#44

2.2K 210 85
                                    

"So, how's life?"

Gendis menyuapkan sesendok es krim ke dalam mulutnya sebelum kemudian menatap Rikza yang juga sedang menatapnya.

"Tiga tahun nggak ketemu lo nraktirnya cuma es krim?"

Rikza terkekeh. "Maklum lah. Masih anak kuliahan nih."

Gendis cuma mengangguk. "Jadi sekarang Singapura tuh nggak ada sinyal apa gimana? Sampe lo bener-bener ilang ditelan bumi."

"Pengen fokus aja jadi ya gitu."

"Lebay. Gue fokus juga nggak gitu banget."

Rikza mengulum senyumnya. "Gue ngerasa bersalah banget sama keluarga gue, sekarang gue pengen fokus dan nggak ngecewain mereka lagi. Nggak dapet PTN tuh kayak tamparan keras, bikin gue mikir selama ini gue ngapain aja."

"PTN bukan segalanya, Za, lagian niatnya kan belajar dimana aja tetep sama."

"Gue juga tau, tapi waktu itu gue bisa apa selain nyalahin diri gue sendiri? Patah hati bikin orang kehilangan logika juga."

Gendis mendengus keras. "Lebay!"

Rikza tertawa. "Iya sih lebay."

"Jadi gimana di Singapura?"

"Nggak gimana-gimana. Kuliah masih lancar, gue juga banyak belajar tentang musik di sana."

"Keren dong!"

Rikza mengangguk tanpa mengalihkan tatapan dari Gendis. "Lo gimana?"

"Apanya?"

"Lo ngapain aja sekarang?"

"Pagi kuliah, kalo malem nulis, kalo libur kerja part time," balas Gendis santai.

"Gue udah baca semua novel lo."

"Oh ya? Dapet dari mana?" tanya Gendis penasaran.

"Minjem Rizka."

"Yah! Beli dong!"

Rikza terkekeh. "Iya nanti gue beli langsung tanda tangan ya, bonusin kata-kata."

"Bisa-bisa, boleh request mau ditulisin apa."

Rikza menatap Gendis lekat. "Lo selalu nyebut nama gue di thanks to padahal gue nggak bantuin apa-apa."

Gendis meletakkan sendok di tempat es krim yang sudah tandas.
"Magic happens when you don't give up, even though you want to. The universe always falls in love with a stubborn heart," ujarnya dengan menatap mata Rikza.

"Kata-kata itu yang bawa gue sampe di sini. Kata-kata yang lo kasih ke gue di saat gue putus asa. Lo satu dari sekian banyak orang yang bikin gue yakin sama diri gue sendiri," lanjut Gendis.

"Gue harus terharu apa gimana nih?" kata Rikza dengan senyum tipis.

Gendis membalasnya dengan senyuman tulus. "Makasih, Za, udah percaya sama gue, udah yakinin gue, makasih udah bantu ngebentuk gue jadi Gendis yang sekarang."

Wajah Rikza berubah dipenuhi rasa bersalah. "Ge, sorry, gue nggak nyadar kalo selama ini gue nyakitin lo. Gue nggak tau-."

"Yang udah lalu nggak usah dibahas," potong Gendis cepat sebelum Rikza melanjutkan kalimatnya.

Di novel ketiganya ini Gendis secara gamblang mengatakan jika Rikza adalah inspirasinya. Seluruh rangkaian kisah di novelnya itu tentang dirinya dan Rikza.

"Gue berterimakasih atas semuanya. Ke hal-hal baik yang pernah kita bagi dan biarin hal-hal buruk itu cuma jadi kenangan."

Rikza terdiam. Ia membasahi bibirnya sebelum kemudian mulutnya terbuka.

BlocknoteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang