Handphone Wulan berbunyi. Wulan membuka matanya kaget. Beberapa kali ia mengerjap, lalu mengambil handphone nya. “my gibran”. Wulan mengernyit. “jam berapa ini, ko Roman nelpon?” tanyanya dalam hati. Ia melirik jam dinding di kamarnya. “hah?ini kan baru jam dua pagi!” ia terbelalak. “ya ampun, Man…ini masih pagi buta!” Wulan menjawab telpon dengan protes. “halo, maaf Mba…” Wulan melongo. “ko suara cewe sih??!” ia membatin kaget. “halo, siapa ini?” “maaf, Mba, saya perawat dari Rumah Sakit Medika, ini mau ngabarin kalo yang punya handphone ini mengalami kecelakaan.”
Wulan sangat kaget. Ia mematung. Detak jantungnya seakan berhenti seketika. “Roman…” ucapnya lirih. Air mata pun mulai menetes di pipinya. “halo, Mba…” suara perawat menyadarkan Wulan. “eh iya, Sus…gimana keadaan Roman?” tanyanya panik. “saat ini pasien sedang ditangani oleh dokter jaga di ruang IGD. Kondisinya cukup parah, Mba. Kalo bisa tolong Mba datang ke sini, karna belum ada pihak keluarganya yang datang.” “ii….iya, Sus saya ke sana sekarang!” telpon ditutup. Wulan masih diam, ia tak percaya pada apa yang baru saja didengarnya.
Tubuhnya bergetar. Ia mengambil Rori lalu memeluknya erat. “Roman….” Panggilnya sambil terus menangis. Tiba-tiba ia tersadar. “gue harus kasitau Sam!” ia buru-buru mengambil handphone nya dan menelepon Sam. “halo, Sam…” “iya, Lan…kenapa?masih gelap nih!” jawab Sam lemas. “Roman…” suara Wulan bergetar. Sam langsung terjaga. “Roman kenapa?” “Roman kecelakaan, dia sekarang di Rumah Sakit!” Wulan menangis. “ya udah, lo tenang dulu. Sekarang gue jemput lo, kita ke Rumah Sakit sama-sama ya!” telpon ditutup.
Sam dan Wulan sudah sampai di Rumah Sakit. Mereka bergegas ke IGD. “maaf, Sus, pasien korban kecelakaan yang baru masuk, di mana ya?” tanya Sam. “Roman, namanya Roman!” Wulan menambahkan. “oh, pasien baru yang namanya Roman dipindahkan ke ruang ICU, karena keadaannya cukup parah.” “Roman!” Wulan langsung menjerit histeris. Tubuhnya lemas, hampir jatuh. Sam langsung menangkap tubuh Wulan. “Lan…lo harus tenang dulu…Roman pasti baik-baik aja!kita berdoa sama-sama ya!” ia mencoba menenangkan sahabatnya itu.
“gue mau liat Roman…” ucap Wulan lirih. Air matanya terus mengalir. “iya, kita ke ruangan ICU yuk!” Sam menuntun Wulan ke sana. Sesampainya di ruang ICU, seorang perawat menahan mereka, melarang masuk. “maaf, pasien belum boleh dijenguk, masih ditangani oleh dokter!” “tapi saya mau liat, Roman, Sus!” “iya, Mba, nanti kalo sudah selesai baru bisa dijenguk!” “engga, pokonya saya harus liat Roman sekarang!” Wulan menaksa masuk sambil menjerit-jerit. Sam memeluk Wulan, mencoba menenangkannya. “Lan… Lan…lo ngga boleh kaya gini…lo harus tenang!”
“gue mau masuk, Sam…gue mau nemenin Roman di dalem!” Wulan betul-betul putus asa. Sam mengusap-usap kepala Wulan. Lalu mengajaknya duduk di kursi depan ruang ICU. “gue ngabarin yang lain dulu ya!lo tenangin diri lo dulu!” kata Sam lagi. Wulan berusaha mengendalikan emosinya. Sambil terisak, ia mengambil handphone nya, menelepon Yasmin. “ya, Lan…” suara Yasmin masih ngantuk. “Yas….Roman...” Wulan kembali menangis. Yasmin langsung terjaga. “Lan…lo kenapa, ko nangis?” tanyanya cemas. “Roman, Yas…” “Roman??kenapa Roman??” “Roman di ICU…”
“apa??Roman di ICU??ko bisa??” “iya, Yas…Roman kecelakaan…” “ya, Tuhan…sekarang lo di Rumah Sakit mana?” “gue di Rumah Sakit Medika.” “gue kontek Nico dulu ya, terus gue nyusulin lo ke sana!lo yang sabar…lo harus kuat!tunggu gue!” Yasmin langsung menutup teleponnya. “gue udah telpon Darren, nanti dia kontek yang laen, dan mereka bakal langsung ke sini!” kata Sam sambil duduk di sebelah Wulan. “orang tua Roman, apa udah dikabarin?” tanya Sam. Wulan menggeleng. “pihak Rumah Sakit nelpon gue juga karna kontak terakhir yang dihubungin Roman ya gue!” jawab Wulan sedih.
“lo yang sabar ya!” Sam menepuk-nepuk punggung Wulan. Tak lama dokter keluar dari ruang ICU. Wulan dan Sam langsung menghampiri. “Dokter, gimana kondisi sahabat saya?” “iya, Dok, Roman baik-baik aja kan, Dok?” Dokter melepas maskernya. “sejauh ini kondisi pasien masih belum aman. Terjadi pendarahan hebat di bagian kepala. Mudah-mudahan pasien cukup kuat untuk melewati masa kritisnya.” Dokter menjelaskan. “Roman!” tangis Wulan pecah. Sam merangkul Wulan. “kita udah boleh jenguk Roman, Dok?” “boleh, tapi satu-satu saja ya, dan jangan lama-lama!saya permisi!” “iya, Dok, makasih.”
Sam memegang lengan Wulan dengan kedua tangannya. “Lan, dengerin gue!” ia sedikit mengguncang tubuh Wulan. Wulan menatap Sam. Air matanya masih terus mengalir. “Dokter bilang, Roman udah boleh dijenguk!tapi harus gantian!lo mau liat Roman kan?” Wulan mengangguk perlahan. “sekarang lo harus tenang, baru lo boleh masuk!inget, Roman butuh support lo, jadi lo ngga boleh cengeng di depan Roman!” Sam membelai kepala Wulan menguatkan. Wulan menyeka air matanya. Ia menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, berusaha menenangkan diri. Setelah cukup tenang, Wulan masuk ke ruang ICU.
Ia duduk di samping ranjang Roman, sambil menahan tangis. Roman terbaring lemah. Ada slang infus di tangannya, dan slang oksigen menutupi mulut dan hidungnya. Bunyi mesin EKG menambah tegang suasana. “Man….” Wulan menggenggam tangan Roman. “ini gue…” sebisa mungkin ia menahan tangisnya. “lo nggamau buka mata lo buat liat gue?” suara Wulan bergetar. Wulan membelai kepala Roman yang berbalut perban. “katanya lo kangen sama gue…buka mata lo, Man…gue ada di sini!” air matanya menetes tak mampu ditahan lagi.
Roman sama sekali tak merespon. Wulan mengusap-usap punggung tangan Roman. “mana yang sakit?bilang sama gue…biar gue obatin…gue kan calon dokter!” air mata Wulan tak henti mengalir. Hatinya hancur melihat kondisi si pacar yang tak berdaya. “Man…” panggil Wulan sambil menempelkan tangan Roman ke pipinya. “cepetan bangun…kita kan mau nengokin Adinda…nanti kita ajak dia jalan-jalan!lo bangun ya…” Wulan memelas. Tiba-tiba tubuh Roman kejang. Wulan kaget sekali. “Roman?!” panggil Wulan panik. “Suster…Roman kenapa?”
Suster jaga langsung memeriksa keadaan Roman. Ia memencet tombol bantuan dengan cepat. Lalu berlari ke pintu. “Suster, Dokter…pasien mengalami kejang!” Sam yang menunggu di luar langsung ikut panik. Suster meminta Wulan untuk menunggu di luar. Tapi Wulan meronta. “saya mau di sini sama Roman!” jeritnya memaksa tinggal. Sam memeluk Wulan. Ia menuntun paksa Wulan keluar ruangan. “lepasin gue, Sam!gue mau nemenin Roman!” Wulan menangis menjerit-jerit. Sam menahan tangis. Ia tak tega melihat Wulan dan Roman seperti itu. “Romaaaaaan!” Wulan terus menjerit memanggil-manggil si pacar.
“Romaaaan!” tiba-tiba Wulan terbangun. Jantungnya berdetak cepat, nafasnya terengah. “ya Allah, gue mimpi buruk lagi!” gumam Wulan. Ia melirik jam dinding di kamarnya. Sudah jam lima pagi. Wulan mengambil handphone nya, memeriksa pesan. “Roman ko masih belom baca whatsapp gue ya?” hatinya mulai cemas. Tak lama handphone nya berbunyi. “Sam?!” Wulan mengernyit. “halo, Sam!” jawab Wulan. “Alhamdulilah, lo jawab juga telpon gue!” “iya, gue baru bangun nih…kenapa Sam?” “Lan…gue minta lo tenang…soalnya…” “Roman kenapa?” tanya Wulan memotong.
“feeling lo kuat juga ya!Roman sekarang ada di Rumah Sakit…semalem dia kecelakaan!” Wulan langsung membeku. Darahnya seakan berhenti mengalir. “Ro…Roman….” Panggilnya lirih. “di Rumah Sakit mana?” “Rumah Sakit Medika!” Wulan memejamkan matanya dalam-dalam. Kepalanya mendadak pusing, ia teringat mimpinya barusan. “lo di mana?” “gue masih di rumah, ini baru mau jalan ke sana..lo mau gue jemput?” “iya, gue siap-siap, lo jemput gue ya!” “okey!” telpon ditutup, Wulan langsung bersiap-siap.
Sam, Darren, Bobi dan Karlo menjemput Wulan, lalu langsung meluncur ke Rumah Sakit. “lo yang sabar ya, Lan!” Darren menguatkan. “main galah bolak-balik aja, insya Allah Roman baik-baik aja!” kata Bobi. “berdoa kita saja, apa-apa tidak Roman!” Karlo ikut menguatkan. Mereka sampai di Rumah Sakit, lalu bergegas ke IGD. “Sus, pasien kecelakaan yang namanya Roman, di mana ya?” tanya Sam pada perawat di meja administrasi. “mm..itu, Mas di sebelah sana!” si perawat menunjuk salah satu bilik. Mereka buru-buru menghampiri bilik.
Sam membuka tirai dan mengintip ke dalam. Wajahnya tegang, matanya terbelalak. Ia buru-buru menutup lagi tirainya. “ko ngga masuk?” tanya Wulan. Sam menelan ludah. “mm…Lan…lo yang sabar ya!” katanya pelan. Wulan langsung membuka tirai dan masuk ke dalam. Langkahnya terhenti. Wajahnya kaget sekali. “Man….” panggilnya lirih. Ia tidak percaya orang yang terbaring di hadapannya adalah Roman. Wajahnya dibalut perban. Ada bercak darah di bagian keningnya. Wulan duduk di samping ranjang. Ia menggenggam tangannya. “Man…ini gue!” Wulan menahan tangis.
Sam masuk, berdiri di belakang Wulan. “lo harus kuat, Lan!” katanya sambil memegang bahu Wulan menguatkan. “Roman, Sam….” Wulan mulai menangis. “iyaa…” Sam menepuk-nepuk pundak Wulan. Wulan mendekatkan duduknya ke ranjang. “Man…lo harus kuat…gue ada di sini nemeni lo!” Wulan berbisik di telinga si pacar. “apapun keadaan lo, gue bakal selalu ada di samping lo!” katanya mantap. “buka mata lo, Man…liat gue di sini…gue kangen sama lo!” Wulan membelai kepala Roman. Sam yang mendengar semua itu berusaha menahan tangisnya.
Tak begitu lama, beberapa orang suster membuka tirai bilik. “maaf, pasien mau dipindah ke ruang ICU!” Sam dan Wulan terbelalak. “apa?ICU?” tanya Sam kaget. “emangnya Roman kenapa?kenapa harus dipindah ke ICU?” Wulan menggenggam tangan Roman kuat-kuat, menahannya untuk tidak dibawa pergi. “maaf, Mba, tapi pasien harus segera dipindah!” “engga…engga…Roman baik-baik aja…jangan dibawa ke ICU!” wajah Wulan benar-benar panik. Di benaknya terlintas bayangan mimpinya semalam. “Sam…Roman ngga boleh dibawa ke ICU!” Wulan menjerit-jerit panik.
Tiba-tiba ada sebuah tangan yang menggenggam tangan Wulan dan menariknya. Wulan tersentak. Spontan ia menoleh, melihat tangan yang menarik tangannya. Wulan menyibak tirai di sampingnya. Betapa kagetnya ia melihat siapa yang menarik tangannya. “Roman!” pekiknya. Sam langsung ikut menoleh. “Man…lo ko…” Sam celingukan bingung. “terus itu siapa?” tanyanya. “mana gue tau?!” jawab Roman sambil memegangi kepalanya menahan sakit. Wulan buru-buru menghampiri Roman. Duduk di samping ranjang dan menggenggam tangannya. “kenapa lo diem aja tau gue salah orang?!” Wulan memanyunkan bibirnya. Sam menahan tawa, hatinya lega.
“sepanik itu ya?” tanya Roman sambil tersenyum jail. “iiiih…!!” Wulan refleks memukul lengan si pacar. “aaaaw!” teriak Roman kesakitan. “astaga, Lan…pacar abis kecelakaan malah dipukul??” Sam geleng-geleng. “ya udah, gue ke luar dulu, ngabarin yang lain!lega gue…lo ngga kenapa-kenapa!” kata Sam sambil menepuk lengan Roman. “iya, thanks, Sob!” jawab Roman. “jangan cemberut terus dong!” Roman mencolek hidung Wulan. “iiih…lo masih bisa bercanda ya?!” Wulan menatap Roman galak. “gue hawatir tau!” mata Wulan mulai berkaca-kaca. “gue udah bilang, lo harus ati-ati!tapi kenapa coba lo bisa kecelakaan gini?”
“ya ampun, Lan…gue juga nggamau kecelakaan kali..namanya musibah siapa yang tau?!” Roman menjelaskan. “terus kenapa lo ngga langsung ngabarin gue?” Wulan protes. “gimana mau ngabarin lo…orang pas kejadian gue langsung pingsan!” “hah?lo sampe pingsan?berarti kepala lo kebentur ya?aduh harus diperiksa dong, gimana kalo…” Roman membekap mulut Wulan. “bawel banget sih!” katanya sambil tertawa kecil. “Dokter di sini juga udah periksa gue ko, katanya ngga ada yang serius. Ngga usah sehawatir itu yaa…” Roman ngucek-ngucek kepala Wulan. Lalu seorang dokter masuk menghampiri mereka.
“gimana, Roman, masih pusing?” tanya si dokter. “udah mendingan sih, Dok!” Roman tersenyum ramah. “ngga ada yang serius kan, Dok?” tanya Wulan cemas. Dokter menoleh. “hmm…pasti kamu pacarnya ya?” Dokter tersenyum. “secara keseluruhan Roman baik-baik aja, ngga ada luka dalam…cuma luka-luka luar aja sama lebam di beberapa bagian tubuh.” Dokter menjelaskan sambil memeriksa ulang kondisi Roman. “tuh kan..” bisik Roman. Wulan melirik, “tapi ko sampe pingsan?” tanyanya meneliti. “oh, itu hanya shock aja, ngga serius ko!” Dokter memandang Wulan. “tapi untuk sementara, jangan nyetir motor dulu pacarnya..” Wulan manggut-manggut.
“apa ada obat yang harus dioles atau diminum gitu, Dok?” “wah wah…pacarnya teliti banget ya!” Dokter tertawa. “dia calon dokter juga, Dok!” jawab Roman bangga. “oyah?pasti nanti kamu jadi dokter yang hebat!” “Aamiin!” jawab Roman dan Wulan kompak. “nanti saya tuliskan resep, ada salep untuk bekas luka dan lebamnya…sama ada antibiotik untuk diminum, mencegah infeksi ya!” Dokter menepuk-nepuk pundak Roman, “lekas sembuh ya, Roman!tolong dirawat yang baik ini pacarnya!” Dokter melirik Wulan, lalu meninggalkan mereka.
“tuh, denger…lo ngga boleh nyetir motor dulu!” Wulan langsung mewanti-wanti. Roman tersenyum senang. “apa gue harus sakit terus ya biar diperhatiin gini?” Wulan langsung mendelik. “emangnya selama ini lo ngerasa ngga gue perhatiin apa?” “diperhatiin sih…tapi…” “tapi apa?” Roman geleng-geleng. “iiih…Roman!!” Wulan menggelitik Roman. “tapi apa??jawab ngga??” “aduh…iya iya ampun, Lan…ampun!” Mereka saling tatap. Roman menggenggam tangan Wulan. “makasih ya, lo selalu ada buat gue…lo peduli sama gue…gue seneeeeeng banget!” “ngaco!” Wulan memukul lengan Roman.
“aduuuuh…sakit, Lan!” Roman meringis. “eh sori sori…” Wulan buru-buru minta maaf. “abis lo sih…ngomongnya ngaco!” Wulan protes. Ia membelai pipi Roman dengan lembut. “lo itu orang yang paling berarti buat gue….jadi...udah pasti lah gue peduli sama lo…selalu ada buat lo!” katanya tulus. Roman tersenyum haru. “makanya, lo harus selalu ati-ati…kalo sampe lo kenapa-kenapa…gue ngga tau harus gimana!?” wajah Wulan jadi sedih. “iya…gue minta maaf ya…laen kali bakal lebih ati-ati!” Roman membelai kepala Wulan. Wulan mengangguk sambil tersenyum.
“ehem…gue ganggu ngga nih?” tiba-tiba Darren masuk. “eh…apaan sih…engga lah!” jawab Wulan kikuk. “itu, si Sam udah ngurus admin, jadi lo udah boleh pulang!” kata Darren. “aduh, gue jadi ngerepotin kalian…sori ya!” “santay aja, Sob!” Darren tersenyum. “lo mau balik sekarang ato masih mau di sini dulu?” “balik sekarang lah..” “ya udah, gue ambilin kursi roda dulu ya!” Darren buru-buru pergi. “sini gue bantu!” kata Wulan sambil membantu Roman duduk. “lo yakin bisa sendirian?” Wulan mengamati kondisi si pacar. “kayanya harus ada yang ngerawat lo deh!” “lo mau?” tanya Roman serius. Mereka saling tatap sesaat.
“gue mau…tapi…masa gue harus nginep di kost lo?” wajah Wulan bingung. Roman tertawa. “ya engga lah…tenang aja, ada Martin ko yang bisa gue mintain tolong!” “gue juga bakal ke kost lo beres kuliah…tapi ngga nginep!” Wulan nyengir. “iyaa…” Roman tersenyum. Darren dan Karlo datang membawa kursi roda. Lalu mereka membantu Roman turun. Setelah mengambil obat dan dokumen-dokumen dari Rumah Sakit, mereka beranjak ke kost Roman. Motor Roman rusak cukup parah. Pelaku penabrakan sudah mengurusnya untuk dibawa ke bengkel.
Di kost, Martin sedang duduk di teras sambil main gitar. Mobil Sam masuk parkiran. Martin bergegas menghampiri. “alamak…kenapa pula rupanya kau, Roman?!” tanyanya kaget melihat kondisi Roman. Ia membantu Darren dan Karlo menuntun Roman ke kamar. “kalau Amang dan Inang tau, bisa pingsan mereka kau buat!” “Tin…pliss…jangan kau bilang sama Mamak dan Bapak ku!” Roman memohon. “iyalah, kau tenang saja, rahasiamu aman di tanganku!” Martin mengangkat kedua alisnya. “tapi kau bilanglah sama aku, siapa pula yang udah bikin kau kek begini?biar kukasih pelajaran tuh orang!” kata Martin emosi.
“tenang aja…orangnya tanggung jawab ko!” Sam menengahi. “bukan soal tanggung jawab saja, tapi biar dia paham soal berkendara di jalan!” Martin masih emosi. “tenang, Sob…dia udah berurusan sama yang berwajib!” Darren ikut menjawab. “lo mau makan apa?bubur?gue beliin ya…” suara Wulan membuat semua diam. “ngga usah, nanti gue bisa…” “udah, lo ngga usah jawab, pokonya selama lo sakit, gue yang ngurusin lo, lo harus nurut!” Wulan memotong omongan Roman. “gue keluar dulu ya!” Wulan pamit pada yang lain.
“eh, Lan..kita mau cabut juga nih, lo ngga ke kampus?” tanya Sam. “iya, Lan…lo kan harus kuliah!” Roman menambahkan. “mm...engga Sam, gue ditinggal aja…hari ini gue ngga ada kelas ko!” Wulan tersenyum. “sejak kapan lo ada hari libur?” tanya Roman penasaran. “gue udah telepon Yasmin, katanya kelas hari ini ditiadakan!” jawab Wulan cepat. Roman mendelik. “sssst…ngga usah protes!” kata Wulan galak. “ya udah kalo gitu kita pamit ya!” Sam, Bobi, Darren dan Karlo pergi ke kampus.
Wulan sudah kembali ke kost. Ia langsung ke dapur, menyiapkan bubur yang sudah dibelinya untuk si pacar. “tok tok tok” pintu kamar Roman diketuk. “iya, masuk aja…” suara Roman terdengar dari dalam. Wulan menaruh tasnya di atas meja. Lalu ia duduk di sebelah Roman. “nih buburnya…gue suapin ya!” katanya sambil meniup-niup bubur di sendok. “aaa….” Wulan menyodorkan sesendok bubur ke mulut Roman. Roman membuka mulutnya manut. “enak kan?” Roman mengangguk. “abisin ya…biar cepet sehat!” kata Wulan bawel.
Roman memakan habis buburnya. Wulan menyiapkan air putih dan obat. “nih, sekarang minum dulu obatnya!” ia menyerahkan segelas air ke tangan Roman, juga dua butir obat. “abisin air putihnya!” Roman menenggak habis air di gelas, lalu menyerahkan gelas kosong pada Wulan. “gitu dong…anak pinter!” Wulan ngucek-ngucek kepala Roman sambil tersenyum. “apaan sih?” kata Roman malu-malu. Wulan duduk di sebelah Roman. Memeluk sebelah lengan Roman. “kalo kita udah nikah nanti…kaya gini kali ya setiap harinya?” Wulan menerawang.
Roman menoleh. “apa?gue ngga salah denger nih?” ia tersenyum jail. Wulan langsung melepas pelukannya. “astaga, Wulaaaan…ko lo bisa keceplosan gitu sih??” katanya dalam hati. Wulan menggigit bibirnya. “eh…mm…apa?emang lo denger apa tadi?” Wulan ngeles. “engga ko, gue ngga denger apa-apa!” jawab Roman pengertian. “aduduh…” Roman memegang kepalanya. “kenapa?sakit ya?” Wulan langsung panik. “engga ko…engga engga, gue ngga apa-apa!” Roman pura-pura biasa. “udah deh, lo ngga usah bohong!kepala lo itu kebentur, pasti ada sisa sakitnya…lo tidur aja ya, biar enakan!” Wulan membantu Roman berbaring.
“Lan…” Roman menangkap tangan Wulan. Wulan duduk di samping Roman, balas menggenggam tangan si pacar. “makasih ya…” kata Roman sambil menatap Wulan lekat. “iya…lo mau bilang makasih berapa kali lagi sih?” Wulan protes. “sekarang lo istirahat aja, tidurin…biar bangun nanti, badan lo lebih enak!” Wulan tersenyum. “gue nungguin lo di sini ko!” lanjutnya sambil membelai kepala Roman. “gue nggamau tidur!” Wulan mengernyit. “gue maunya mandangin lo terus, selama lo ada di deket gue!” tiba-tiba Wulan mengecup kening Roman. “selamat istirahat…” bisiknya mesra. Roman tersenyum bahagia, lalu ia memejamkan matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Roman Picisan season 2 (fanfiction)
Fanfictionini hanya sekedar cerita (halu), untuk melanjutkan sebuah kisah cinta, karena Roman sudah tidak Picisan lagi.. ??