya bisa sepatah ini. Memang benar kata pepatah, cinta tak berbalas adalah salah satu bentuk cinta yang paling menyakitkan.

BlocknoteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang