BAB 45

1K 39 2
                                    

"Bunda Kak Ar ateng,"teriaknya dan langsung menghambur pada wanita setengah baya di hadapan kami.

Aku tersenyum saat wanita setengah baya itu menatap kami. "Ar sudah lama kamu tidak kemari dan siapa yang sedang bersamamu?" tanya wanita setengah baya itu sembari tersenyum kepada kami.

Aku melihat Kak Ar tersenyum lalu dia mengajakku untuk lebih mendekat pada wanita itu. "Kenalin ini Aretha bun," ujar Kak Ar memperkenalkanku.

Wanita setengah baya yang disebut oleh kak Ar dengan sebutan 'Bunda' tersenyum penuh arti padaku. Dan seakan mengerti tatapan wanita setengah baya di hadapan kami, Kak Ar melanjutkan ucapannya, "Pacar Ar, Bun." dan tentu saja pernyataannya itu membuatku terkejut.

Aku melirik hati-hati pada wanita setengah baya di hadapan kami yang ternyata menampilkan senyuman lebar di wajahnya yang keriput. "Oh iya Bunda sampai lupa menyuruh kalian untuk duduk, mari-mari silahkan duduk," ajaknya.

Kami pun menuruti ucapannya. "Nak Aretha satu sekolahan sama Ar?" tanya wanita itu padaku.

Aku tersenyum canggung. "Iya Bun saya satu sekolahan sama Kak Ar, saya adik kelasnya," jawabku sembari tersenyum.

"Oalah, Bunda ikut senang loh Ar akhirnya kamu punya pasangan," ujar wanita itu dengan penuh suka cita dan kami menanggapinya dengan senyuman.

"Oh iya Bun, Ar boleh pinjam toiletnya?" tanya Kak Ar. Wanita itu pun langsung mengangguk. "Iya silahkan saja," jawabnya.

Kak Ar pun berlalu pergi meninggalkan kami. "Ar tidak seburuk yang dipikirkan orang-orang," ujar wanita itu dengan tiba-tiba.

Aku mengerutkan kening lalu sedetik kemudian aku tersenyum manis padanya. "Benar. Dia memiliki hati yang baik walaupun dia jarang untuk menampakkannya tetapi saya tahu bahwa dia adalah orang baik," ujarku membenarkan.

Aku melihat wanita itu terkejut dengan pernyataanku. "Kamu benar-benar orang yang tepat," ujarnya misterius yang mau tidak mau membuatku bingung dengan pernyataannya itu.

Baru saja aku hendak bertanya padanya namun tiba-tiba tanganku ditarik oleh tangan yang lebih kecil. "Kak Leta, pika bocan ayok main," ajak anak kecil yang baru kusadari keberadaannya karena aku terlalu terhanyut dengan perbincangan dengan wanita yang disebut dengan 'Bunda' itu.

Aku tersenyum manis padanya. "Ayok kita main. Kita main sama teman-temanmu." aku pun mengiyakan ajakan anak kecil di hadapanku ini. Aku tahu sedari tadi dia bosan mendengar percakapan orang yang lebih dewasa darinya.

Dia pun tersenyum manis padaku, lalu dia menarik tanganku untuk mengikutinya. Kami berjalan menuju halaman depan. Kulihat di sana banyak anak-anak sebayanya. Dia memperkenalkanku pada mereka dan sungguh senang saat melihat respon positif dari mereka. Aku pun bermain dengan mereka penuh suka cita walaupun terkadang aku harus tersenyum geli saat melihat tingkah lucu mereka saat memperebutkanku untuk bermain dengan siapa.

"Hei ternyata kalian main tidak ngajak kakak yah," ujar seseorang di belakangku sembari tangannya memegangi bahuku.

Dan tentu saja aku beserta anak-anak terkejut saat mendengar suara berat seseorang yang berada di tengah-tengah kami. Kami pun menoleh ke belakang untuk melihat sumber suara tersebut. Aku tersenyum saat mendapatinya. Dia pun bergabung bersama kami dan jujur saja kini perasaanku berbeda 180 derajat saat sebelum aku berada di sini, seakan-akan beban yang kupikul menguap begitu saja tergantikan dengan perasaan yang baru. Jika boleh berharap, aku ingin seperti ini.

Tak terasa kami bermain begitu lama saat tiba-tiba saja sebuah telepon mengganggu keasyikan kami dan membuat aku beserta Kak Ar harus meninggalkan tempat ini. Jujur saja aku tak ingin pergi ataupun pulang karena aku merasa mempunyai sebuah rumah baru di sini, tetapi saat melihat raut muka Kak Ar yang tegang, aku pastikan ada suatu masalah. Kita pun berlalu pergi setelah pamit kepada bunda dan anak-anak lainnya, aku merasa Kak Ar berubah dingin bahkan saat di perjalanan tidak ada sebuah percakapan. Hanyalah beku yang dirasakan. Sebenarnya aku ingin bertanya apa yang sedang terjadi sampai membuat Kak Ar kembali dingin tetapi kuurungkan niatku.

"Gue cuma bisa ngantar lo sampai di sini, apa tidak apa-apa?" tanyanya. Dan kini aku melihat raut khawatir d ibalik dingin sikapnya.

Aku mengerutkan dahiku. "Ada apa kak?" alih-alih menjawab pertanyaannya, aku malah balik bertanya padanya.

Aku melihat tatapannya mulai menajam. "Gue harus pergi. Jangan lupa kunci rapat-rapat apartement dan jangan bukain pintu sama siapa saja kecuali itu gue dan Afkar," ujarnya dingin.

Aku hanya mengangguk. Terlihat dia menghela nafas berat. "Gue pergi, ingat pesan gue tadi." Kak Ar mengusap rambutku dengan lembut dan kemudian dia berlalu dari hadapanku.

Aku pun menghela nafas berat. Ada apa ini?. Batinku. Mengapa aku merasa akan ada sesuatu yang terjadi. Entahlah aku juga bingung dengan keadaan ini. Sesaat aku tersenyum kecil saat mengingat kenangan indah yang kulakuan tadi, aku merasa sangat tenang saat bermain bersama mereka dan aku pun dapat melihat sisi lain dari Kak Ar. Walaupun sebenarnya aku masih bingung dengan tingkah anehnya pada hari ini. Aku merasa Kak Ar berbeda 180 derajat dengan yang selama ini kulihat dan aku merasa dia sedang menyembunyikan sesuatu. Entahlah mengapa perasaanku tiba-tiba saja tidak nyaman. Apakah akan ada sesuatu yang terjadi pada Kak Ar ataupun orang-orang terdekatku.

Aku terus bergelut dalam pikiranku dan tak terasa langkah kakiku membawaku pada apartement milik Kak Afkar. Aku pun berlalu memasuki apartement ini yang ternyata keadaan di dalamnya gelap gulita. Terus saja langkah kakiku membawaku pada kamar Kak Afkar yang telah kupakai selama tinggal di sini.

Baru saja aku menutup pintunya dan tiba-tiba saja ada sesuatu yang mengejutkanku. "Wah wah ternyata adek manisku bersembunyi di sini toh," ujar seseorang di dalam kamar itu dan tiba-tiba saja lampu menerangi ruangan ini.

"Si..apa anda?" tanyaku sarat akan ketakutan.

Bukannya menjawab pertanyaanku, tapi dia malah tertawa dengan begitu keras. Tawa yang terdengar menyeramkan bagiku dan seketika bulu kudukku berdiri. Aku berusaha memutar otak untuk bisa bebas darinya. Perlahan-lahan langkah kakiku bergerak mundur mendekati pintu untuk kabur darinya selagi dia masih sibuk tertawa.

Dengan cepat aku membuka pintu namun tiba-tiba saja. BRAK

"Lo gak akan bisa kabur adek manisku!" jantungku berpacu dengan cepat saat menyadari siapa laki-laki itu.

Kakiku terasa lemas.Bayangan itu pun muncul kembali. Badanku bergetar ketakutan. "Sttt... jangan nangis sayang. Kakak tersayangmu ada di sini kok," ujarnya dan seketika aku merasa akan ada sebuah lubang hitam yang menarikku untuk masuk ke dalamnya.Hingga tak terasa setetes air mataku mulai mengalir dan jujur saja kini kumengharapkan kedatangan seseorang sebelum kemudian aku pun masuk ke dalam lubang itu.

"Kak... An...tha."

####

Wah wah aku comeback lagi nih hehehe 😊

hayoloh penasaran gak kelanjutannya?

Awas typo bertebangan dan jangan lupa vote + comment

Sekedar bocoran, aku akan usahakan rajin up. Jadi terima kasih untuk kalian yang setia menunggu.😎🙏

See u next chapter😊

My Perfect Bad Boy#Wattys2018 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang