Aku menatap gadis kecil itu dengan bingung. Memang benar aku seperti melihatnya apalagi aku sedikit terkejut dengan ucapannya tadi.
Aku berusaha mengingat-ingat lagi. "Kamu gadis kecil yang negur kakak waktu itu yah?." Tanyaku untuk memastikan.
"Iya kak aku yang waktu itu negur kakak waktu kita ketemu di Singapura." Jawabnya lagi dengan nada bahagia.
"Huaaa Anya senang bisa ketemu kakak cantik lagi." Ujarnya lagi sambil menghambur ke pelukanku.
Aku pun juga ikut memeluknya. Aku terkekeh saat melihat reaksi gadis kecil ini. Entah mengapa aku juga ikut bahagia. Dia itu gadis kecil yang manis.
"Ehem." Aku mendengar Kak Ar berdehem.
Aku menoleh padanya yang ternyata sedang menatapku dengan tajam. Aku merutuki diriku sendiri saat lupa tujuanku ke sini eh sebenarnya aku juga tidak tahu mengapa Kak Ar membawaku ke sini.
Akhirnya aku pun melepaskan pelukan kami. Gadis kecil itu memberiku senyuman termanisnya. Aku pun membalas senyumannya itu.
Aku mencubit pipinya dengan gemas. Aku melihat dia mengerucutkan bibirnya itu yang membuatku terkekeh kecil.
"Ihh kakak cantik kok nyubit Anya sih. Sakit tau." Ujarnya dengan wajah imutnya.
"Kamu imut sih jadi pengen kakak jadiin boneka di kamar deh biar bisa dicubitin mulu." Ujarku gemas.
"Ehem." Aku pun segera menoleh pada Kak Ar yang saat itu tengah menatapku intens.
Aku memahami arti tatapannya itu. "Eh kakak ada urusan bentar kamu main aja dulu sana. Nanti kita main bareng deh." Ujarku sambil menatap lembut gadis kecil ini.
"Oce kakak cantik. Anya main dulu yah di taman." Ujarnya lalu setelah itu dia berlari menuju taman.
Aku tersenyum kecil saat melihat dia berlari menuju taman.
"Gue kira dramanya gak bakal selesai." Ujar Kak Ar dingin lalu dia berjalan melewatiku.
Aku pun hanya diam karena tidak tahu harus melakukan apa. aku melihatnya berjalan menaiki tangga.
Saat berada di anak tangga ketiga dia menoleh padaku dengan mengerutkan dahinya itu.
"ngapain lu masih diam di situ." Ujarnya yang membuatku mengerti.
Aku pun mengikuti tiap langkahnya itu. Hingga akhirnya kita berhenti di sebuah pintu.
Aku pun mengikuti langkah Kak Ar untuk memasuki ruangan itu ternyata adalah sebuah kamar.
Aku mengedarkan pandanganku pada seluruh penjuru kamar ini. Kamar ini didominasi warna hitam dan abu-abu yang memberi kesan maskulin pada kamar ini.
Apalagi perabotan di ruangan ini sangat lengkap. Aku melihat ada sebuah tv yang betukuran besar, kulkas kecil yang ada di pojok ruangan serta sofa yang terdapat di depan tv.
"Ini kamar gue." Ujarnya. Pantas saja aura kamar ini sama dengan pemiliknya.
Kemudian dia berjalan pada rak buku yang terdapat di sana. Dia mengambil sebuah buku lalu berjalan ke arahku.
"Nih buku lu." Dia menyodorkan buku itu yang ternyata novel yang dipinjemnya beberapa hari yang lalu.
Aku menerima novel itu. Jadi dia mengajakku ke rumahnya hanya untuk mengembalikan novel itu. Aku bingung kenapa dia tidak membawanya ke sekolah saja.
"Jadi kakak ngajak gue ke sini cuma buat ngembaliin novel ini. Kenapa gak di sekolah aja?" Aku mengutarakan pendapatku tadi.
Dia menatpku dingin. Aku jadi ngeri dibuatnya. "Itu terserah gue. Lu ikutin aja permainan gue."
Tuh kan permainan lagi. Refleks aku menundukkan kepalaku. Aku sadar aku ini hanya dipermainkan oleh dua orang dan saat ini permainan itu tengah berlangsung.
Aku sadar semakin aku ikut andil di permainan ini maka semakin sering juga aku merasakan resiko dari permainan ini.
Salah satu resikonya yang jelas itu berdampak pada hatiku. Sebenarnya aku capek dipermainkan seperti ini apalagi aku tak tahu akar permasalahan dari permainan ini. Dan satu lagi mana ada wanita yang mau hatinya dipermainkan.
"Sebenarnya gue mau nunjukin sesuatu ke lu tapi tuh anak sialan malah ada di sini." Ujarnya dengan dingin.
Aku mengeryitkan dahiku saat ada yang tidak beres dengan ucapannya tadi. Siapa yang dimaksud anak sialan itu kok kelihatannya ada nada benci.
Apa jangan-jangan yang dimaksud dia itu. " Maksud kakak gadis manis yang meluk kakak tadi tah?" Tanyaku hati-hati.
Beberapa saat dia menatapku dengan dingin lalu dia mengalihkan tatapannya itu. "Hm." Gumamnya.
Walaupun hanya bergumam tak jelas tetapi itu sebagai jawaban dari pertanyaanku tadi.
"Kok kakak kayaknya benci banget sama dia. Emangnya dia siapanya kakak?" Tanyaku mulai penasaran.
"Bukan urusan lu ! Satu lagi lu gak perlu sok ikut campur karena lu itu bukan siapa-siapa!" Ujarnya dingin.
Jleb. Perkataannya itu sangat menohok hatiku. Entah mengapa aku merasakan ada yang seakan-akan meremas hatiku.
Perasaan ini seperti saat aku melihat tatapan benci dari Kak Antha. Tetapi entah mengapa ini jauh lebih sakit. Apalagi saat dia mengatakan kata itu.
Aku sadar aku hanyalah sebuah umpan yang artinya aku bukanlah siapa-siapanya. Walaupun statusku pacarnya tetapi itu bukan berarti aku memiliki ruang tersendiri di hatinya.
Aku seharusnya sadar dan tidak terlalu menanggapi permainan ini. Tapi apalah dayaku yang hanyalah seorang gadis biasa dan tak dapat dipungkiri jika bila suatu hari aku jatuh ke lubang yang dalam.
"Gue anterin lu pulang." Ujarnya dingin sambil menarik kasar tanganku.
Aku hanya pasrah saat dia menarik tanganku dengan kasar. Sesekali aku meringis kesakitan karena cengkramannya pada tanganku sangat kuat.
####
Tbc
Mumpung ada ide update lagi deh hihihi
Jangan lupa vote and comment yeh 😄
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Bad Boy#Wattys2018
Teen Fiction"Mulai hari ini lu harus jadi pacar gue dan jangan sekali-kali ngebantah gue!" - Air Nakhla Rahaja "Hidup gue berubah sejak hari itu." - Aretha Nathania Reinaldy "Apa gue harus ikhlasin dia?" - Afkar Reymon Fidelyo ---------------------- Bagaimana j...