#29

5.6K 710 48
                                    

Tak memakan waktu banyak untuk sampai di rumah gadisnya, Iqbaal langsung turun begitu berhasil memarkirkan mobil di area pekarangan rumah (Namakamu).

Berjalan menuju pintu utama dan mengetuknya, hingga munculah seorang wanita paruh baya yang menyapanya dengan begitu hangat.

"Yaampun, Iqbaal. Masih pagi, udah mau apel aja mentang-mentang libur." ucap Indah diakhiri dengan tawa gelinya membuat Iqbaal tersenyum malu, dia memilih untuk mencium punggung tangan wanita itu.

"Tante bisa aja. Iqbaal cuma mau bantuin (Namakamu) buat ngerjain tugasnya, biar dia nggak kecapekan."

"Oh, ya? Yaampun, (Namakamu). Kenapa itu anak selalu ngerepotin kamu, sih?!"

Iqbaal tersenyum kemudian menggeleng dengan cepat, "Enggak, Tante. Dia bahkan nggak tau kalo Iqbaal mau ke sini, sepagi ini. Ini inisiatif Iqbaal aja."

Indah menunjukkan wajah sumringahnya lalu merangkul pundak Iqbaal dan membawanya masuk ke dalam rumah setelah menyadari bahwa sejak tadi mereka masih berada di pintu utama.

"(Namakamu) udah balik ke kamarnya, kamu udah sarapan?" tanya Indah.

"Udah, Tante."

Iqbaal mendekat kearah Fauzi begitu melihat keberadaannya yang tengah membaca koran sambil ditemani dengan secangkir kopi.

"Waduh, Iqbaal. Masih pagi udah mampir aja."

"Dia mau bantuin (Namakamu) buat ngerjain tugasnya, Pa." ujar Indah pada Fauzi, kemudian pandangannya beralih kearah Iqbaal. "Yaudah, kamu langsung masuk aja ke kamarnya."

Iqbaal memilih untuk pamit undur diri dan berjalan menuju kamar gadisnya yang sudah pasti amat sangat dia hafal dimana keberadaannya. Bibirnya tersenyum sumringah begitu melihat pintu kamar (Namakamu) yang tidak di tutup, sehingga Iqbaal bisa melihat aktivitas yang tengah gadis itu lakukan di meja belajar dengan sebuah laptop dihadapannya. Tidak salah lagi, gadis itu pasti tengah mengedit video tugasnya.

Iqbaal berjalan masuk ke dalam kamar, sepertinya gadis itu menyadari keberadaan Iqbaal. Karena setelahnya, (Namakamu) langsung berdiri dan hendak menerjang Iqbaal dengan pelukan jika saja laki-laki itu tidak memberi sebuah interupsi.

"Eits, kamu pasti belum mandi, kan?" tanya Iqbaal pada sang gadis yang jaraknya hanya kisaran setengah meter, "Aku nggak mau dipeluk sama cewek bau." cibirnya.

(Namakamu) memandang Iqbaal dengan dahi yang mengerut tajam serta tatapan menyipit, "Ish!" membalikkan badan tanpa mempedulikan Iqbaal yang kini tertawa seraya mendekat kearah gadis itu.

"Bercanda, sayang." Iqbaal menarik (Namakamu) ke dalam pelukannya, meski gadis itu berusaha berontak lantaran masih kesal dengan ucapan meledek Iqbaal. "Untung aku sayang sama kamu, jadi bisa terima apa adanya. Tetep dipeluk, walaupun masih jelek kayak gini."

Ucapan Iqbaal tidak bisa membuat (Namakamu) berkutik, buktinya tidak ada pemberontakan lagi dipelukannya. Hal itu membuat Iqbaal mengecup puncak kepala sang gadis untuk menahan senyuman gelinya.

"Masih ngedit video?" tanya Iqbaal tanpa melepas pelukan mereka.

Terasa sebuah anggukan dari kepala (Namakamu), "Hm, perjalanannya masih panjang." ucap (Namakamu) dengan pelan, terlihat seperti lelah.

Iqbaal melepas pelukannya lalu menangkup kedua pipi (Namakamu), memperhatikan kelopak mata bawah gadis itu yang sedikit menghitam karena kurang istirahat.

Iqbaal mengusap kelopak mata bawah tersebut dengan lembut, "Kamu harus istirahat, atau makin lama dia makin hitam."

(Namakamu) terkekeh mendengar pernyataan Iqbaal yang kekanakan, "Tapi aku nggak capek."

[2] My Choice [IDR] ✔✔ (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang