Aku menoleh mencari sumber suara itu. Dan tepat di sana berdiri si kakak Osis itu. Dia menatap tajam mereka yang menggangguku. "Heh emangnya siapa lu! Sok berani amat!" Ujar cowok yang berada di sampingku.
"Gue cowoknya. Mendingan kalian minggat deh daripada ntar bonyok." Ujar kakak Osis itu dengan tenang tetapi dengan sorot mata yang menajam.
"Ck ck bacot lu. Heh serang dia!" perintah cowok di belakangku.
Dan akhirnya mereka menyerang si kakak Osis itu. Menurutku pertarungan kali ini tidak adil karena 1 orang melawan 5 orang. Itu bukan pertarungan yang seimbang. Tapi di sini aku melihat si kakak osis itu masih tenang saja waktu dia di kepung oleh kelima pemuda itu. Mereka langsung menghajar si kakak osis itu sayangnya tiap serangan yang mereka lakukan dapat ditepis oleh kakak osis itu.
Dan langsung saja si kakak osis itu menghajar mereka satu persatu dimulai dari pemuda yang memiliki tubuh paling pendek di sana. Dia menonjok wajah orang itu dan membuat orang itu tersungkur di tanah. Setelah itu dia juga menghajar satu persatu dari mereka hingga tersisa satu orang yang kuyakini adalah ketuanya. Aku melihat nafas dari keduanya yang sangat tidak beraturan.
"Mendingan lu kabur aja dah daripada lu mati di sini. Inget gue kagak main-main!" Ancam si kakak osis itu dengan nada yang membuat bulu kudukku berdiri.
"Bacot lu anak kecil!" Tiba-tiba saja cowok itu menyerang dengan pisau yang digenggamnya.
Untungnya si kakak osis itu dapat menangkis serangan cowok itu dan hebatnya si kakak osis itu berhasil merebut pisau yang dipegang oleh lawannya. Sekarang dia menelintir tangan si lawannya setelah itu dia mendekatkan pisau pada leher cowok itu.
"Banci lu! Mendingan kalian pergi dari sini daripada gue bunuh lu semua dan satu lagi jangan ganggu cewek gue!" Ancam si kakak osis itu.
Mereka pun pergi dari tempat itu dengan luka dimana-mana. Kemudian si kakak osis itu menghampiriku. Dia menyodorkan botol air mineral padaku. Aku tidak tahu dengan pasti dia mendapatkannya darimana.
"Nih minum dulu. Muka lu pucet amat." Aku menerima air mineral itu.
Aku langsung meminumnya dengan rakus. Entah mengapa aku seolah merasa haus sekali. "Gue anterin lu pulang." Ujarnya tiba-tiba.
Mataku melotot karena mendengar ucapannya. "Yang bener kak?" Tanyaku untuk memastikan.
"Hm."
"Yeh akhirnya gue bisa pulang." Teriakku spontan bahkan aku lansung lompat-lompat gaje.
"Upss sorry kak."
"Yaudah yuk naik ke sepeda motor gue." Dia langsung mengajakku naik ke sepeda motornya.
Dengan senang hati aku langsung naik ke sepeda motor sportnya itu bahkan tanpa malu-malu aku langsung memeluknya dari belakang.
"Eh sorry kak." Ujarku saat sadar apa yang tengah kulakukan . Aku ingin melepas pelukanku tapi anehnya si kakak osis itu malah mencegahnya.
"Jangan dilepas. Mendingan gini aja daripada ntar lu terbang gara-gara dibawa angin, gue juga kan yang repot." Ujarnya yang membuatku manyun.
"Bisa ae lu kak. Gue gak seringan gitu juga kali."
"Iyain aja dah daripada lu ngambek." Ujarnya dan dia langsung menghidupkan mesin sepeda motornya.
"Yeh siapa juga yang.... Argggg kakak osis sialan!" Teriakku saat tiba-tiba dia melajukan sepeda motornya dengan cepat.
Refleks aku langsung memeluknya dengan sangat erat bahkan aku menyandarkan kepalaku di punggungnya itu. Ku rasakan dia terlalu gila dalam melajukan sepeda motornya bahkan selama perjalanan aku berkali-kali mengucapkan istigfar dan semoga saja aku selamat dengan utuh sampai rumah.
"Heh lu tidur yah. Btw rumah lu yang manaan?" Tanyanya.
Saat aku merasakan sepeda motornya melaju dengan normal aku pun mengedarkan pandanganku. Ternyata kami berada di kompleks perumahanku "Lu lurus aja terus ada belokan ke kanan habis itu lu lurus aja. Rumah gue yang di cat putih pager hitam." Jelasku.
Si kakak osis itu hanya mengangguk tanda mengerti. Akhirnya kami sampai juga di rumahku. Aku langsung saja turun dari sepeda motor itu. Kepalaku berasa puyeng saat pertama kali napak tanah.
"Pusing gue gara-gara lu." Ujarku dan dia hanya tertawa.
"Diketawain lagi." Aku berdecak sebal karena ternyata si kakak osis itu menertawakanku.
"Lu lucu tau. Masa naik motor aja lu udah puyeng gini." Ujarnya menyindirku.
"Itu kan salah lu. Suruh siapa bawanya ngebut banget bikin gue jantungan tau."
"Yaelah iye gue minta maaf dah. Eh btw nama lu siapa ?" Tanyanya sambil menatapku dengan pandangan yang entahlah.
"Nama gue Aretha Nathania Reinaldy. Lu bisa panggil gue Retha." Saat aku menyebutkan namaku aku merasa si kakak osis itu seperti kaget tetapi dia mampu mengendalikannya.
"Nama yang bagus. Nama gue Afkar Reymon Fidelyo lu bisa panggil gue Afkar tapi kalau lu mau panggil gue dengan sebutan ayang juga kagak apa-apa sih malahan gue seneng." Ujarnya ditambahin dengan gombal recehnya.
"Gaje lu. Eh makasih yah tadi udah nyelamatin gue terus lu udah nganterin gue dengan selamat sampai rumah walaupun lu sempet bikin gue jantungan." Ujarku tulus sambil menunjukkan senyuman termanisku.
"Santai aja kali lu kan adek kelas gue. Yaudah gue duluan yah."
"Ehh lu kagak mau mampir?" Tawarku.
Sejenak dia menatap rumahku lalu dia alihkan tatapannya padaku. "Ngak makasih gue duluan aja."
Dia memasang helmnya dan bersiap-siap pergi. "Eh btw rumah lu bagus yah." Ujarnya sedikit aneh dan setelah mengucapkan kalimat itu dia pun pergi begitu saja.
Aku mengedikkan bahuku lalu aku berjalan menuju rumahku. Sekarang sudah jam 5, mungkin kakakku sudah pulang. Mungkin juga dia mengkhawatirkanku tunggu kok aku bisa mikir ke situ boro-boro khawatir peduli aja kagak tuh.
"Dari mana aja lu pulang-pulang bareng cowok!"
####
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Bad Boy#Wattys2018
Teen Fiction"Mulai hari ini lu harus jadi pacar gue dan jangan sekali-kali ngebantah gue!" - Air Nakhla Rahaja "Hidup gue berubah sejak hari itu." - Aretha Nathania Reinaldy "Apa gue harus ikhlasin dia?" - Afkar Reymon Fidelyo ---------------------- Bagaimana j...