BAB 21

4.1K 177 0
                                    

Di sinilah aku berada bersama para penonton lainnya. Kita menonton dua kubu yang saling berebut bola di sana.

Mataku fokus melihat pertandingan itu tetepi pikiranku melayang pada kejadiaan beberapa waktu yang lalu.

Aku menghela nafas berat lalu aku mengalihkan tatapanku pada papan score yang tertera di sana. Perbedaan yang sangat tipis dan saling berkejaran satu sama lain. Kini tim Kak Antha unggul dua poin dari tim lawannya.

Aku memutuskan menunduk saja. Aku tak mau melihat pertandingan itu karena percuma saja karena di sinilah aku yang sebagai korbannya lebih tepatnya dijadikan barang taruhan.

Aku tak peduli siapa yang akan menang toh aku tetap akan terlibat permainan ini kan.

"Lu ikut gue!" Tiba-tiba tanganku ditarik secara paksa.

Aku baru menyadari bahwa pertandingan telah selesai. Seketika aku menoleh pada papan score.

Di sana tim Kak Ar unggul dua poin dari tim Kak Antha yang artinya di sini yang menang taruhan itu ialah Kak Ar.

Aku melihat Kak Antha menyeringai padaku lalu dia beralih menatap tajam Kak Ar. "Kali ini gue biarin lu menang. Inget jangan sampe lecet." Ujarnya memperingati Kak Ar.

"Udah kalah masih aja songong lu." Ujar Kak Ar sambil menampilkan senyum meremehkan.

Kak Antha tak menanggapi ucapannya itu tetapi kini dia beralih menatapku dengan intens. Aku mengerti arti dari tatapannya itu.

Setelah beberapa lama kita saling tatap akhirnya aku yang pertama kali memutuskan kontak mata kami.

"Ikut gue!" Kak Ar menarikku memaksaku untuk mengikutinya.

"Cieee si Ar langsung main tebas aja."

"Uhuyy mau diapain noh anak orang."

"Jangan di grepe-grepein Ar tuh anak masih di bawah umur."

"Jangan lu bawa ke hotel Ar ntar malah berabe."

Aku mendengar berbagai sahutan dari teman-temannya saat kita melangkah pergi dari tempat itu. Aku hanya diam menunduk karena malu mendengar berbagai ucapan teman-temannya itu.

Aku tak tahu mau dibawa kemana yang kulakukan hanya mengikuti langkah kaki Kak Ar.

Tiba-tiba saja Kak Ar menghentikan langkahnya otomatis aku pun menghentikan langkahku.

Dia membalikkan badan menghadapku. Tatapannya begitu intens menghujam diriku. "Lu mau makan?" Tanyanya yang membuatku sebenarnya kaget atas pertanyaanya itu.

"Gue tau lu belum makan." Ujarnya lagi.

Darimana dia tahu jika aku belum makan atau jangan-jangan dia tadi menguntitku yeh.

"Ck udah jangan mikir yang aneh-aneh gue cuma nebak tadi." Ujarnya seolah-olah mengetahui isi otakku tadi.

Aku hanya cengengesan saat ketahuan memikirkan yang ngak-ngak tentang dirinya.

"Gue traktirin lu nasgor." Dia pun menuntunku menuju warung di sana.

Aku ingat tentang warung itu karena dulu aku juga sempat makan dengan dia di sana.

Kita mengambil tempat duduk yang tersedia di sana. Sebelumnya dia memesan makanan untuk kami.

Selama menunggu pesanan kita hanya diam. Aku tak tahu harus berkata apa sementara dia sendiri hanya diam menatapku dengan intens.

"Sekarang gue punya hak sepenuhnya atas lu." Ujarnya memecah keheningan di antara kami.

Baru saja aku ingin menanggapi ucapannya itu tiba-tiba saja pesanan kami sudah datang.

Aku melirik Kak Ar yang ternyata hanya memesan jus saja. "Kok kakak gak mesen makanan?" Tanyaku.

"Gue udah makan tadi. Sono lu habisin tuh makanan." Jawabnya seadanya.

Aku mengikuti perintahnya itu aku pun langsung memakan nasgor yang ada di hadapanku ini dengan lahap.

Setelah menghabisi semuanya hingga tak tersisa aku meminum jus jerukku hingga tinggal setengah.

Mungkin ini efek lapar yang ku tahan sejak tadi yeh hihihi. Aku menyanderkan punggungku pada sanderan di kursi.

"Udah selesai kan. Gue anterin lu pulang udah malem." Ajaknya. Dia pun beranjak dari duduknya.

Aku pun mengikutinya sebelum itu dia membayar pesanan kami yang tadi. Aku jadi berasa gak enak sudah beberapa kali ini Kak Ar yang membayar makananku.

"Makasih kak." Ujarku tulus.

Dia hanya bergumam saja lalu kita pun melanjutkan perjalanan. "Kak sampai kapan permainan ini berlangsung?" Tanyaku akhirnya dengan pandangan tetap lurus ke depan.

Dari ekor mataku aku melihat Kak Ar melirikku sekilas. "Lu ikuti aja permainan ini." Jawabnya.

Aku menghela nafas berat. "Seterah dah gue juga udah capek nanya. Gak Kak Antha gak lu sama aja dah jawabannya. Capek gue udah yang mau nanya lagi." Ujarku mengeluarkan uneg-unegku tak peduli dengan status dia sebagai kakak kelasku. Bodoh amat dah.

"Lu ternyata bisa secerewet itu yeh." Ujarnya sedikit menyindir sikapku tadi.

Aku memanyunkan bibirku. "Emang." Jawabku ketus. Bodoh amat dah aku sudah capek menghadapi permainan ini.

Dia hanya diam hingga kami telah berada di depan pintu rumahku. "Sono masuk." Perintahnya.

Dengan langkah kesal aku pun melangkah masuk tetapi sebelum aku meraih gagang pintu tiba-tiba saja dia mencekal pergelangan tanganku.

Aku menatapnya dengan tatapan bertanya. "Bibir lu jangan manyun mulu ntar setan di kepala gue beraksi." Ujarnya yang membuatku bingung.

"Dan hati-hati yeh selamat mendapat sambutan hangat dari kakak tercinta lu." Ujarnya lagi yang membuatku langsung memikirkan Kak Antha.

####

Tbc

Jangan lupa vote and comment yah




My Perfect Bad Boy#Wattys2018 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang