BAB 12

5.2K 221 0
                                    


Aku menatap cowok yang berada di hadapanku dengan tatapan terkejut. Dia tersenyum sekilas padaku lalu tatapannya beralih ke Kak Afkar. "Sorry Ar tadi gue ngajak cewek lu jogging. Gak masalah kan?" Aku melihat kak Afkar menatap Kak Ar dengan santai.

Kak Ar melirikku sebentar. "Kali ini gue maafin lu Kar. Lain kali kalau mau ngajak cewek gue jalan lu musti izin ke gue."

Aku menghela nafas lega saat mendengar penuturan dari Kak Ar. Aku kira dia bakal marah karena aku jalan dengan cowok lain walaupun itu adalah sahabatnya sendiri. "Yaudah gue serahin Retha ke lu. Gue ada urusan bentar jadi kagak bisa nganter dia balik."

Setelah itu Kak Afkar pergi meninggalkanku dengan Kak Ar. Aku hanya diam menunggu dia bicara. Entah mengapa aku masih saja merasa canggung apalagi setelah kejadian kemarin.

"Ikut gue!" Dia memegang pergelangan tanganku. Aku tak tahu kita mau kemana.

Aku hanya mengikuti langkahnya. "Pasti lu belum makan." Ujarnya dan aku hanya mengangguk saja.

Saat ini kita berada di warung kecil. Dia mengajakku duduk di sana. Dia menatapku dengan intens. "Lu mau pesan apa?"

"Gue pesen nasi goreng aja sama es jeruk." Jawabku. Lalu Kak Ar pun menghampiri penjualnya dan mengatakan pesanan yang kami pesan.

"Lu kok bisa bareng Afkar terus kenapa telfon gue kagak lu angkat?" Tanyanya tapi menurutku ini seperti introgasi.

Bagaimana tidak, bola matanya itu mengunciku untuk terus menatapnya bahkan dia memajukan wajahnya agar lebih dekat denganku. Jujur saja aku merasa risih dengan posisi ini.

"Itu kak tadi Kak Afkar ngajak gue jogging kebetulan gue kan lagi gabut yaudah gue terima aja ajakannya. Terus masalah yang gue kagak angkat telfon kakak itu soalnya hp gue ketinggalan di rumah. Gue tadi lupa bawa." Jawabku dengan jujur.

Setelah mendengar penjelasanku itu Kak Ar memundurkan wajahnya. Akhirnya aku bisa bernafas dengan lega. "Ini pesanannya." Ujar penjual itu sambil menyerahkan pesanan kami.

Aku mengambil nasi gorengku. Dengan lahap aku pun memakannya sampai pada akhirnya aku merasa ada orang yang mengawasiku. Aku mengadahkan wajahku. Ternyata aku baru sadar sedari tadi Kak Ar sedang menatapku dan aku juga baru sadar ternyata dia tidak memesan makanan.

Aku meminum es jerukku setelah itu aku pun menatap cowok yang berada di hadapanku ini. "Kak Ar gak mesen makanan?" Tanyaku akhirnya.

"Gue liatin lu aja udah kenyang." Ujarnya yang membuatku menatapnya bingung.

"Udahlah cepet lu abisin tuh. Tinggal dikit lagi." Dia menunjuk nasi goreng yang ada di piringku.

Aku menggeleng sambil mendorong piringku itu. "Ngak kak. Udah kenyang."

Aku melihat Kak Ar melotot padaku. Aku jadi ngeri sendiri. "Habisin!" Paksanya.

Aku tetap menggeleng tidak menuruti perkataanya itu. "Udah kenyang kak."

Dia berdecak lalu mengambil piring itu. "Kalau lu gak mau makan gue suapin aja!" Tangannya bergerak ke arah mulutku untuk menyuapiku.

"Gak usah kak. Malu dilihatin banyak orang." Ujarku menolak. Aku melihat banyak orang disekitar kami diam-diam menatap kami bahkan sekolompok cewek yang duduk tidak jauh dari kami secara terang-terangan menatap kami.

Pipiku jadi memanas dan aku yakini sekarang pipiku sudah memerah seperti tomat. Kak Ar mengedarkan pandangannya pada seluruh orang di sekitar kami. Dia memberikan tatapan tajam pada mereka terutama pada sekolompok cewek itu. Sekelompok cewek itu jadi salting sendiri saat Kak Ar memberinya tatapan tajam.

Kini tatapan Kak Ar tertuju padaku. "Sekarang lu cepetan makan!" Perintahnya sambil siap-siap menyuapiku.

Aku pun hanya bisa pasrah saat dia menyuapiku secara paksa. Setelah habis semua dia pun menyodorkan es jeruk yang ku pesan tadi. Aku langsung meminumnya hingga habis. Lalu aku pun menyanderkan punggungku pada sandaran kursi.

Serius dah perutku penuh banget. Padahal biasanya aku tidak sampai seperti ini. Rasanya perutku ingin meledak deh. "Yaudah yuk gue anterin lu pulang." Dia memegang pergelangan tanganku. lalu kita pun pergi dari tempat itu dengan diiringi tatapan iri dari pengunjung di sana.

Aku hanya cuek saja menanggapinya. Mungkin saat ini tenaga ku sudah terkuras jadi aku tak mau repot-repot memikirkan itu semua. Aku mah masa bodoh.

"Kalau makan tuh lain kali dihabisin." Ujarnya tiba-tiba.

Aku menoleh padanya. "Mubazir membuang makanan. Di luar sana masih banyak orang yang kelaparan seharusnya lu bersyukur bisa makan bukannya malah mubazir." Ujarnya yang membuatku takjub akan kata-katanya itu.

Dia berucap dengan pandangan lurus ke depan. Satu hal yang ku ketahui ternyata Kak Ar itu termasuk orang yang peduli akan masalah itu. Padahal aku awalnya menyangka dia adalah tipe bad boy pada umumnya. Ternyata pendapatku salah akan hal itu.

Akhirnya kita sampai juga di pagar rumahku. Kita tak bergerak di sana dan dia masih menggenggam tanganku seperti tak ingin dilepas. Aku menoleh padanya yang ternyata masih saja menatap rumahku.

"Thanks kak udah ngingetin. Lain kali gue gak bakal mubazir lagi." Ujarku tulus.

Mendengar suaraku Kak Ar pun menoleh padaku. Selama beberapa saat kita hanya terdiam dengan saling menatap. Entah mengapa kita seolah berbicara lewat tatapan itu. Dan jika dipikir-pikir Kak Ar mempunyai bola mata yang indah. Dan itu membuat aku terbius akan keindahan bola mata itu.

"Udah selesai kah acara tatap-tatapan kalian? Drama amat!" Ujar seseorang yang membuat kami menghentikan acara tatap-tatapan itu.

Aku terkejut saat mengetahui orang itu. Aku menoleh was was pada Kak Ar yang ternyata sedang menatap tajam orang di hadapannya itu. Aku merasa Kak Ar semakin mengeratkan genggaman tangannya padaku.


####

Tbc

sorry pendek


My Perfect Bad Boy#Wattys2018 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang