Saat ini aku sedang berkeliling di gramedia. Niatnya sih mau beli novel karena stok novelku di rumah sudah habis ku makan semua eh lebih tepatnya sudah kubaca semua. Di tanganku sudah ada 3 novel yang ku pegang, dari sinopsisnya sih kayaknya ceritanya bagus.
Sejenak aku melihat jam tanganku yang sudah menunjukkan jam 4 sore. Aku teringat pesan Kak Antha dengan begitu aku langsung saja berjalan menuju kasir untuk membayar novel yang ingin kubeli.
Saat hendak menuju taksi yang sudah kupesan tadi ternyata aku melihat si kakak Osis alias si Kak Afkar yang sedang duduk di bangku taman. Aku penasaran mengapa wajahnya babak belur begitu. Aku pun memutuskan untuk mendekatinya.
"Kayaknya lu butuh air dah." Ujarku sambil menyodorkan air mineral padanya.
Kak Affkar mengadahkan kepalanya. Dia menatap air mineral yang kusodorkan tadi. "Thanks yeh." Ujarnya setelah itu dia langsung meminum air itu hingga habis.
"Lu kagak mau duduk?" Aku tersadar saat dia bertanya begitu padaku. Akhirnya aku putuskan untuk duduk di sampingya.
Aku memperhatikan wajahnya yang terlihat babak belur entah mengapa ada dorongan untuk mengobatinya, mungkin aku ingin balas budi karena dulu dia juga mengobati lukaku.
"lu pasti mau nanya kenapa muka gue babak belur gini." Ujarnya tiba-tiba, aku jadi gelagapan sendiri.
"Gue habis tawuran." Jelasnya yang membuatku menatapnya dengan tak percaya.
"Hah lu ikut tawuran!" Spontan aku teriak tepat di telinganya.
"Aduh gendang telinga gue lama-lama pecah denger suara lu." Ujar Kak Afkar sambil menutup kedua telinganya.
Aku hanya cengengesan saat melihat reaksinya. "Sorry kak peace dah. Suer tadi gue spontan." Ujarku.
"Eh kakak beneran ikut tawuran? Sama siapa? terus gimana?" Tanyaku penasaran.
"Gue baru tahu lu secerewet ini." Ujarnya sambil mengacak-ngacak rambutku.
Aku mengerucutkan bibirku karena dia mengacak-ngacak rambutku sehingga membuatnya berantakan.
"Lu kagak usah manyun-manyun gitu makin mirip bebek." Ledeknya lagi.
"Mendingan lu obati gue aja dari pada gue denger pertanyaan lu yang gak akan ada habisnya.." Ujarnya lagi saat aku hendak bertanya tentang apa yang terjadi padanya.
"Tapi gue gak bawa obatnya kak." Ujarku polos. Yah mau gimana lagi memang pada kenyataannya aku tidak membawa alat apapun untuk mengobatinya.
"Nih lu pake ini aja. Tadi gue beli di apotik buat gue dan temen-temen gue." Dia menyodorkan plastik yang berisi obat untuk mengobatinya.
Aku pun menerimanya. Aku mendekatkan diriku padanya untuk mengobati luka di wajahnya. Sesekali terdengar dia meringis kesakitan saat aku mengobatinya.
"Ret pelan-pelan dong." Ujarnya yang membuatku melirik sebentar padanya.
Setelah itu aku pun melanjutkan aktivitasku. "Itu mah derita lu. Makanya kalau gak mau ngerasain sakit jangan berantem." Sindirku yang membuatnya hanya diam.
"Yah mau gimana lagi, hobi gue kan berantem Ret." Aku menatapnya jengah.
"Itu mah bukan hobi kali Kak."
"Eh udah beres nih." Aku menjauhkan tubuhku darinya setelah selesai mengobati lukanya itu.
"Thanks yah Ret." Dia berterima kasih padaku.
Aku hanya menganggukkan kepala. "Eh iya kakak harus istirahat soalnya lukanya tuh belum kering. Jangan lakuin hal yang aneh-aneh dan jangan banyak gerak ntar lukanya tambah parah. Inget tuh ucapan gue jangan sampai masuk telinga kanan keluar telinga kiri."
Dia mengacak rambutku lagi. "Lu tuh yah ternyata bawel banget. Iya gue bakal nurutin ucapan lu si dokter yang bawel."
Aku mengerucutkan bibirku. "Etdah lu hobi banget sih ngacak-ngacak rambut gue."
Dia tersenyum misterius. "Ide bagus tuh Ret. Kayaknya hobi gue bakal nambah satu dah yaitu ngacakin rambut lu."
"Elah itu mah mau lu aja. Eh kak gue balik dulu yah udah jam segini." Pamitku tapi sebelum aku melangkah dia memegang pergelangan tanganku.
Aku menatapnya bingung. "Lu balik bareng gue aja." Tawarnya.
"Eh jangan kak ngak usah repot-repot, lagian gue udah mesen taksi kok." Aku langsung menolak tawaran Kak Affkar karena teringat pesan Kak Antha tadi.
Selama beberapa detik Kak Afkar hanya diam menatapku, aku pun diam karena tak tahu harus ngomong apalagi. "Yaudah dah kalau gitu hati-hati yah." Dia pun berjalan mengampiriku
"Udah sono cepet pulang ntar malah ada yang marah." Ujarnya tepat di telingaku.
Setelah dia mengucapkan kata itu dia pun mengacak-ngacak rambutku lalu dia pergi meninggalkanku yang masih berusaha mencerna maksud dari ucapannya tadi.
***
"Assalamuaalaikum"
"Kak Antha kenapa?" Aku menghampiri kak Antha yang sedang rebahan di sofa tapi yang membuatku kaget adalah luka di wajahnya.
"Apaan sih lu berisik amat." Dia menepis tanganku saat aku ingin melihat dengan jelas lukanya.
"Kak Antha kok bisa luka kayak gini?" Tanyaku lagi.
Dia melirikku sebentar. "Mendingan lu obati gue aja daripada lu banyak nanya." Ujarnya tanpa menatapku.
Sejenak aku kaget dengan ucapannya. Aku tak percaya dia menyuruhku mengobati lukanya. Ada perasaan senang yang menjalar dalam tubuhku, mungkin dengan cara ini aku bisa menghancurkan tembok penghalangnya. Dengan cepat aku berjalan ke dapur untuk mengambil kotak P 3K untuk mengobati Kak Anthha.
Aku mulai menghampirinya Dengan telaten aku mengolesi obat untuk mengobati lukanya. Dia pun meringis saat aku mengobatinya. Dalam hati aku tersenyum karena aku bisa sedekat ini dengan Kak Antha walaupun saat ini dia sedang terluka.
"Lu bisa pelan-pelan gak!"
"Iya kak maaf. Sabar bentar lagi selesai kok."
Setelah beberapa menit akhirnya aku pun selesai mengobati Kak Antha. Sejenak dia menatapku. "Bukannya gue nyuruh lu langsung pulang." Sindirnya.
Aku mulai sedikit panik saat dia menyinggung pesannya tadi. Aku bingung mau bicara apa karena aku takut malah jadi salah bicara dan membuatnya marah.
"Ngapain lu diam?" Tanyanya lagi dengan tampang yang tenang tapi aku sendiri merasakan aura yang tidak mengenakkan.
"Nggg... itu kak tadi aku mampir ke gramedia buat beli novel. Tadi aku juga udah izin ke kakak." Aku menjawab dengan hati-hati karena takut membuatnya marah lagi padaku.
Dia hanya diam tetapi sorot matanya terus mengintimidasiku. Aku tidak suka dengan dengan keadaan ini seperti suasana horror di rumah hantu. Aku melihat dia beranjak berdiri dan tanpa satu katapun yang diucapkan dia pun pergi menuju kamarnya.
####
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Bad Boy#Wattys2018
Teen Fiction"Mulai hari ini lu harus jadi pacar gue dan jangan sekali-kali ngebantah gue!" - Air Nakhla Rahaja "Hidup gue berubah sejak hari itu." - Aretha Nathania Reinaldy "Apa gue harus ikhlasin dia?" - Afkar Reymon Fidelyo ---------------------- Bagaimana j...