Rasanya masih sama. Detakan jantung yang masih kuingat saat kejadian tak terduga kemarin. Entah mengapa aku merasakan hal yang aneh. Padahal kejadian itu hanya berlangsung beberapa detik, namun memiliki efek yang luar biasa. Dan bodohnya lagi aku merona setelah kejadian itu. Sungguh ingin rasanya aku menghilang dari muka bumi.
Gila gila ini memalukan sekali. Dan hari ini aku berdoa semoga saja aku tidak bertemu dengannya. Semoga takdir kali ini berpihak padaku.
"Woy Ret lo kenapa sih dari tadi gue liatin ngelamun mulu?" tanya Fay yang kini berada di sampingku.
"Hah? Gue gak kenapa-kenapa kok," jawabku sembari memperlihatkan senyum.
Aku melihat dia menghela nafas berat. "Ret lo nganggep gue temen kan?" aku pun mengangguk saat mendengar pertanyaannya itu. "Kalau emang lo nganggep gue sebagai temen dekat lo, seharusnya lo cerita semua masalah lo ke gue. Jangan dipendem sendiri Ret, gak baik loh."
Aku tersenyum saat mendengar kalimat mengharukan dari sahabatku ini. "Hey lo juga perlu tahu satu hal, gak semuanya cerita harus dibagi ke orang lain karena terkadang ada beberapa cerita yang sebaiknya disimpan dan hanya si pemegang cerita dan tuhanlah yang tahu. Begitu juga yang gue alami sekarang, tapi lo gak perlu khawatir walaupun begitu lo tetep sahabat terbaik gue Fay sampai kapanpun. Inget itu."
Tiba-tiba saja dia memelukku."Huaaa... lo emang sahabat terbaik gue Ret. Gue harap kita akan selalu jadi sahabat sampai nenek-nenek hihihi." aku pun balas memeluknya dengan erat. "Gue juga berharap gitu kalau perlu ntar kita lahiran barengan hehehehe," candaku.
"Wah wah ada apaan nih kok pada main pelukan? gue boleh ikut nimbrung gak nih?" Intrupsi seseorang yang membuat acara pelukan kami terganggu.
Kita pun mengkhahiri acara pelukan teletabies ini. Aku mendongak melihat siapa gerangan yang mengganggu acara kami. Dan seketika mataku terbelalak kaget. Bagaimana tidak, orang yang ingin kuhindari malah sekarang berada tepat di hadapanku dan aku melihatnya menyeringai. Dengan cepat aku memalingkan wajahku darinya. Aku memilih untuk melihat buku geografi.
"Eh kalian masih berada di jalan yang benar kan?" tanya Kak Adry dan dia adalah orang yang mengintrupsi kami tadi.
"Hah? masih kok kak. Jangan salah sangka dulu sama adegan pelukan tadi," jawab Fay berusaha meluruskan kejadian tadi.
"Alhamdulillah dah kalau kalian berada di jalan yang benar. Lebih baik acara pelukannya sama abang aja hehehe."
"Dih dasar lu Ad sok alim tapi modus," timpal Kak Afkar.
"Hehehe kan mumpung ada kesempatan tuh," ujar Kak Adry masih membela dirinya.
"Nyari kesempatan dalam kesempitan tuh mah," balas Kak Afkar tak mau kalah.
"Eh kalian pada ngapain di sini bukannya sekarang masih jam pelajaran ?" kini Kak Afkar beralih bertanya pada kita.
"Kita nyari materi geografi tentang batuan yang ada di sekitar sekolah kak," jawab Fay.
Selama beberapa detik hanya keheningan yang menyelimuti kami, tetapi sedari tadi aku merasakan tatapan yang menusuk.
"Boleh gue pinjem temen lo?" tanya Kak Ar pada Fay.
Tetapi sebelum dia menjawah. eh Kak Ar terlebih dahulu menarik tanganku untuk mengikutinya. "Tiati bos. inget jangan sampai khilaf loh," ujar Kak Adry dengan tatapan jahilnya.
Dan di sinilah aku berada ralat maksudku kami. Kami berada di taman belakang dan dengan tak berdosanya sekarang cowok di sampingku ini menatapku dengan intens. Dan parahnya lagi aku tak bisa mengalihkan tatapan mataku dari manik hitam pekat di depanku ini. Entah mengapa aku merasa aliran darahku berkumpul di pipiku saat ini karena posisi kami mengingatkanku dengan kejadian kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Bad Boy#Wattys2018
Teen Fiction"Mulai hari ini lu harus jadi pacar gue dan jangan sekali-kali ngebantah gue!" - Air Nakhla Rahaja "Hidup gue berubah sejak hari itu." - Aretha Nathania Reinaldy "Apa gue harus ikhlasin dia?" - Afkar Reymon Fidelyo ---------------------- Bagaimana j...