#36

907 130 81
                                    

Rikza paham, nggak akan mudah buat Gendis untuk memaafkannya setelah apa yang dikatakannya waktu itu. Rikza tau ia salah. Makanya dari kemarin Rikza selalu meminta maaf pada Gendis walaupun cewek itu sudah bilang untuk menjauhinya.

Jujur saja Rikza nggak bisa menjauhi Gendis. Ada perasaan nggak rela dan ia sendiri terlanjur merasa nyaman tiap di dekat cewek itu. Bersama Gendis, Rikza bisa membicarakan banyak hal dari mulai hal nggak penting sampai hal penting. Gendis bisa memberi banyak solusi dan cewek itu benar-benar pendengar yang baik. Gendis adalah sosok teman yang selama ini ia cari.

Rikza akan berusaha untuk mendapatkan maaf dari Gendis. Walaupun hal itu nggak mudah. Jangankan sempat ia mengucapkan kata maaf, melihat batang hidungnya saja Gendis langsung menghindar.

"Ge."

Gendis berlalu begitu saja dari hadapan Rikza, diikuti Sekar yang menatapnya dengan alis terangkat naik.

"Expensive Peanut!"

Rikza mendengus menatap punggung Gendis dan Sekar yang makin menjauh, meninggalkan dirinya yang cuma bisa termenung di depan kelas.

"Gue cuma salah ngomong doang, bukan abis ngebantai orang sekomplek!" gerutu Rikza lalu mengacak rambutnya.

Tak lama ponselnya berdenting. Pop up chat dari Manda muncul di layar ponsel. Bibirnya bergerak membentuk senyuman. Rikza menyandarkan tubuhnya pada birai pembatas koridor dan jarinya bergerak lincah di atas layar benda canggih itu. Seluruh fokusnya kini teralih pada ponsel, melupakan masalahnya dengan Gendis.

"Ge."

Gendis mengangkat kepalanya sambil mengunyah siomay.

"Apa?"

Sekar mendekatkan kepalanya ke arah Gendis. "Maaf ya, Ge, kalau gue nyinggung lo."

"Apaan sih? Lebay deh."

"Gue ngerasa Rikza tuh suka sama Manda."

Pernyataan Sekar barusan membuat Gendis cepat-cepat menelan siomay dalam mulutnya.

Kepalanya mengangguk, bersikap sesantai mungkin baru kemudian menatap Sekar.

"Emang. Gue udah tau dari awal. Lo pada aja yang lebay segala nge-cie-in gue sama dia." Gendis mengucapkan itu dengan menahan rasa perih dalam hatinya.

Sekar mengangguk-angguk. "Gue kira lo cemburu gitu. Kok lo nggak bilang sih dari awal?"

"Gue udah janji sama Rikza buat nggak ngasih tau siapa-siapa."

"Terus kenapa lo sekarang kasih tau gue?" tanya Sekar lagi.

Gendis mengedikkan bahu dan kembali menyuapkan siomay ke dalam mulutnya. "Biarin aja. Ngapain gue harus baik sama orang yang dengan seenakjidatnya bilang gue egois?"

Sekar garuk-garuk kepalanya sambil menyeruput es teh. "Gue udah diceritain Manda soal itu. Emang ngeselin sih."

"Manda tau dari mana?" tanya Gendis heran, ia belum cerita pada siapa pun soal Rikza.

"Dari Rikza."

Gendis mengangguk-angguk. "Oh."

"Sabar ya, Ge, namanya juga manusia ada sisi baik dan ada sisi buruknya. Rikza emang nyenengin tapi dia juga kalo ngomong nggak dipikir dulu."

"Kayak lo ya?" Gendis menatap Sekar sok polos.

Sekar mendengus lalu tangannya mencubit pipi Gendis. "Iya. Makanya gue sama dia cocok kalo berantem."

BlocknoteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang