“Lan…keluar dong bentar, gue di depan!” Wulan membaca pesan di handphone nya. Dia langsung membuka gorden kamarnya dan melihat ke luar. Roman! Iya, Roman sudah berdiri di depan pagar rumah Wulan. “ko ke sini ngga bilang dulu?” kata Wulan sambil membuka pagar. “kalo bilang dulu, ntar ngerepotin lo!” “kenapa?” Wulan mengernyit. “iyaa…kalo lo tau gue bakal datang, pasti lo sibuk dandan dulu kan…” Roman tertawa. “iiiiiih Romaaaaaaan!” Wulan sebel, reflek memukul lengan Roman.
“serius….lo ada apa tumben ke sini ngga bilang dulu?” Wulan kembali bertanya. “gue mau pamit.” “pamit??emang mau ke mana?” wajah Wulan jadi serius. “tadi Mamak nelpon gue, Yola sakit, dia nanyain gue terus. Makanya gue diminta pulang ke Medan.” Wulan terdiam. Ia menggigit bibir bawahnya, seolah berpikir. “emangnya Yola sakit apa, Man?lo mau berangkat malem ini?sendiri?naik apa?” pertanyaan Wulan meluncur bertubi-tubi. Roman tersenyum. Kedua tangannya masuk ke saku celana, wajahnya didekatkan ke wajah Wulan, “interogasi?” Wulan mendelik.
“Yola badannya panas, udah tiga hari. Iya, gue berangkat malem ini, sendirian, naik pesawat.” jawab Roman lengkap. “berapa lama?” “paling 5harian” Wulan memanyunkan bibirnya, “ya udah deh, lo ati-ati yaa…salam buat Yola, Mamak sama Bapak lo…” kata Wulan manja. “iyaa, nanti gue sampein. Lo juga harus ati-ati yaa selama gue di Medan. Kalo ada apa-apa harus cepet telpon gue. Jangan sampe telat makan…” Wulan cepat-cepat membekap mulut Roman, “iya baweeeeel!” katanya. “ya udah, gue pergi yaa…” pamit Roman. Wulan mengangguk. Roman menyodorkan tangannya, “lambang kebangsaan dulu dong!” Wulan menempelkan tangannya ke tangan Roman, membentuk hati. Setelah itu Roman pamit dan pergi.
Di kamar, Wulan duduk di depan meja. Wajahnya serius, sedang memikirkan sesuatu. “sekarang tanggal dua, kalau pergi lima hari….berarti baru pulang tanggal tujuh…” katanya pada diri sendiri. Ia mengambil kalender, tiba-tiba Wulan tersentak, matanya membelalak. Ada yang menarik perhatiannya di sana. Sebuah simbol hati melingkari angka enam. “aaaaaaah….Romaaaaaaaaaan” Wulan berteriak sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan. Wulan menggeleng-gelengkan kepala. “ya udah deh, gimana lagi!” katanya kecewa. Lalu Wulan pergi tidur.
Tanggal lima. Wulan sedang di kamar, mendengarkan siaran Suara Hati. “haiii…jumpa lagi sam gue Hugo, dan rekan gue…” “Emily.” Suara penyiar terdengar. “harusnya kan lo yang siaran, Man!” Wulan membatin. “tema kita malam ini adalah apa, Hugo?” “yaa…tema kita kali ini adalah Anniversary!” “wooooow…seru nih yaa.” “pastinya dong!kita bakal share di sini pengalaman anniversary kalian semua…” Wulan mendengus, “anniversary….bete deh gue kalo inget itu!” Wulan ngomel pada diri sendiri. “coba kalo Roman ada di sini…pasti besok kita ngerayain anniversary yang super romantis deh…” Wulan berandai-andai.
Tanggal enam. “halo…iya Sii kenapa?” Wulan menjawab telepon Sisi sambil bersiap ke kampus. “ini Sisi udah di depan rumah Wulan.” “hah?ngapain?” “mau sapuin jalan….!!” Sisi bercanda, “ya mau jemput lo lah, Roman’s Angel nomer tiga!” Wulan tertawa kecil, “iyaa maksud gue, ko tiba-tiba jemput?” “iya, soalnya nanti siang kita mau ajak lo jalan ke pantai Ancol!” “ohh…ya udah bentar gue keluar yaa, ngabisin sarapan dulu, nanggung.” “okey, Sisi tunggu ya…”
Perkuliahan selesai. Sekarang jam tiga sore. Sam, Karin, Darren, Ghina, Bobi, Karlo, Yasmin, Wulan dan Sisi sudah berkumpul di parkiran. “kita bagi dua mobil ya…sebagian ikut gue, sebagian ikut mobil Sisi.” kata Sam. Wulan, Darren, Ghina dan Yasmin ikut ke mobil Sisi, dan sisanya ikut di mobil Sam. Sepanjang perjalanan, Wulan tampak memandangi handphone nya terus menerus. ”nungguin telpon Roman ya?” tanya Yasmin sambil merangkul sahabatnya itu. Wulan mengangguk pelan. Matanya nanar menahan tangis. “udah, kita seneng-seneng dulu aja, besok ato lusa juga kan dia pulang!” Yasmin menyemangati.
Jam empat lima belas. Mereka sudah sampai di pantai. Karin, Ghina, Sisi, Yasmin dan Wulan bermain pasir. Sementara para lelaki duduk-duduk santai. Tepat jam lima, Darren memanggil semua berkumpul. “guys, sekarang kita main kucing-kucingan yuk…nanti kita undi, yang kalah matanya ditutup, lalu harus menangkap salah satu dari kita, dan nebak siapa yang ditangkapnya!” “okeeeey!” semua menjawab setuju. Ternyata giliran pertama jatuh pada Wulan. Mata Wulan ditutup oleh saputangan. Yang lain berpencar menghindari tangkapan Wulan.
Tiba-tiba, “kenaaa!” Wulan teriak girang. Dirabanya wajah orang yang tertangkap. Seketika Wulan mematung. Ia merasa sangat mengenal siapa yang sedang disentuhnya. “ngga mungkin…ini ngga mungkin!” Wulan membatin. Sekali lagi dirabanya perlahan wajah orang itu. Dan kali ini dia yakin. Segera ia buka penutup matanya, dan…. Betul, Roman sudah berdiri di hadapannya, tersenyum sangat manis. Wulan sama sekali membeku. Matanya mulai berkaca-kaca. Dan seketika itu tangisnya pecah!
Roman langsung memeluk Wulan. Wulan sesenggukan. Tak lama didorongnya tubuh Roman menjauh. Wulan berlari meninggalkan Roman, masih menangis. “Laaan….Wulaaaan…” teriak Roman sambil mengejar. Tapi Wulan terus berlari. “Wulandari!!!” dan kali ini Wulan menghentikan langkahnya. Ia jatuh berlutut di pasir. Tangisnya semakin menjadi. Roman menghampiri, ia berlutut di depan pacarnya. Kembali ia peluk erat tubuh mungil di hadapannya. “lo jahat, Man….lo jahat…!” “iya…iya….gue jahat…maafin gue yaa…” jawab Roman lembut.
Roman menoleh ke arah ombak. “liat deh, Lan…” Wulan melepaskan pelukan Roman, duduk menghadap ke pantai. Roman duduk di samping Wulan. Roman sengaja membiarkan Wulan menuntaskan tangisnya. Ia paham, perasaan Wulan baru saja meledak. Roman merangkul Wulan, menyenderkan kepala Wulan ke bahunya. Sama-sama diam, sambil memandang langit jingga di ujung lautan. Dipandangnya wajah Wulan lekat. Wulan menoleh, masih senggukan. Roman menyeka air mata di pipi Wulan.
“kamu adalah bidadari,
yang selalu kurindu setiap hari.
kamu adalah senja terindah,
yang selalu kucinta di setiap langkah.
meski ada seribu peri,
di hatiku hanyalah Wulandari.
meski berat tuk dilewati,
cinta kita janganlah pernah mati.
selamat satu tahun, bulan purnama,
tersenyumlah…
karna bahagiamu adalah yang utama.”
Mata Wulan berkaca-kaca. Ia mengangkat sebelah tangannya, disodorkan ke Roman. Roman menyambutnya dengan sebelah tangan juga. Mereka membentuk simbol hati, lambang kebangsaan mereka. Lalu saling menggenggam. “selamat satu tahun, Roman Arbani!” kata Wulan lirih, lalu seketika memeluk Roman dengan erat. “senja di tempat ini, selalu jadi senja terindah buat gue….karna lo!” Wulan berbisik. Keduanya berpelukan.
“eheeeem!” Sam berdeham mengagetkan mereka. Keduanya saling melepaskan pelukan. “cieeeeeh yang ngerayain annive!” Yasmin menggoda mereka. “jadi…kalian semua sengaja ya ngerencanain ini??” Wulan protes. “iyaaa…Roman rencana punya.” Karlo menjawab. “sejak kapan lo ada di Jakarta?” Wulan mendelik pada Roman. “tadi pagi.” Roman nyengir. “gunung Sinabung tidur lelap, cari berita ke Muara Karang. Berhubung ini sudah gelap, mari kita segera pulang!” kata Bobi. Lalu mereka semua bergegas pulang.
Di motor. Wulan memeluk Roman sangat erat. Ia betul-betul rindu pada pacarnya itu. Roman tak kalah rindu. Digenggamnya kedua tangan Wulan yang melingkar di perutnya. “gue kangen banget sama lo!” kata Roman agak berteriak. “gue juga kangen banget sama lo!!” Wulan menjawab dengan teriakan yang lebih kuat. “GUE SAYANG SAMA LO, ROMAN ARBANIII!!!” Wulan teriak sekuat-kuatnya. “GUE JAUH LEBIH SAYANG SAMA LO, WULANDARI!!!” balas Roman tak kalah kuat. Mereka berdua tertawa bahagia.
Di depan rumah Wulan. “udah sana masuk.” “lo udah ngga kangen?” Wulan memanyunkan bibirnya. “ya masih lah!” jawab Roman sambil mencolek hidung Wulan, “tapi kan udah malem, lo harus istirahat!” Roman tersenyum. “eh…Yola udah sehat?” “alhamdulilah, udah sehat. Makanya gue bisa balik ke Jakarta lebih cepet.” “alhamdulilah.” Wulan ikut lega. “ya udah lo pulang gih, lo juga pasti cape!” “iya, gue ngantuk banget nih, tadi belom sempet istirahat, langsung ke pantai, demi siapa coba?” Roman melirik Wulan. “iyaaaa….makasih ya, pacar!” Wulan tersipu. “sama-sama, pacar!gue cabut yaa…” Wulan mengangguk. “Selamat malam bulan purnama, selamat tidur bidadari!” lalu Roman melaju pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Roman Picisan season 2 (fanfiction)
Fanfictionini hanya sekedar cerita (halu), untuk melanjutkan sebuah kisah cinta, karena Roman sudah tidak Picisan lagi.. ??