Sam dan Karin selesai kelas. “Rin, kita langsung yuk!” ajak Sam. “yuk!” Karin mengangguk. Sam langsung menggandeng Karin, berjalan menuju parkiran. Tak menunggu lama, mobil Sam melaju pergi, menuju rumah Karin. Di jalan, handphone Sam berbunyi. Sam memasang handsfree nya, “ya halo, Pa..kenapa?” Sam tampak serius menelepon. “oh iya iya…Sam ke sana sebentar lagi!” katanya, lalu menutup telpon. “siapa Sam?” tanya Karin penasaran. “bokap gue, kebetulan ada waktu kosong..jadi ngajakin ketemuan!” “ooh…” “lo ikut ya!” “haah??” Karin terbelalak.
Mobil sampai di depan rumah Karin. “sekarang lo buruan ganti baju, gue tunggu di mobil.” “iih…engga ah, gue ngga ikut!” Karin menolak ajakan Sam. “Rin…ini bukan ajakan, tapi ini perintah!” kata Sam tegas. “idih…perintah..emangnya lo atasan gue?” Karin mendelik. Ia menggendong ranselnya, bersiap turun. “udah ah gue masuk ya!” Sam buru-buru menangkap tangan Karin, “Rin…pleaseee…kapan lagi gue ketemu sama bokap gue…??ini kesempatan langka!” kata Sam memelas. Karin terdiam, ia bimbang. Ditatapnya Sam cukup lama. “mm…ya udah deh…lo tunggu bentar ya, gue ganti baju dulu!” akhirnya Karin mengiyakan.
Sam sabar menunggu di mobil. Tak lama Karin muncul, langsung naik ke mobil. “udah yuk…” Karin sudah siap. Sam memandangi Karin sambil senyum. “kenapa?ada yang salah ya sama baju gue..??” Karin memeriksa bajunya. “engga ko…lo cantik!” Sam menatap Karin terkesima. Karin jadi tersipu. “apaan sih….gombal banget deh!” Karin mengalihkan pandangannya. “udah yuk jalan…!” Karin menggugah lamunan Sam. “oh iya iya…” Sam langsung melajukan mobilnya.
Mereka sampai di sebuah café elit. Karin melongo. “Sam…lo ko ngga bilang kalo kita mau ke tempat kaya gini?” tanyanya cemas. “loh, emangnya kenapa?” “kayanya gue salah kostum deh!” Karin jadi ngga pede. Sam turun dari mobil, lalu bergegas membukakan pintu untuk Karin. “udah, nggapapa ko, kaya gini juga cantik!” Sam mengulurkan tangan, Karin berpegangan turun dari mobil. “jangan jauh-jauh dari gue!” kata Sam tersenyum. Karin menggandeng Sam, ia mengangguk. Mereka berdua jalan masuk ke café.
Di meja bagian tengah, Pratama sudah menunggu. “assalamu alaikum, Pa!” “assalamu alaikum, Om!” Sam dan Karin mencium tangan Pratama bergantian. “waalaikum salam!ayo duduk!” jawab Pratama. Sam dan Karin duduk, suasana masih tegang. Pratama terus memandangi Karin, wajahnya kurang bersahabat. “ini pacar Sam, Pa!” Sam menjelaskan. Pratama kaget, tapi ia tetap menjaga wibawa. “oh…iya iya…!” jawabnya sambil manggut-manggut.
Pratama terus saja membahas soal bisnis keluarga pada Sam. Karin jadi merasa tak enak. “oiya, Karin, orang tuamu usaha apa?” tiba-tiba Pratama bertanya. Karin terbelalak. Ia betul-betul kikuk. “mm…orang tua saya…” “Papa Karin seorang kontraktor, Pa!” Sam membantu menjawab. Karin langsung menoleh pada Sam. Sam menggenggam tangan Karin, menenangkan. “iya, Om…Papa saya kontraktor.” Pratama menatap Karin serius. “besok kamu temui Papa lagi di sini, jam satu siang!” Pratama mengalihkan tatapannya ke Sam, “Papa mau kenalkan kamu dengan anak relasi Papa!” lanjutnya.
“Sam ngga bisa Pa!” suasana jadi semakin tegang. Sam berdiri, masih menggenggam tangan Karin. “kalo Papa ajak Sam ketemu cuma buat kenalin Sam sama orang lain, mendingan ngga usah Pa!” Pratama malah semakin serius menatap Karin. “ayo, Rin, kita udah selesai di sini!” Karin langsung berdiri. Sam menarik tangannya untuk pergi. “assalamu alaikum, Om!” Karin berpamitan sebelum pergi mengikuti Sam. Pratama diam mengacuhkannya.
Di mobil. Sam terlihat sangat kecewa, ia menahan amarah. “Sam…lo nggapapa kan?” Karin memastikan. “orang tua macam apa coba?punya waktu sedikit untuk ketemu anaknya, malah bahas yang aneh-aneh!” tatapan Sam serius. “Sam…” Karin memegang bahu Sam, “bokap lo kaya gitu itu…karna pengen yang terbaik buat lo!” Karin menenangkan. “maksud lo, gue harus terima dikenal-kenalin sama orang baru, dijodohin seenaknya?” Sam menoleh dan menatap Karin lekat. “maksud gue…” “kenapa lo malah dukung bokap gue untuk jodohin gue sama orang lain?” tiba-tiba Sam marah.
“Sam!” Karin coba menyadarkan Sam, “gue bukan dukung bokap lo…tapi gue cuma…” “gue tau…lo emang ngga pernah serius sama hubungan kita!makanya sekarang lo kaya gini…!” Sam mengalihkan pandangannya dari Karin. “gue ngga ngerti ya sama jalan pikiran lo!” kata Karin kecewa. “di otak lo emang cuma lo sendiri yang paling ngerti dan paling bener!lo egois, Sam!” Karin membuka pintu mobil, dan bergegas turun. Sam langsung turun mengejar, “eh Rin, Rin…lo mau ke mana?” Sam menangkap tangan Karin.
“gue mau pulang!” jawab Karin sambil melepas tangannya dari pegangan Sam. “ya udah buruan naik, gue anter lo pulang!” Karin menatap Sam lekat. Matanya mulai berkaca-kaca. “lo itu emang ngga akan ngerti maksud gue…karna jalan pikiran lo beda sama gue!” Karin menyeka air matanya yang menetes di pipi. “sejak kecil hidup lo udah enak, Sam…makanya lo ngga akan bisa ngerti gimana hidup gue!gue sadar diri ko, Sam, siapa gue!” lanjut Karin. Lalu Karin berlari pergi meninggalkan Sam di sana. Sam mematung, berusaha mencerna apa yang baru saja didengarnya. Ia membiarkan Karin pergi.
“Rin….Kariiin!” Sam memanggil-manggil. Karin bersembunyi di balik pohon. Wajahnya basah karna air mata. “Sam…kita emang hidup di dunia yang beda…lo adalah pewaris tunggal usaha bokap lo…sedangkan gue??” Karin membatin. Ia memandangi Sam dari jauh. Sam mencari-cari ke sana ke mari. “maafin gue, Sam…mungkin saat ini lebih baik lo ngga ketemu sama gue!” Karin berjalan meninggalkan café. Tiba-tiba hujan turun, deras sekali. Karin berteduh di sebuah pos di pinggir jalan. Badannya basah kuyup. Tatapannya masih menerawang, memikirkan hubungannya dengan Sam.
Sebuah motor bebek melintas. Tiba-tiba berhenti tepat di dekat Karin. Seorang lelaki turun dari motor, menghampiri Karin. “kau rupanya!lagi ngapain kau di sini, bidadari kostan ku?” tanya Martin. Karin tidak menjawab. “hey!” Martin menepuk pundak Karin. Karin menjerit kaget. “aku ini…tak usah panik kau!” Karin malah menangis. “loh…kenapa kau rupanya?kutanya malah menangis kau!bikin aku bingung saja!” Karin masih terus menangis. “ya sudah, sambil tunggu hujan reda, kutemani kau di sini, ceritalah kau sama Abang!” Martin mengajak Karin duduk.
“ceritalah kau, jangan melamun terus begitu!” Martin membujuk Karin. “menurut lo, status sosial itu penting ngga dalam sebuah hubungan?” tiba-tiba Karin bersuara. “ah, rupanya ada hubungannya sama si Sam ini!” kata Martin dalam hati. Martin melepas jaketnya, lalu dipakaikan pada Karin. “pakailah jaketku, badanmu sudah menggigil!” kata Martin perhatian. “kenapa rupanya antara kau dan si Sam itu?” Martin mencari tau. Tiba-tiba handphone Karin berbunyi. Karin mengeluarkan handphone dari sakunya. Sam menelepon. Karin hanya memandangi handphone nya. “kau jawablah itu telpon, kasian yang cariin kau!” Karin hanya diam.
Berkali-kali Sam menelepon, tapi Karin tidak menjawabnya. Handphone berbunyi lagi, kali ini dari “mama Rena”. “mama ngapain nelpon?pasti Sam udah telpon mama!” Karin membatin. Karin malah melepas batre handphone nya. “heh, bidadari kost, kau ini kenapa sebetulnya?janganlah bikin hawatir orang-orang yang cariin kau itu!” Martin menasehati. “gue ngga pengen ketemu siapa-siapa…gue nggamau pulang!” air mata Karin menetes lagi. “Tin, lo mau ngga umpetin gue?” Karin meminta. “haaah?” Martin terbelalak kaget.
“gue nggatau harus ke mana…” Karin menerawang. “alamak…minta disembunyikan pula ini cewe!” Martin garuk-garuk kepala. “kalo lo nggamau nggapapa ko…gue bisa cari tempat lain!” Karin berdiri, hendak pergi. Martin langsung menahan tangan Karin. Karin menoleh, hingga mereka saling tatap. “galak kali kau!sabarlah sikit, masih hujan ini. Duduklah!” Martin menarik Karin untuk duduk lagi. “kalau hujan audah reda, baru kita pulang ke kost ku!” lanjutnya. Karin duduk kembali. “thanks ya!” katanya sambil senyum seadanya.
Mereka sampai di kost. “ayo masuk!” ajak Martin. Karin celingukan. “kalo ketauan Roman, dia pasti langsung ngasitau Sam!” kata Karin panik. “ya udah, kau tunggu sini dulu, biar aku cek dulu kondisi di dalam.” Setelah aman, Martin membawa Karin ke kamarnya. Ia mengambil baju ganti untuk Karin. “tukar dulu bajumu, biar tak masuk angin!aku ke dapur dulu!” Martin meninggalkan Karin di kamarnya. Tak lama ia kembali, membawa teh hangat untuk Karin. “ini teh hangat buatmu, minumlah biar badanmu hangat. Sudah makan kau?” Karin mengangguk. “thanks ya, Tin!” Martin tersenyum, lalu keluar dari kamarnya.
“tok…tok…tok…” Martin mengetuk pintu kamar Roman. “iyaa, masuk aja…ngga kukunci!” Martin masuk. “Man…malam ini aku nginap tempatmu ya!” Roman menoleh dan mengernyit, “kenapa rupanya?kau kedatangan tamu?” tanya Roman penasaran. “ah, bukan…aku tadi sore nonton film horor, takutlah aku jadinya sekarang, kebayang-bayang terus!” Martin beralibi. “ada-ada saja kau!ya bolehlah kalo mau nginap sini!” Roman meneruskan membaca buku. Martin merebahkan tubuhnya, “kasian bidadari kost ku…semoga aja dia cepat baik-baik!” gumamnya dalam hati. Lalu ia tidur.
Pagi hari, Roman sudah berangkat ke kampus. Martin menghampiri Karin. “kau tak kuliah?” tanyanya. “gue masih ngga bisa ketemu sama Sam!” jawab Karin sedih. “boleh kan gue di sini dulu?” Karin memelas. “ya sudalah, suka-suka kau di sini, aku berangkat dulu ya!kalo lapar, di dapur ada mi instan.” Martin tersenyum. “nanti pulang kampus kubelikan kau makanan!” lanjutnya. “iya, thanks ya…sori gue ngerepotin lo banget!” “tak masalah lah!senang aku bisa bantu kau!” lalu Martin pamit.
Roman dan Wulan sudah sampai di kampus. Tiba-tiba handphone Roman berbunyi. “Sam nelpon, gue angkat dulu ya!” kata Roman sambil menjawab telpon. “halo, ya, Sam?” “Man…lo tau ngga Karin ada di mana?” “hah?Karin?gue nggatau…emang kenapa Sam?” Roman dan Wulan saling tatap. “ini gue lagi bareng Wulan sih..lo di mana?” “gue sama anak-anak udah di kantin.” “ya udah gue ke sana!” Roman menyudahi telponnya, lalu berpamitan pada Wulan. Ia bergegas ke kantin menemui fantastic four.
Di Kantin. “gimana ceritanya, Sam??” tanya Roman penasaran. “jadi…semalem itu gue ajak Karin ketemu bokap gue. Tapi bokap gue kaya ga suka gitu sama Karin. Mungkin dia sakit hati, semalem gue berantem, dan dia pergi.” Sam menjelaskan. “jadi semalem lo ngga langsung caritau keberadaan Karin??” tanya Darren. “semalem gue telpon tapi dia ngga jawab. Gue tanya nyokapnya pun nggatau. Gue pikir dia lagi mau sendiri aja, ya udah. Tapi tadi pagi nyokapnya nelpon gue, ngasitau kalo Karin ngga pulang semaleman.” Wajah Sam betul-betul cemas.
“telpon coba kau sudah?” tanya Karlo. “gue udah telpon berkali-kali, tetep ngga dijawab!” Sam jadi frustasi. “mm…Karin itu bukannya deket banget sama kembaran Ibob ya?coba cek handphone barangkali Karin ngabarin!” kata Bobi ke Roman. Roman mengecek handphone nya, “ngga ada apa-apa ko…whatsapp ato telpon ngga ada tuh!” “aaaarrrgh!gue harus cari ke mana lagi coba!!” Sam memukul meja kesal. “Sam sabar, Sam!” Darren menenangkan. “gue yakin Karin ada di tempat yang aman ko!” kata Roman. Semua melihat ke arah Roman.
“gue tau Karin gimana..dia pasti bisa jaga diri baik-baik!” Roman sangat yakin. “betul itu sudah!” Karlo setuju. “lo udah coba tanya sama cewe-cewe?” Darren memastikan. Sam mengangguk lemah. “ngga ada yang tau…!” Sam betul-betul putus asa. “sabar Sam!” Roman merangkul sahabatnya itu. “kita pasti bantu cari Karin!” Sam menoleh. “thanks ya, Sob!” Roman mengangguk. “sekarang kita kuliah dulu aja, kalo udah kelar, baru kita cari lagi!” Mereka setuju, lalu berpisah di sana.
Jam empat. Roman sudah di loby Fakultas Kedokteran, menjemput Wulan. “gimana, udah ada kabar dari Karin?” tanya Wulan cemas. Roman menggeleng, “belom!kasian Sam, dia frustasi!” Wulan memakai helmnya lalu naik ke atas motor. “kita cari ke mana?” tanyanya. “kita ke radio dulu ya, siapatau Karin ke sana!” Wulan mengangguk, ia memeluk Roman erat, “ya udah yuk!” Roman langsung melajukan motornya.
Mereka sudah di radio, tapi Karin tidak ada di sana. “duuh…Karin ke mana ya?!” Wulan mulai putus asa. Roman diam, ia mengingat-ngingat ke mana biasanya Karin pergi. “eh…tunggu dulu!” tiba-tiba Wulan menepuk lengan Roman. “kenapa?” tanya Roman kaget. Wulan menatap Roman lekat. “lo ngga nyembunyiin Karin di kamar lo kan?” Roman terbelalak. Seketika ia teringat kejadian dulu saat Wulan memergoki Karin di kost nya pagi-pagi. “Roman!” Wulan mengagetkan Roman. “eh…mm…engga ko…apaan sih lo, curigaan aja!” kata Roman sewot. “udah yuk, gue anter lo pulang aja!” Wulan buru-buru naik ke atas motor.
Sesampainya di rumah Wulan. “lo mau cari ke mana lagi?” Roman menggeleng, “belom tau!nanti sambil nunggu kabar dari Sam juga!” jawabnya. “ya udah sana masuk, gue mau balik ke kost dulu deh!” Roman tersenyum. “ya udah, kalo ada apa-apa jangan lupa kabarin gue ya!” Roman mengangguk, “lo juga!kalo Karin ngehubungin lo, buruan kabarin gue!” “iyaa beress!” Wulan mengedipkan sebelah matanya. “lo ati-ati ya di jalan, jangan ngebut!” Wulan tersenyum dan melambaikan tangan, lalu Roman pergi dari sana.
Di kost. Roman masuk ke dalam rumah. Saat hendak ke kamarnya, ia berpapasan dengan Martin. Martin sedang membawa dua buah piring di tangannya. “bawa apa kau?” “mm…ini, aku mau makan!” jawab Martin gelagapan. Roman mengernyit. “makan dua piring kau sendiri?” tanyanya menyelidik. Martin tak bisa mengelak. Roman mengikutinya ke kamar. Saat pintu kamar dibuka, Roman terbelalak. “Karin!?” ia setengah berteriak. Karin juga terbelalak kaget. “tenang dulu, tenang dulu…biar aku jelaskan!” Martin menengahi.
Akhirnya Karin menceritakan semuanya pada Roman. “ya ampun, Rin!kita semua hawatir nyariin lo tau!apalagi Sam!” Roman menegur Karin. “sori, Man!” Karin tertunduk, “gue nggatau harus ke mana lagi…gue ngga pengen ketemu Sam dulu!” “tapi mau sampe kapan lo sembunyi gini?” Roman mendekati Karin, “nyokap lo juga pasti hawatir!” kata Roman lagi. “tapi kalo gue ngasitau nyokap, nyokap gue pasti ngasitau Sam!” Karin mulai terisak. “lo ngga ngerti Man gimana perasaan gue!” suara Karin bergetar. Martin terdiam, hanya mengamati mereka berdua.
“gue harus ngasitau Sam!” Roman bergegas keluar dari kamar Martin. Karin mengejar Roman. Baru sampai teras, langkah mereka terhenti. Sam berdiri di sana, wajahnya serius. “Sam!” panggil Roman. Karin kaget sekali melihat Sam. Tiba-tiba Sam menatap Roman tajam. Ia melangkah perlahan sampai berhadapan persis dengan Roman. “jadi gini?” tanyanya dingin. “jadi gini lo perlakuin sahabat lo sendiri??” kata Sam marah. Roman mengernyit, “Sam…lo salah paham!” jelasnya. “ini gue baru aja…” belum selesai Roman bicara, tinju Sam sudah mendarat di pipinya. Roman tersungkur. “Sam!” teriak Karin.
Tangan Sam terkepal. Darahnya sudah naik ke ubun-ubun. “lo apa-apaan sih?!” Karin berteriak panik. Ia membantu Roman berdiri. “lo salah paham, Sam!” kata Roman sambil memegangi pipinya. Sam melayangkan lagi tinjunya. Tapi kali ini ditahan oleh Martin. “lo ngga usah ikut campur!” kata Sam marah. Martin menatap Sam serius. “minggir!” Sam berteriak. Martin melangkah maju, sampai berhadapan dengan Sam. “kalo kau mau pukul orang karna sembunyiin pacarmu di sini..pukul aku!” kata Martin datar. “nih, kau boleh pukul aku!” Martin menyodorkan pipinya pada Sam.
Sam mengepalkan tinjunya. Nafasnya cepat, ia betul-betul marah. Saat tangannya terangkat, “cukup, Sam!” Karin menjerit sambil menangkap tangan Sam. “lo mau jadi jagoan?” Karin mulai menitikan air mata. Sam menurunkan tangannya. Ia menatap Karin. “gue cape, Sam…” kata Karin lirih. Martin dan Roman meninggalkan mereka berdua. “Rin…” wajah Sam cemas. “gue cape kaya gini, Sam!” kata Karin lagi. “lo jangan nangis!” Sam berusaha menyeka air mata Karin, tapi Karin menepis tangan Sam.
“kita emang dari dunia yang beda, Sam…bokap lo bener…lo harusnya cari cewe yang sepadan sama lo!bukan cewe miskin kaya gue!” tangis Karin pecah. Sam langsung memeluk Karin. Karin berusaha melepas pelukannya, tapi Sam menahannya. “gue sayang sama lo…gue cinta sama lo!gue ngga peduli apa kata bokap gue!” kata Sam tegas. Karin terisak di pelukan Sam. “lo jangan lari lagi…jangan tinggalin gue lagi!” Sam memohon. Karin memeluk Sam erat.
Setelah sama-sama tenang, mereka duduk bersama di ruang tamu. “Man…gue minta maaf!” kata Sam menyesal. “iya, santay aja!” Roman tersenyum sambil memegangi pipinya. “untung kau sahabatnya Roman, kalo bukan…sudah abis kau!” kata Martin serius. “gue juga minta maaf sama lo, Tin!” kata Sam tulus. “thanks juga, lo udah nolongin Karin.” Sambungnya. Karin mengambil barang-barangnya, lalu ke ruang tamu. “makasih ya, Tin, Man…sori gue ngerepotin kalian!” Martin tersenyum, “santai ajalah sama aku!” jawabnya. Lalu Sam dan Karin berpamitan pulang.
Di kamar. “haii pacar…” Roman tersenyum mendengar sapaan si pacar. “haii juga pacar!” jawabnya. “Karin udah balik?” “udah…” “iiih…kenapa sih jawabnya pendek-pendek…nggamau ya telponan sama gue?!” Wulan ngambek. “bukan….aduduh...” Roman memegangi pipinya lagi. “lo kenapa?ko kaya kesakitan gitu?” tanya Wulan cemas. “iya nih…pipi gue sakit!” “kenapaa??” “yaa…tadi Sam sempet salah paham, dia kira gue nyembunyiin Karin..” “terus?” “ya gue dapet bogem dari Sam!” “apaaa??!” Wulan menjerit kaget.
“awas aja ya Sam…ketemu nanti gue jitak!berani-beraninya maen bogem pacar gue!” Wulan mencak-mencak. Roman tertawa. “tapi lo ngga apa-apa kan?” Wulan memastikan. “nggapapa ko..merah dikit aja!” “harusnya dikompres itu, biar ngga sakit!” “nggapapa ko, ngga usah panik gitu!” Roman tersenyum senang. “gue ke sana ya…” “eh, apaan…ngga usah!ini udah malem tau!” “abisnya…lo bandel!” “gue beneran ngga apa-apa, Wulandari!” “besok gue obatin ya di UKM!” Wulan memaksa. “iya…” jawab Roman nurut. “ya udah, sekarang istirahat aja…selamat tidur, Roman Arbani!” “selamat tidur, bidadari!” lalu telpon ditutup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Roman Picisan season 2 (fanfiction)
Fanfictionini hanya sekedar cerita (halu), untuk melanjutkan sebuah kisah cinta, karena Roman sudah tidak Picisan lagi.. ??