BAB 26

3.9K 154 1
                                    

"Ret lu mau beli apa?" Tanya Kak Afkar padaku.

Aku menatapnya bingung. "Lah kok gue bukannya kakak yang mau beli yah."

Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ya siapa tau aja lu mau beli apa tuh kek." 

Aku hanya mengangguk paham. "Kayaknya gak ada deh kak. Cemilan gue masih banyak di rumah."

"Kak udah selesai tah belanjanya?" Tanyaku sambil melirik barang belanjaanya itu

"Kayaknya udah deh. Mendingan lu tunggu di luar ntar gue nyusul." Ujarnya. Dia berjalan menuju kasir.

Aku pun menuruti ucapannya itu. Aku menunggunya di luar. Aku menendang kerikil kecil yang berada di hadapanku mungkin inilah salah satu kebiasaanku jika merasa suntuk saat menunggu.

Aku tersentak kaget saat merasakan pipiku yang dingin karena ditempeli sesuatu. Aku menoleh ke samping dan mendapati Kak Afkar sedang tersenyum padaku sambil memegang dua ice cream dan tentunya barang belanjaannya itu.

"Nih ice cream tanda terimakasih karena lu udah mau nemenin gue." Dia menyodorkan ice cream padaku.

"Yaelah thanks yeh kak." Ujarku sambil menerima ice cream giru.

"Eh Ret kalau kek gini gue jadi keinget sama iklannya cornetto tuh yang pdkt gitu pake ice cream juga. Sayangnya pdkt tuh gak semudah kek iklan di tv itu kan." Ujarnya padaku sambil terkekeh geli.

"Yaelah kak hidup tuh gak seindah iklan di tv ataupun di novel gitu. Ini realitas bukan ekspetasi." Jawabku sambil menampilkan senyuman terbaikku.

"Yaelah dasar lu yeh bijak juga elah." Ujarny sambil mengacak-ngacak lagi rambutku.

Deg. Jantungku berdetak cepat lagi. Kenapa sih Kak Afkar bisa bikin jantungku kayak gini padahal kan sebelumnya aku tuh biasa aja kayak gini jadi bingung dah aku.

Aku mendengar alunan lagu bad things. Dengan segera aku mengambil hp ku dari saku celanaku. Ternyata itu telfon dari Kak Antha. Sekarang aku merasa cemas aku takut dia marah karena aku keluar rumah tanpa seizin dia.

"Halo."

"Lu Retha kan? To..long Antha di..a."

"Kak Antha kenapa?" Tanyaku dengan cemas saat mendengar suara isak tangis di sebrang.

"An..tha ada di rumah saki." Jawabnya. Seketika aku langsung menjatuhkan ice creamku itu.

"Dia kenapa? Kenapa dia ada di rumah sakit?" Tanyaku lagi dengan nada cemas.

"Di..a ke..na tusuk pisau." Jawab si penelfon itu dengan isak tangisnya yang sepertinya belum berhenti.

"Lu ce..petan ke..sini ntar gue kasih tau alamatnya." 

"Ok gue langsung ke sana." Jawabku lalu aku pun mematikan sambungan itu.

"Si Antha kenapa Ret?" Tanya Kak Afkar.

Aku menatapnya dengan tatapan cemas. "I..tu Kak Antha katanya da di rumah sakit gara-gara ketusuk pisau." Jawabku. Aku merasakan aku sudah tak tahan untuk membendung air mataku lagi.

"Yaudah gue anterin lu ke rumah sakit. Lu tunggu di sini gue mau ambil sepeda motor dulu." Ujarnya lalu dia pun langsung berlari untuk mengambil sepeda motornya itu.

Tak selang berapa lama aku melihat Kak Afkar datang dengan membawa sepeda motornya itu.

Aku segera naik ke boncengannya itu tetapi sebelum itu aku memberitahunya alamat rumah sakit yang di kirim oleh si penelfon tadi.

Selama perjalanan aku hanya bisa menangis dalam diam. Aku sangat mengkhawatirkan keadaan kakakku dan pikiranku saat ini hanya tertuju padanya. Satu nama yang membuatku seperti ini. Kak Antha.

Setelah sampai di tempat itu aku dengan segera berlari menuju tempat Kak Antha. Aku melihat di sana ada seorang cewek yang terduduk dengan kepala menunduk dan bahunya bergetar. Aku yakin dia sedang menangis.

"Gi..mana keadaan Kak Antha?" Tanyaku yang membuat cewek itu mendongakkan kepalanya.

Dan benar saja dia sedang menangis. "Kamu Aretha adiknya Antha?"Tanyanya balik.

Aku mengangguk. "Dia masih ditanangi oleh dokter." Jawabnya menjawab pertanyaanku yang tadi.

Saat aku ingin menanyakan kenapa Kak Antha samapai begini tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka menampakkan seorang dokter yang menanangi Kak Antha.

"Dok gimana keadaan kakak saya?" Tanyaku.

Dokter itu menatapku. "Alhamdulillah keadaan kakak kamu baik-baik saja. Luka tusukannya tidak terlalu dalam jadi kami masih bisa menyelamatkannya." Jelasnya yang membuat aku bernafas lega.

"Terimakasih dok atas semuanya." Ujarku tulus.

"Iya sama-sama tetapi kakak kamu harus istirahat total jangan terlalu banyak bergerak karena lukanya itu belum kering." Jelasnya aku pun mengangguk mengerti.

"Kalau begitu saya tinggal dulu. Kalian boleh menjenguk dia." Pamitnya dengan senyum tulus.

Aku pun membalas senyumannya itu. Setelah itu aku langsung memasuki ruangan itu. Di sana aku melihat Kak Antha sedang terbaring lemah. Aku duduk di kursi yang berada di sampingnya dan tanganku menggenggam tangannya.

Tanpa terasa air mataku jatuh saat melihat kondisi Kak Antha saat ini. Aku tersenyum getir padahal biasanya aku melihat raut dingin dan tatapan tajamnya setiap hari tertuju padaku tetapi lihatlah sekarang dia tidur dengan damai.

"Kak Antha maafin Aretha." Seketika penyesalan itu muncul lagi di dalam diriku.

Aku takut kehilangan Kak Antha. "Kak Antha harus sembuh yah." Ujarku.

"Ret maafin gue yah. Gara-gara gue si Antha kek gini." Uajr seseorang.

Aku pun langsung menoleh pada sumber suara itu. Ternyata itu suara cewek tadi. "Lu siapa?" Tanyaku padanya.

"Gue Allena temen kakak lu itu." Jawabnya.

"Tadi dia nolongin gue yang hampir aja dirampok sama preman terus salah satu dari mereka nusuk si Antha dengan pisau yang dia bawa." Jelasnya inti dari kejadian itu.

"Kakak pasti cewek yang spesial yah." Ujarku sambil tersenyum padanya.

"Hah?!" Dia menatapku kaget.

"Ya gitu kan biasanya Kak Antha cuek dan dingin banget sama cewek eh ternyata dia mau nolongin kakak juga." Ungkapku memang apa adanya karena setahuku Kak Antha paling malas berurusan sama makhluk hidup berjenis kelamin cewek .

"Iya juga sih dia aja di sekolah Ya Allah dinginnya mina ampun malah nih yah Ret gue nyangkanay dia homo tau." Ujar Kak Allena sambil menatap Kak Antha.

Aku hanya terkekeh geli saat mendengar ucapannya itu.

####

Tbc

Awas typo bertebangan




My Perfect Bad Boy#Wattys2018 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang