Entah apa yang sebenarnya terjadi pada diriku. Logika serta hatiku tak sejalan lagi. Logikaku mengatakan aku harus menjauh dari dia, namun entah mengapa hatiku berkata sebaliknya. Kamu bodoh Aretha! seharusnya kamu mengikuti logikamu. Seandainya kamu mengikuti logikamu, kamu tidak akan pernah berada disituasi ini. Seharusnya kamu menjauh darinya. Seharusnya kamu tidak bermain-main dengan api. Tapi apa dayaku, saat ini aku diapit oleh jurang kematian yang kapan saja akan menjemputku. Jadi percuma aku memilih diantara dua pilihan itu karena aku tahu kedua pilihan itu akan menghantarkanku ke dalam jurang kematian. Ingin aku berteriak di hadapan mereka, bahwa aku bukanlah sebuah boneka yang bisa dipermainkan sesuka hati mereka dan akhirnya dibuang begitu saja ketika mereka sudah mencapai tujuan mereka tanpa menghiraukan perasaanku.
"Angkat kepala lo!" suara yang tajam dan dingin membuyarkan lamunanku dan membuatku seketika mengangkat kepalaku.
Di sana aku melihatnya sedang duduk dengan tatapan mata yang tajam dan dingin. Ingin rasanya aku lari dari situasi ini tetapi aku tahu resiko yang kudapat jika aku lari dari situasi ini.
"Lo ada di pihak siapa!?" tanyanya dengan nada yang tajam.
Pertanyaannya itu membuat tubuhku menegang. Lidahku kelu. Tak mampu mengatakan satu kata pun. Aku takut perkataanku akan berdampak fatal.
"Kalo gue tanya tuh di jawab!" tubuhku semakin bergetar ketakutan. Air mataku mulai menggenang dan siap untuk membasahi pipiku.
PRANG
Aku melihat nafas Kak Antha semakin memburu apalagi saat tadi dia memecahkan vas bunga yang berada di sampingnya. Dan akhirnya cairan yang selama ini kutahan pun jatuh membasahi pipiku dan entah mengapa cairan itu semakin deras mengalir bahkan tanpa kusadari aku mengeluarkan isakan.
Dengan pandangan yang mulai memburam karena cairan yang terus mengalir, aku melihat Kak Antha berjalan menuju ke tempatku dengan aura yang menakutkan. Dan akhirnya saat ini dia telah berada di hadapanku dengan kedua tangan yang memegang kedua bahuku dengan erat dan badan yang sengaja dibungkukkan agar sejajar dengan diriku.
"Jawab pertanyaan gue my little girl!" aku merasakan bahuku diremas olehnya dan itu membuatku meringis.
"JAWAB!"
"A...ku gak tau kak," jawabku akhirnya walaupun aku tahu ini bukanlah jawaban yang diinginkan oleh Kak Antha.
Aku memejamkan mata. Aku bersiap-siap untuk kejadian selanjutnya. "Jangan pernah nyesel dengan pilihan lo itu," ujarnya dingin dan aku merasakan tidak ada lagi remasan di bahuku dan aku mendengar suara derap kaki melangkah menjauhi tempat ini.
Dengan ketakutan aku berusaha membuka mataku dan ternyata aku mendapati Kak Antha yang berjalan menjauhi atau tepatnya meninggalkanku di tempat ini. Tubuhku serasa lemas dan akhirnya aku menumpahkan cairan itu lagi dengan lebih deras bahkan isakanku semakin keras.
Mama papa Aretha capek. Sampai kapan Aretha harus begini. Aretha capek. Apakah Aretha mampu bertahan dengan keadaan seperti ini. Sebenarnya ingin sekali Aretha menyusul kalian.
Flashback
"Kak sebenarnya kita mau kemana?" tanyaku saat kita berada di parkiran.
Bukannya menjawab, Kak Ar malah menyodorkanku helm dan aku pun memakainya tetapi tubuhku tetap diam saat dia menyalakan mesin sepeda motornya. "Mendingan lo cepetan naik! dan soal kita bakal kemana, lo bakal tau ntar."
Aku menghela nafas berat dan dengan terpaksa aku menuruti perkataanya itu tanpa mengetahui tujuan kita sebenarnya mau kemana. Detik pun berganti menit dan akhirnya kita pun sampai di sebuah tempat yang membuat tubuhku menegang kaku.
Belum sempat aku bersuara, Kak Ar terlebih dulu menarik tanganku untuk berjalan mengikutinya. Mungkin dia belum sadar tanganku sudah berkeringat dingin bahkan aku merasakan kakiku lemas tak bertenaga.
Akhirnya kita pun sampai di salah satu makam yang menjadi tujuan dari Kak Ar. Aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tubuhku bergetar hebat bahkan tak terasa buliran air mata membasahi pipiku. Dalam pandangan buramku aku melihat Kak Ar berdoa, tetapi aku tak memerhatikannya karena pikiranku berkelana ke sebuah kisah di masa lalu yang semakin membuat air mataku mengalir deras.
Tak tahan dengan semua tekanan ini pun aku memutuskan untuk meninggaklan Kak Ar. Entah kemana langkah kakiku akan menuju bahkan tanpa sadar aku menabrak seseorang di hadapanku yang sedang membawa bunga tulip yang indah. Seketika itu pandangan kami pun beradu. Selama beberapa detik hanya keheningan yang menyelimuti kami. Tatapan dingin nan tajamnya seakan menusuk jantungku. Entah apalagi yang akan terjadi di tempat ini.
Dengan kasar dia menarik tanganku untuk keluar dari TPU ini. saat kita berada di luar, dia menghempaskan tanganku dengan kasar. "Apa yang lo lakuin di sini!?" bentaknya padaku.
"Udah gue peringati sejak awal jangan sekali-sekali lo nginjakin atau ngunjungi makam mereka!" tubuhku semakin bergetar ketakutan.
Inilah alasanku untuk segera keluar dari tempat ini, Tetapi ternyata Tuhan mempunyai rencana lain. Aku pun dipertemukan dengan dia. Aku takut dengan segala kemungkinan yang akan terjadi setelah aku melanggar salah satu peraturannya itu.
"Gue peringatin-"
"Apa yang lo lakuin di tempat ini dan apa yang lo lakuin dengan pacar gue," ujar Kak Ar yang tiba-tiba saja berada di tengah-tengah kami.
"Bukan urusan lo Air Nakhla Rahaja!"
"Ini jadi urusan gue Anthariksa Reinaldy karena tadi gue lihat lu ngebentak adek lo sendiri," ujar Kak Ar menekankan kata adek pada perkataannya itu.
Aku melihat wajah kak Antha yang semakin memendam kemarahan. "Itu hak gue sebagai kakaknya dan lo gak berhak ikut campur karena lo hanya orang asing," balas Kak Antha yang memicu kemarahan Kak Ar.
"Lo pasti pikun. Gue adalah pacar dari adek tersayang lo jadi gue berhak ikut campur!"
Aku yang berada di tengah mereka merasa cemas berada disituasi ini. "Sekarang lo ikut gue pulang." Kak Antha menarik tanganku.
Tetapi ternyata sebalah tanganku yang lain di tarik oleh Kak Ar. Dan aku sangat tidak menyukai situasi ini. "Lepasin tangan adek gue!"
Kak Ar menatap tajam Kak Antha. "Gak akan," Ujar Kak Ar yang memicu kemarahan dari Kak Antha.
Dan saat Kak Antha ingin melayangkan tinjunya pada Kak Ar, dengan segera aku menghadangnya sebelum acara tinju-meninju terjadi di tempat ini.
"Stop it!" teriakku dan seketika pandangan mereka tertuju padaku.
"Aku pulang bareng Kak Ar," ujarku pada akhirnya sebelum suara dari mereka keluar.
Aku melihat Kak Ar menyerigai. "Ternyata adek lo memilih pilihan yang tepat," ujarnya yang membuat tubuhku menegang. Setelah itu dia membawaku pergi dari tempat itu.
Yah Kak Ar membawaku pergi dengan kenyataan yang menghatamku. Entah mengapa aku semakin takut dengan pilihan yang tadi ku pilih. Jujur saja aku refleks mengatakan itu tanpa mengetahui resiko besar yang akan terjadi di kemudian hari. Aku merasakan sejak memutuskan pilihan yang tak sengaja aku pilih, maka permainan sesugguhnya akan dimulai.
####
Wah akhirnya aku update lagi. mumpung ada ide hehehe
Perlahan-lahan masalah yang ada mulai bertemu titik terangnya dan kalian jangan bosen-bosen yah baca ceritaku
Sorry typo bertebangan dan jangan lupa vote+comment
See u next chapter

KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Bad Boy#Wattys2018
Teen Fiction"Mulai hari ini lu harus jadi pacar gue dan jangan sekali-kali ngebantah gue!" - Air Nakhla Rahaja "Hidup gue berubah sejak hari itu." - Aretha Nathania Reinaldy "Apa gue harus ikhlasin dia?" - Afkar Reymon Fidelyo ---------------------- Bagaimana j...