BAB 40

1.8K 72 1
                                    

Dengan langkah terburu-buru aku berjalan menuju taman belakang. Sebelumnya aku mengirimi pesan pada Kak Afkar untuk bertemu di taman belakang sekolah. Aku ingin menanyakan keadaan Kak Ar padanya. Semoga saja dia baik-baik saja, sebenarnya aku tidak tega meninggalkannya sendiri apalagi dengan keadaannya yang seperti kemarin. Bagaimana ini, aku sangat mengkhawatirkan keadaanya.

"Kak Afkar gimana keadaanya Kak Ar? Demamnya udah menurun tah atau makin parah? Terus dia-" pertanyaanku terhenti seketika saat melihat di hadapanku bukanlah Kak Afkar.

"Hey," sapanya.

Tubuhku terasa kaku saat mendengar suaranya namun, yang membuatku tercengang ialah tentang keberadaannya di sini serta mengapa aku merasa ada sesuatu yang janggal dari suaranya.

"Kak Ar," ujarku.

Dia malah tersenyum saat aku memanggilnya. "Iya ini gue." Aku semakin bingung. Atau jangan-jangan Kak Ar mengalami amnesia jadi dia lupa dengan jati dirinya dan itu juga menyebabkan gangguan jiwanya.

"Aww," ringisku saat merasakan sentilan yang diberikan olehnya.

"Jangan banyak ngelamun," peringatnya.

Dengan polos aku hanya mengangguk. "Eh emangnya Kak Ar udah sehat? Kok udah masuk sekolah," tanyaku bingung.

"Udah kok lagipula kalau gue masih sakit gak mungkin kan gue ada di hadapan lo, emangnya lo pikir yang ada di hadapan lo ini jiwa gue yang bergentayangan." aku hanya mengangguk saja membenarkan ucapannya itu.

Dengan spontan aku langsug mengecek suhu tubuhnya dengan menempelkan telapak tanganku pada dahinya.

Masih hangat. "Sehat apanya sih kak, ini aja masih anget nih," ujarku khawatir.

"Sini deh kita duduk aja," potongku saat dia ingin membantah ucapanku.

Aku membawanya untuk duduk di kursi taman. Aku mengecek denyut nadinya. "Kalau masih sakit tuh jangan maksain masuk. Jangan mentang-mentang jagoan sekolah jadi ngeremehin penyakit gitu. Gimana kalau ternyata penyakit kakak tuh parah eh malah disepelein gitu. Bandel amat sih dikasih tau, emangnya kakak gak-"

"Aretha gue udah bilang kan tadi kalau gue tuh gak apa-apa. Gue tau lo khawatir sama pacar lo ini tapi tenang aja pacar lo ini baik-baik aja lagian kan kemaren gue udah istirahat tuh. Gue cuma mau ngucapin makasih karena lo khawatirin gue dan makasih udah ngerawat gue," ujar Kak Ar memotong ucapanku sembari tangannya memegang kedua pipiku.

Dan entah mengapa aku merasa aliran darahku terkumpul di pipiku. Aku merasakan pipiku memanas. "Lo lucu kalau blushing gitu,"ujarnya sembari tertawa kecil.

Aku menghempaskan tangannya dari pipiku. "Siapa sih yang blushing, kakak ngaco ah," elakku sembari memegang kedua pipiku.

"Yeh dasar lo. Mendingan lo ngaca aja deh kalau gak percaya, tapi gue seneng ngeliat lo blushing gara-gara gue." dia mendekatkan wajahnya padaku bahkan aku bisa merasakan aroma mint dari mulutnya.

"Karena sampai kapanpun cuma gue yang boleh ngebuat lo blushing my little queen," lanjutnya.

Blush

Aku tak bisa mengelak lagi. Aku benar-benar merasakan pipiku memanas karenanya bukan hanya itu saja dia sukses membuat kerja jantungku memompa dengan cepat. Wah benar-benar sepertinya pulang sekolah aku harus pergi ke dokter karena sepertinya aku tertular penyakitnya, nih buktinya jantungku bekerja lebih cepat bahkan pipiku juga memanas. Aku benar-benar sakit.

***

Jamkos adalah situasi yang sangat menyenangkan bagi pelajar pada zaman sekarang. Ya iyalah siapa sih yang tidak senang ketika ketua kelas membawa kabar bahagia tentang ketidakhadiran guru dan lebih menyenangkan lagi tidak ada tugas yang diberikan. Itulah surga dunia. Iyap itulah yang terjadi pada kelasku. Kabar yang membahagiakan bagi seluruh anak kelas bahkan sebagian dari mereka merayakannya dengan berjoget dan menyanyi ria. Untuk pertama kalinya dalam sejarah kelasku guru matematika yang terlalu rajin datang plus killer izin hari ini apalagi tidak ada tugas yang diberikannya. Sungguh keajaiban dunia yang harus dicatat di buku rekor.

My Perfect Bad Boy#Wattys2018 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang