Bonus Chapter My Choice

6.1K 735 35
                                    

Sisa waktu yang sedikit benar-benar digunakan oleh (Namakamu) dengan amat sangat baik, enam bulan terakhir terasa begitu singkat bagi (Namakamu) ketika menyadari bahwa esok sudah waktunya Iqbaal meninggalkan tempat kelahirannya. Rasanya semakin tidak rela membiarkan Iqbaal pergi meski untuk melanjutkan pendidikannya.

(Namakamu) menatap sudut kamar Iqbaal dengan pandangan kosong, sementara si pemilik tengah sibuk dengan beberapa koper yang akan dibawanya besok. Karena bosan, (Namakamu) memilih bangkit lalu beranjak menuju meja rias milik Iqbaal. Di sana terdapat satu tiket keberangkatan beserta dengan perlengkapan yang lain.

"Kenapa ini ditaruh di sini? Nanti kelupaan, Baal." ucap (Namakamu) pada Iqbaal yang kini tengah berjalan mendekat kearahnya.

"Nggak papa, biar besok pas boarding gampang." ucap Iqbaal.

(Namakamu) terduduk menghadap kaca, melihat pantulan diri Iqbaal dari sana. Tidak semua barang milik Iqbaal di bawa oleh laki-laki itu, ada beberapa yang memang sengaja ditinggalkan sehingga jika Iqbaal kembali ke sini dalam rangka liburan hanya perlu membawa diri dan beberapa keperluan kecil yang lain.

"Udah selesai packingnya?" tanya (Namakamu), memutar posisi tubuhnya hingga berhadapan dengan Iqbaal.

Iqbaal tersenyum kemudian menganggukkan kepalanya, astaga senyum itu. Senyum yang mampu membuat (Namakamu) merasa bahagia, dan dia tidak bisa melihat senyum itu secara langsung lagi mulai besok.

Iqbaal menarik gadisnya untuk bangkit begitu menyadari wajah murung milik gadisnya, "Besok ikut anter aku, ya?"

(Namakamu) terdiam sejenak kemudian menganggukkan kepalanya, "Aku nginep di sini boleh, kan? Biar besok tinggal berangkat bareng aja."

Iqbaal terkekeh kemudian mencubit kedua pipi (Namakamu), "Dengan senang hati." ujarnya. Perlahan, kekehan Iqbaal berubah menjadi senyuman kecil begitu menyadari perubahan suasana yang dibentuk oleh gadisnya.

(Namakamu) masuk ke dalam pelukan Iqbaal tanpa perlu meminta izin dari sang pemilik badan, "Aku mau peluk kamu terus, sampe besok." ujarnya hampir seperti rengekan membuat Iqbaal terkekeh renyah, namun terdengar sedikit sengau. Hatinya sesak begitu mendengar ucapan mellow gadisnya.

"Kesannya kayak aku nggak bakal balik lagi, deh."

(Namakamu) bergumam dengan kepala yang dianggukkan, "Meskipun bakal balik, pasti cuma setahun sekali. Itu lama, Baal."

Iqbaal tersenyum, tangannya mulai bergerak untuk mengusap punggung gadisnya yang entah mengapa tiba-tiba bergetar. Tak lama, Iqbaal merasakan kaus bagian dadanya mulai basah dilanjuti dengan suara isakan yang gadisnya keluarkan.

"Sayang, jangan nangis." bisik Iqbaal, bibirnya ikut bergetar saat berucap. Susah payah menahan rasa sesak yang merambat ke tenggorokannya.

(Namakamu) mengangkat wajahnya, memandang Iqbaal dengan mata sembab dan isakan yang tidak lagi di sembunyikannya. Berbulan-bulan (Namakamu) mencoba untuk bersikap santai seolah kepergian Iqbaal bukanlah sebuah masalah, tapi malam ini (Namakamu) benar-benar tidak bisa lagi menahannya.

"Perginya nggak bisa di tunda dulu, ya? Aku nggak mau kamu pergi, nanti kalo aku kangen sama kamu gimana?" ucap (Namakamu) membuat Iqbaal kembali memeluk gadisnya, mengusap rambutnya dengan lembut seraya berdesis pelan menenangkan.

"Aku janji bakalan terus kasih kabar ke kamu selama di sana." bujuk Iqbaal.

"Tapi aku maunya kamu di sini, aku-" (Namakamu) tidak lagi melanjutkan kalimatnya karena dia tersedak oleh isak tangisnya sendiri. Hal itu membuat Iqbaal dengan sigap menenangkan gadisnya, menepuk punggungnya pelan. Iqbaal bahkan mengayunkan tubuhnya bersama tubuh sang gadis dengan irama yang pelan.

[2] My Choice [IDR] ✔✔ (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang