#3

12.2K 1K 11
                                    

Iqbaal mengerjapkan matanya kala mendengar seseorang mengetuk pintu kamarnya, rasanya enggan sekali untuk membuka mata karena kepalanya pusing secara tiba-tiba.

"Adek, udah bangun?"

Suaranya sudah tidak asing lagi bagi Iqbaal, siapa lagi yang selalu hadir untuk mengecek kamarnya jika bukan sang bunda?

Iqbaal melirik jam yang menempel di dinding kamarnya, pukul 5 pagi. Pantas saja.

"Iqbaal, bangun nak."

"Udah, bund. Masuk aja, nggak di kunci." ucap Iqbaal sedikit berteriak, suaranya parau sehingga membuat tenggorokannya sedikit sakit.

Tak lama pintu kamar terbuka, Iqbaal tidak mempedulikannya karena dia sibuk meringis merasakan pening yang hinggap di kepalanya.

"Lho, belum sholat ya?" Rike berjalan menghampiri sang anak yang masih merebahkan tubuhnya, wanita itu memilih untuk terduduk ditepi ranjang. Menatap sang anak penuh perhatian.

Iqbaal menjawabnya dengan sebuah gelengan, "Belum, bund. Kepala aku pusing banget." keluhnya.

Dahi Rike mengerut mendengar keluhan sang anak, tangannya terangkat untuk menyentuh dahi Iqbaal. Tidak terlalu panas, namun cukup hangat. Dan jika tidak segera ditangani, mungkin beberapa jam kedepan Iqbaal akan terserang demam.

Wanita itu menghembuskan napasnya, "Kamu sholat, biar bunda siapin makanan sama obat buat kamu, ya." ucap Rike seraya mengelus puncak rambut Iqbaal, lalu membantu sang anak untuk terbangun dari tidurnya.

"Udah berapa kali bunda bilang, kalo udah waktunya pulang, ya harus pulang. Kamu mesti istirahatin badan kamu." ujar Rike.

Memang, semalam Iqbaal baru sampai di rumahnya saat waktu menunjukkan tengah malah. Sekitar pukul dua belas lewat. Sebenarnya, kegiatan syuting mereka sudah selesai sejak pukul sembilan. Namun, rekan yang lain melarang Iqbaal untuk pulang terlebih dahulu dengan alasan merayakan hari terakhir syuting mereka.

Iqbaal yang ingin menolak pun rasanya tidak enak hingga akhirnya terpaksa baru keluar dari lokasi syuting pukul sebelas malam, itupun karena dia mulai merasa tidak enak badan. Ditambah perjalanan macet hingga membuat Iqbaal baru bisa sampai di rumah pada pukul dua belas lewat.

Dia bahkan tidak berani memberi kabar pada (Namakamu), karena sudah jelas gadisnya akan mengomel panjang lebar. Gadis itu sangat hapal bagaimana jadwal kegiatan Iqbaal.

Iqbaal turun dari ranjang setelah sang bunda keluar dari kamarnya, berjalan dengan pelan menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu lalu melaksanakan sholat subuh di kamarnya.

Setelah selesai, Iqbaal kembali memilih untuk merebahkan tubuhnya diatas ranjang usai merapihkan kembari perlengkapan sholatnya. Matanya memandang langit-langit kamar, lalu terpejam sejenak untuk menghilangkan rasa pening di kepalanya. Tubuhnya lemas sekali.

Pintu kamarnya terbuka, muncul Rike dengan membawa nampan beserta isinya.

"Makan dulu, habis itu minum obatnya!" ucap Rike.

Iqbaal bangun secara perlahan dari posisinya, memilih untuk menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang. Tangannnya mengambil alih piring makanan yang mungkin dibuat sang bunda secara dadakan.

[2] My Choice [IDR] ✔✔ (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang