#20

7.1K 752 16
                                    

Seorang laki-laki berhasil menapakkan kakinya bersama dengan rombongan yang lain di sebuah bandara yang ada di Jakarta, bibirnya mengeluarkan senyum sumringah dengan jantung yang berdebar kencang.

"Men, astaga! Setelah beberapa hari gue hidup tanpa sinyal. Kangen pacar, gila." ucapnya dramatis.

Omen, yang diajak bicara oleh laki-laki itu mendengus lalu menjitak kepala laki-laki itu dengan tanpa perasaan, "Pacar lo dikangenin, keluarga apa kabar, Baal?!" cibirnya.

Iqbaal memberikan cengiran khasnya, dia pamit pada rombongan yang lain untuk pulang lebih dulu lalu menarik tangan Omen untuk berjalan menuju parkiran. Mereka berdua memutuskan untuk menggunakan taksi bandara dari pada harus meminta jemputan dari rumah, merepotkan.

"Gue langsung pulang aja, Dek. Capek." ucap Omen membuat Iqbaal menganggukkan kepalanya, memberikan alamat rumah Omen lebih dulu sebelum akhirnya mengantar dirinya.

Iseng, Iqbaal menyalakan data seluler yang sempat dia matikan selama syuting kemarin karena tak berfungsi karena tidak ada sinyal. Puluhan bahkan ratusan notifikasi masuk entah dari grup atau pun personal membuat Omen mengalihkan pandangan.

"Itu notif, banyak amat." cibirnya membuat Iqbaal memberikan cengiran khasnya.

Tidak menghiraukan cibiran Omen, Iqbaal kembali memfokuskan pandangan kearah ponsel. Memilih untuk melihat berapa banyak pesan yang dikirimkan oleh gadisnya. Matanya membulat, sekitar 75 pesan dengan isi yang sepertinya berfaedah. Bukan hanya sekedar memanggil atau pesan iseng kebanyakan.

Bibirnya menyunggingkan senyum, dengan sengaja membiarkan pesan itu menumpuk tanpa mencoba untuk membaca apalagi membalasnya. Sementara pikirannya melalang buana dengan rencana-rencana malam nanti. Gadisnya pasti akan terkejut dengan kedatangannya, memeluknya erat tanpa mau terlepas. Ah, semoga saja semua berjalan seperti yang ada di pikiran Iqbaal.

Taksi berhenti di pekarangan tempat tinggal Omen, Iqbaal melambaikan tangan begitu Omen selesai mengambil kopernya di bagasi dengan bantuan supir.

"Gue duluan, Dek. Kabarin kalo udah sampe rumah." ujar Omen yang langsung dibalas dengan acungan kedua ibu jari oleh Iqbaal sebelum akhirnya taksi kembali berjalan menuju tempat tinggal Iqbaal.

Perjalanan dari tempat tinggal Omen menuju rumah Iqbaal lumayan memakan waktu, maka dari itu Iqbaal memutuskan untuk tertidur saja setelah menyebutkan alamat rumahnya pada sang supir hingga baru tersadar setelah supir membangunkannya.

Iqbaal mengerjapkan mata kemudian keluar dari taksi untuk mengambil koper yang sudah di keluarkan oleh sang supir, "Makasih, Pak." ucap Iqbaal dengan ramahnya lalu membayar argo sesuai dengan ketentuan yang harus dia bayar.

Selesai dengan urusan taksi, Iqbaal langsung berjalan masuk ke dalam rumahnya. Mengetuk pintu sebanyak tiga kali lalu menunggu hingga pintu tersebut dibuka.

Tak lama, muncul seorang perempuan berhijab yang memekik kencang begitu melihat kehadiran Iqbaal. Iqbaal hanya bisa meringis karena suara sang Teteh benar-benar memekakkan telinganya.

"Ale! Yaampun, kenapa nggak bilang mau pulang?!" pekik Ody membuat kedua orang tuanya yang tadi ada di dalam langsung keluar menuju pintu utama.

"Yaallah, Adek!" pekik Rike sementara Iqbaal hanya bisa memberikan cengiran khasnya, tangannya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Ody dan Rike dengan semangat membawa Iqbaal masuk ke dalam rumah sementara Herry langsung membawa satu koper besar milik Iqbaal ke dalam rumah.

"Kamu gimana pulangnya, Baal? Kok, nggak ngabarin dulu?" tanya Herry setelah mempersilahkan Iqbaal untuk duduk.

[2] My Choice [IDR] ✔✔ (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang