BAB 37

2.2K 102 19
                                    

Setelah kejadian itu aku memutuskan untuk beredam dengan air hangat. Yah siapa tahu aja cara ini dapat mengurangi bebanku. Walaupun pada saat sekarang aku masih terngiang dengan ucapan Kak Antha dan juga kejadian beberapa jam yang lalu. Sepertinya aku membuat pilihan yang salah dan membuat macan tidur bangun untuk siap menerkamku.

Entahlah saat ini aku bingung harus percaya pada siapa. Atau mungkin lebih baik aku tidak usah percaya pada siapa-siapa. Tetapi membahas hal itu mengapa aku teringat dengan perkataan Kak Afkar yah. Kan waktu itu dia bilang kalau dia bersedia menjadi tempat sandaranku, tetapi kan Kak Afkar itu sohibnya Kak Ar jadi mungkin saja dia ikut terlibat juga dalam permainan ini.

Eh tapi jika aku flashback dengan sikapnya selama ini, dia itu berbeda dengan yang lainnya eh tapi kan dia melakukan semua itu atas dasar perintah dari Kak Ar jadi dapat disimpulkan kalau Kak Afkar itu ikut terlibat juga. Tetapi entah mengapa hati kecilku menepis semua prasangka itu. Aku termenung dengan melihat busa-busa yang menyelimutiku. Aku merasa tenang saat berada di dekatnya. Aku merasa terlindungi jika berdekatan dengannya. Dan... aku merasa jantungku berdetak dengan cepat saat berada di dekatnya, namun entah mengapa detakan jantungku kali ini terasa nyaman berbeda dengan detakan jantungku saat aku merasa terancam bersama Kak Ar.

DUK

Eh apaan tuh kayak ada suara deh tadi. Yaudahlah dengan segera aku mengkhahiri aktivitas berendamku kali ini saat mendengar suara dari kamarku. Apa itu maling yah ? 

Saat aku keluar kamar mandi, aku menemukan sebuah batu yang tergeletak di samping tempat tidurku. Aneh. Dan tepat bersamaan aku mendengar hp ku berbunyi. Aku mengernyitkan dahiku saat melihat siapa yang menelfonku.

"Halo" sapaku.

"Gue yang lempar batu itu. Sekarang lo pergi ke balkon!"

Dengan segera aku menuju balkon. Dan di bawah sana aku melihat dia.

"Kak Ar ngapain di bawah sana?!" ujarku tanpa sadar teriak padanya di telfon.

"Sekarang lo ke bawah sini." ujarnya malah menyuruhku lompat ke bawah sana.

"Yang benar saja kak. Kak saya masih mau idup loh. Saya masih mau kuliah, masih mau kerja, saya juga masih mau nikah loh Kak. Saya masih mau punya calon imam terus saya juga mau punya anak yang-"

"Daripada lo ngoceh kek mak-mak pasar mendingan lo turun lewat tangga yang udah gue sediain."

Dan dia  sukses membuatku melongo. Gila bener nih orang. Nekat abis dah.

"Udah buruan!"

Aku tersentak kaget. Dan dengan polosnya aku pun segera turun dengan menggunakan tangga yang sebelumnya telah dia siapkan. Kok dia niat banget yang ngajak anak orang kabur.

"Kak Ar kita-"

"Udah buruan ikut gue sebelum kakak tercinta lo itu datang kemari." dan akhirnya aku pun mengikutinya.

Dan saat ini kita tengah melaju ke suatu tempat yang bahkan aku sendiri tak tahu kita akan kemana. Apa jangan-jangan Kak Ar akan mengkhahiri permainan ini yang artinya dia akan menyiksaku di suatu tempat atau bahkan dia akan membunuhku. Dan pemikiranku tentang hal itu membuatku merinding seketika dan dapat dipastikan wajahku sudah pucat pasi. Bagaimana ini ? padahal tadi aku sudah berhasil lolos dari kandang macan eh sekarang malah masuk ke kandang harimau. Bagaimana ini?

Aku hanya bisa berdoa semoga aku diberi perlindungan dari semua marabahaya yang akan kujumpai. Aku terus melantunkan doa sampai tak terasa kita telah sampai di suatu tempat. 

"Ngapain mulut lo komat-kamit begitu. Baca mantra?" ujar sebuah suara yang kuyakini bukanlah makhluk halus tetapi lebih parah dari itu yaitu malaikat maut.

My Perfect Bad Boy#Wattys2018 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang