Chinta melihat kalender di atas meja nakas di samping tempat tidurnya. Dua minggu lagi, setelah itu dia harus berangkat ke Amerika.
Chinta tersenyum kecut, mengambil kalender itu itu lalu mengadahkan kepalanya menatap sekeliling kamar. Hanya hitungan hari, setelah itu dia akan meninggalkan kamarnya. Kamar yang sedari kecil menemaninya, belajar sampai begadang malam, menangis sampai matanya sembab. Bahkan menumpahkan rasa kesalnya, hingga rasa sakit di hatinya tentang Darka. Balkon, dua minggu lagi dia tidak bisa menatap bintang-bintang di atasnya. Karena semuanya berubah.
Chinta menatap nanar ponselnya. Darka baru saja mengirim pesan ke ponsel cewek itu.
Darka: Aku tunggu di depan.
Chinta menutup layar ponselnya. Dia tidak membalas pesan Darka.
"Darka, aku minta maaf." Chinta hampir saja mengeluarkan air matanya. Kalau tidak mendengar suara di balik pintu kamarnya.
"Princes, buka pintunya sayang!"
Chinta sangat tahu suara itu, suara mamanya Miranda. Lantas cewek itu dengan cepat berjalan ke arah pintu.
"Kenapa ma?" tanya cewek itu. Chinta sedang dalam kondisi yang tidak baik, sorot matanya memperlihatkan kesedihan.
"Di depan ada temen kamu kata Pak John." Jelas mamanya.
Chinta tersenyum samar, "Chinta tau, itu Darka ma."
"Jadi kenapa masih di kamar? Cepat berangkat, nanti telat lagi!" oceh Miranda.
Chinta mengangguk. Lantas berjalan mendahului mamanya.
"Princes," panggil Miranda membuat putri semata wayangnya menoleh.
"Dua minggu lagi kan?" tutur miranda mengingatkan gadis itu.
Chinta mengangguk. Cewek itu hanya bisa tersenyum kecut.
"Mulai packing dari sekarang. Biar nggak kerepotan lagi nanti."
Chinta tidak merespons. Itu membuat Miranda sadar akan perubahan wajah putri kesayangannya.
"Mama tau, kamu nggak suka kepindahan kita. Tapi ini untuk kebaikan kamu, mama dan juga papa. Kamu ngertikan princes?" jelas Miranda lagi.
Chinta mengangguk nanar. Gadis itu berbalik, meninggalkan mamanya sendiri.
***
Chinta keluar dari gerbang rumahnya. Melihat punggung cowok yang berada di atas motor, cowok itu sudah menunggunya semenjak tadi.
Chinta melangkahkan kakinya mendekati cowok itu, tapi terhenti karena ponsel cowok itu berdering, yang Chinta ketahui itu panggilan masuk, karena selanjutnya Darka membawa ponselnya mendekat ke telinga.
Chinta hanya diam di tempatnya, tidak ingin menghampiri cowok itu.
"Apa sih. Lo nggak jelas," ucap Darka kepada orang di balik ponselnya.
"Iya, gue pasti menang Ca. Lo tenang aja," ucap Darka lagi.
Chinta tersenyum samar. Dia bisa mengetahui dengan pasti siapa yang menghubungi cowok itu.
"Nggak bakal! Tenang aja, lo nggak bakal jadian sama si Fahri. Gue nggak akan biarin itu!"
"Iya Ca." Darka menghela napasnya.
"Nggak akan gue biarin. Kalau dia main curang, sampai gue kalah. Gue hajar tu anak!"
Chinta tidak mengerti apa yang sedang mereka bicarakan, sampai Darka begitu kesalnya saat menyebutkan nama Fahri.

KAMU SEDANG MEMBACA
DARKA (Update kembali)
Novela Juvenil#1 in teenfiction 10.6.2017 [TELAH TERSEDIA DI SELURUH GRAMEDIA INDONESIA] "Mulai sekarang lo jadi pacar gue!" ucap Darka dengan tatapan datarnya. "M...maksud lo?" balas Chinta takut karena melihat tatapan dingin dari sosok cowok yang berada di de...