"Gendis oh Gendis mengapa kamu diam?"
Gendis mendengus. Nggak perlu menoleh untuk memastikan siapa orang yang akan duduk di sampingnya dalam dua detik.
"Hai, Ge!"
Satu-satunya orang yang akhir-akhir ini hobi mengganggu kegiatan pengamatannya di depan koridor aula.
"Kok diem aja Ge? Sariawan?"
"Rikza sekali lagi lo berisik gue tendang nyampe koridor lab!" ancam Gendis serius walaupun ia yakin nggak bisa melakukannya. Yakali Gendis nendang Rikza, nendang bola aja cuma ngegelinding dua meter.
Rikza terkekeh pelan. Cowok itu nggak membawa apa pun, cuma ponsel di tangan yang kemudian diletakkan di atas bangku keramik di antara mereka.
"Kenapa sih Ge, lo kalo manggil gue selalu nama lengkap?"
"Maksud lo?" tanya Gendis dengan kening berkerut.
"Lo selalu nyebut gue Rikza, bukan Za kayak orang-orang."
Sedetik Gendis membulatkan mata sebelum kemudian mencoba menenangkan diri dengan mendengus.
"Itu nama lo kan?"
"Iya sih."
"Yaudah, masih mending gue panggil nama lo, bukan gue panggil kampret atau malah curut."
Rikza kembali terkekeh. Membuat Gendis menghela napas lega. Gendis nggak pernah menyangka jika Rikza memperhatikan sampai sedetil panggilannya pada cowok absurd itu.
"Yaudah gue panggil Gula aja gimana?"
Gendis langsung menoleh dengan wajah tercengang. "Idih! Apa-apaan! Nggak!"
"Kenapa sih? Itu panggilan kesayangan dari mantan lo ya?" Rikza menaik turunkan alisnya dengan cengiran menyebalkan.
"Nggak! Please deh, nggak perlu jadi sok lucu manggil gue gula segala macem."
"Kenapa? Pembaca lo di wattpad manggil lo gula dan lo malah balik manggil sayang, masa gue nggak boleh?"
Gendis kembali dibuat heran dengan pertanyaan Rikza. Sejauh mana cowok di sampingnya itu tau segala hal tentang wattpadnya?
Diputuskannya untuk sedikit memiringkan duduknya demi menghadap langsung pada Rikza.
"Tau dari mana gue biasa dipanggil Gula sama pembaca gue?"
"Adek gue kan pembaca lo, Ge, semalem dia curhat tentang cerita lo yang belum di update."
Mulut Gendis sedikit terbuka tapi tak ada kalimat yang keluar dari sana. Yang ada malah Gendis merutuki dirinya sendiri yang lupa kalau adik cowok absurd di depannya ini adalah salah satu pembacanya.
"Ada yang nunggu juga ternyata. Gue kira cuma satu orang doang," ujar Gendis pelan tapi ternyata Rikza mendengar itu.
"Nggak kelihatan bukan berarti nggak ada, lo cuma nggak tau kalo mereka bener-bener ada," balas Rikza dengan mata lurus ke arah lapangan tengah yang ramai seperti biasanya.
Gendis bungkam setelah Rikza menyelesaikan kalimatnya. Kalimat Rikza itu membuatnya memikirkan para silent readers.
"Kenapa?"
"Apanya?"
"Kenapa lo belum update cerita? Adek gue sampe galau nungguin, katanya nggak cukup doinya aja yang suka bikin nunggu buat bales chat."
"Nggak pa-pa, belum dapet inspirasi aja."
"Padahal gue selalu lihat lo rajin nulis di notes itu," Rikza mengedik pada blocknote Gendis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blocknote
Teen FictionA wise man once said : "Magic happens when you don't give up, even though you want to. The universe always falls in love with a stubborn heart." An amazing cover by @shadriella Blocknote Elok Puspa | Oktober 2017