BAB 15

5.1K 217 0
                                    

"Ret sekarang kita mau nonton apa ?" Tanya Fay saat kita telah sampai di kamarnya itu.

Aku menjatuhkan tubuhku pada kasur miliknya. "Serah lu ajalah Fay."

Fay nampak berpikir. "Gimana kalau kita nonton beauty and the beast aja. Gue pengen liatin kakak gue si emma watson itu."

Aku mengganti posisiku menjadi duduk. "Dari mana juga miripnya lu ama emma watson. Lu mah sok ngaku-ngaku adiknya." 

Sepertinya sebentar lagi si drama queen akan beraksi. "Udah lu kagak usah mulai dah drama queen nya. Mendingan kita langsung aja nonton Beauty and The Beast nya." Ujarku mengintrupsi saat Fay ingin memulai dramanya.

Fay menuruti ucapanku. Dan kita pun duduk di karpet yang tersedia di kamarnya itu dan jangan lupa dengan cemilan yang berada di samping kita. 

Aku dan Fay tengah serius menonton film yang diputar saat ini. Aku jadi berpikir bagaimana jika kisahku itu seperti film ataupun novel. Dimana endingnya itu bahagia tetapi dibalik ending itu masih ada cerita yang belum dituntaskan. Sama halnya seperti realitas yang ending dari kisah kita itu masih abstrak karena saat ini kita hanyalah tokoh yang bermain dalam skenario yang dibuat oleh tuhan.

Karena tuhanlah yang menentukan sementara manusia hanya bisa berusaha dan tentunya ada sebagian manusia yang berkomentar. Hidup itu sebenarnya simple hanya saja kitanya aja yang membuatnya ribet.

"Ret gue jadi ke pengen kisah gue tuh kayak di film-film gitu." Tiba-tiba saja Fay berujar yang membuatku meliriknya sekilas lalu aku kembali memusatkan pandanganku pada film yang di putar.

"Sebenarnya kita tuh tokoh yang bermain di suatu cerita yang di ciptain tuhan sama seperti film gitu tetapi bedanya itu mereka mengetahui ending dari cerita itu sementara kita tidak mengetahui ending dari cerita yang kita mainkan."

Fay menoleh padaku dengan raut kebingungan. "Kok bisa gitu?" Tanyanya.

"Itu udah takdir. Lu tau kan waktu kita masih di dalam kandungan waktu hari ke 120, tuhan sudah memberi kita ruh dan juga waktu itu tuhan sudah menentukan jodoh, umur maupun rezeki kita. Nah kita sebagai manusia hanya bisa berusaha tetapi semua itu sudah ada yang mengaturnya," Jelasku tiba-tiba bisa bijak begini.

Prok prok prok

Fay bertepuk tangan saat mendengar penjelasanku itu. "Gue gak nyangka ternyata lu dewasa juga yeh Ret."

Aku tersenyum kecil padanya. "Umur gue baru 15 tahun kali. Lagian gue gak sedewasa itu juga kali."

"Yaelah untung aja lu dewasa ke arah positif bukan hal yang negatif hihihihi." Ujar Fay sepertinya sambil menahan tawa gitu.

Aku menatpnya curiga. Aku menjitak keepalanya. "Aww sakit tau Rethaku sayang." Ujarnya sambil memegangi kepalanya itu.

"Makanya otak lu lain kali cuci pakai rinso biar kagak ada noda kotor di otak lu itu."

Dia hanya menyengir. "Gue kagak ngerti lu ngomong apaan. Emangnya otak gue sekotor itu sampai harus pakai rinso segala." Ujarnya sambil menampilkan tampang sok polosnya.

"Udahlah gak usah sok polos gitu. Mendingan kita lanjut nonton ae."

***

"Thanks yah Fay udah ngasih gue tumpangan hehehehe." Ujarku pada Fay saat kita berada di koridor kelas sepuluh.

"Sans aja lah lagian kan gue yang nyuruh lu nginap di rumah gue. Sekalian kita berangkat bareng elah."

"Eh habis ini langsung ke lapangan kan? bentar lagi upacara." Tanyaku setelah tadi aku melihat jam tanganku yang hampir menunjukkan jika sebentar lagi akan berlangsung upacara.

"Eh iya pantas aja tadi di gerbang ada yang lari-lari segala kok gue baru nyadar yeh." Ujar Fay dengan tampang polosnya.

"Yelah yaudah yuk kita buruan aja ke kelas." Ajakku dan akhirnya kita mempercepat langkah kita menuju kelas kita.

Saat kita sudah sampai di sana. Aku melihat ada seseorang yang duduk di bangku ku. Kita mendekatinya secara perlahan.

"Kenapa lu gak angkat telfon gue?" Ternyata cowok itu adalah Kak Ar.

Sekarang dia menatapku dengan tatapan tajamnya. "Itu kak hp gue tadi di silent, jadi gue gak tau kalau kakak nelfon gue." Jawabku jujur.

Dia hanya diam lalu dia berjalan meninggalkan kelas kami tanpa sepatah katapun yang keluar dari bibirnya itu. Aku jadi bingung dengan sikapnya itu. Aku tak tahu harus bersikap bagaimana padanya. Jujur saja aku bingung dengan sikapnya yang berubah-ubah begitu. 

"Ret jangan terlalu dipikirin. Mendingan kita ke lapangan aja yuk bentar lagi kan upacara." Setelah menghela nafas berat kami pun pergi menuju lapangan.

Setelah upacara selesai kami mampir dulu ke kantin itu pun karena ajakan si drama queen alias si Fay itu. Dari pada aku mendengar ocehan si drama queen yang tak akan ada habisnya mendingan aku menuruti ucapannya itu.

Aku menunggu Fay yang sedang memesan makanan. Aku mengecek notif wattpadku siapa tahu aja itu notif dari novel yang ku tunggu. Saat aku ingin membacanya tiba-tiba saja ada seseorang yang merebut hp ku.

"Ternyata lu suka yang beginiian yah." Aku mendongak untuk melihat sang tersangka.

"Kak Afkar ngapain disini? balikin hp gue." Tanyaku sambil meminta dia mengembalikan hp ku.

"Nih gue balikin hp lu." Dia menyodorkan hp ku itu dan langsung saja aku mengambilnya.

Aku melihat dia masih diam sambil memperhatikanku. Aku jadi risih dibuatnya. "Kak Afkar ngapain masih di sini."

"Tugas gue belum selesai kali." Ujarnya yang membuatku mengerutkan kening tanda tak mengerti.

"Tugas apaan ?" Tanyaku penasaran.

Dia mendekatkan wajahnya padaku sementara aku sendiri masih diam bahkan aku tak menyadari banyak orang yang sedang memperhatikan kami. "Tugas buat mastiin lu aja. Ini amanat dari pacar lu itu." Bisiknya.

####

Tbc

My Perfect Bad Boy#Wattys2018 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang