38

323K 23.1K 2.9K
                                    

"Lo punya banyak pilihan sebulan ini Nta, menggukir kebencian atau kenangan indah yang nggak akan pernah bisa lo lupain. Dua-dua nya sama-sama menyakitkan, tapi lebih sakit kalau lo tinggal dia dengan kebencian. Kita nggak pernah tau takdir Nta, hari ini lo harus pergi besok siapa yang tau! Dua tahun, tiga tahun, atau lima tahun sekalipun saat lo harus kembali, apa lo mau liat kebencian di mata Darka nanti."

Perkataan terakhir Eca terus mengiyang di pikiran Chinta. Gadis itu sedang berjalan di koridor sekolah. Matanya memang melihat jalanan, tapi tidak dengan pikirannya untungnya koridor sekolah sepi hanya ada beberapa anak yang berlalu lalang termasuk dengan Chinta. Jadi Chinta lebih leluasa untuk berjalan dengan pikiran yang tidak terarah.

Eca benar pikirnya, haruskah dia membuat Darka kembali membencinya. Dulu saat Darka membencinya tanpa alasan yang pasti, itu saja sangat menyakitkan. Apalagi harus melihat kebencian Darka karena kesalahan yang sengaja dia lakukan nanti. Apa dia sanggup?

Chinta menghentikan langkahnya, dia melihat ke arah pakiran sekarang. Motor Darka masih berada di sana, itu pasti! karena Darka sedang melakukan rapat dengan anak OSIS lainnya. Chinta mengetahui hal itu dari Eca tadi. Chinta terlihat bingung sekarang, dia tidak tahu ingin kemana, tapi Chinta kembali melanjutkan langkahnya.

***

Darka berjalan menuju pakiran dengan wajah yang sangat lesu, rambut berantakan dengan tas yang bertengger disalah satu bahunya. Pukul 15.30 anak OSIS baru menyelesaikan rapat yang sempat ditunda Darka kemarin, itulah yang membuat Darka sangat kelelahan sekarang. Ditambah lagi pikirannya yang masih tertuju pada Chinta sekarang.

"Woi Darka!" teriak seorang cowok yang Darka kenali suaranya. Siapa lagi kalau bukan Dani, dengan malas Darka menghentikan langkahnya.

"Apaan." Ketus Darka ketika Dani berada di sampingnya.

"Selo njir, ketus amat lo." Celoteh Dani merangkul pundak Darka.

Darka memberi tatapan tajamnya, tidak suka dengan tangan Dani. Emosi Darka memang sedang tidak stabil, jadi apapun itu yang membuat dia tidak nyaman akan membuatnya marah.

"Tangan lo turunin!" ketusnya.

Dani cengegesan sambil menuruni tangannya. "Sensi amat mas, gue aja takut apalagi cewek lo." Celoteh Dani lagi.

"Gua tabok juga tuh mulut." Sahut Darka kesal.

Dani memukul-mukul pelan bahu Darka. "Santai mas, lo lagi ada masalah sama Chinta kan?"

Darka berdecak malas, enggan menjawab pertanyaan Dani.

"Gini Dar! Sebagai penasehat lo yang baik, yang pintar kayak gue ginih." Dani memuji dirinya sendiri. Darka semakin malas mendengarnya.

"Langsung aja tai, nggak usah muter-muter lo kayak emak-emak arisan." Sewot Darka.

"Asek, mas Darka lucu ah, jadi pengen ketawa Danika." Dani mencolek dagu Darka. Dani, dari sekian banyak orang Darka ingin sekali menghajarnya sekarang.

Darka menatap tajam, siap mengajak Dani berperang. Sayangnya Dani cukup mengerti tatapan itu jadi sekarang dia merubah wajahnya menjadi sangat serius.

"Gini Dar, lo itu cowok kalau cewek lagi aneh atau lagi PMS jadi dia suka marah-marah nggak jelas. Lo sebagai cowok harus pengertian, bukan malah ikutan marah-marah nggak jelas. Ya mana mau kelar masalah lo." Dani mulai menasehati.

"Jadi menurut loh, gue yang salah nih. Jelas-jelas tu anak yang mulai cari masalah." Kesal Darka.

"Tuh kan sensian lo. Chintanya lagi marah-marah lo tambah marah. Yaudah tinggal jadi api aja, terus putus kelar hidup lo kan!"

DARKA (Update kembali)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang