Part 65 Freunde

2.5K 63 0
                                    

“halo, Man…nanti siang lo sama Wulan jadi kan ke ruko?” tanya Sam dari sebrang telpon. “iya, iya…jadi ko…kenapa emang, Sam?” “oh, sip deh…ini, gue mendadak diajak Bokap makan siang bareng..jadi gue ngga bisa ke ruko!” “oooh…lo sama Karin?” “engga lah, gue sendiri..lo kan tau gimana terakhir kali Karin ketemu Bokap gue…jadi dia ngga mau ikut..” “hmm…iya gue ngerti…” jawab Roman sambil manggut-manggut.

“eh, Sam…kalo lo ngga ke ruko, kuncinya gimana dong?” “kuncinya nanti gue titip ke Karin, ntar lo janjian aja sama Karin, okey?” “okey deh siap!” “thanks ya, Man!” “iya, sama-sama!salam ya buat Bokap lo..” “iya, nanti gue salamin!” Lalu telpon ditutup. “kenapa, Man?” tanya Wulan yang sedaritadi memperhatikan di samping Roman. “itu, Sam ngga bisa ke ruko!” “berarti nanti siang kita ngga jadi dong?” Wulan cemberut. “kenapa?kecewa yaa batal ngedate sama gue?” Roman menaikturunkan alisnya sambil menatap Wulan jail.

“ngaco!” Wulan memukul lengan Roman. Roman tertawa. “jadi ko….tenang aja!” jawab Roman sambil mengedipkan sebelah matanya. Wulan tersipu. “ya udah, ayo kita berangkat!nanti malah telat lagi…” Wulan buru-buru memakai helmnya, langsung naik ke atas motor. Roman menghidupkan motor dan siap pergi. “eeh, tunggu!” suara Wulan mengagetkan. Roman menoleh, “kenapa?” tanyanya serius. Wulan tersenyum. Ia memeluk pinggang si pacar dengan erat. Roman tersenyum juga. Lalu ia melajukan motornya.

Jam satu siang. Roman dan Wulan sudah berada di depan ruko, menunggu Karin. “heiiii!” panggil Karin. Roman dan Wulan menoleh, melihat Karin berlari mendekat. “aduh, sorii…kalian nunggu lama ya?” Karin masih ngos-ngosan. “tadi gue ke perpus dulu, ngembaliin buku!” Karin merogoh tasnya. “sori banget juga…gue ngga bisa bantuin kalian buat dekor hari ini…” Karin menyerahkan kunci pada Wulan sambil nyengir. “emang lo mau ke mana?buru-buru banget gitu kayanya…” tanya Wulan penasaran.

“tadi Bokap gue nelpon, katanya Nyokap sakit, jadi gue mau langsung balik…” “ya ampun, semoga Nyokap lo cepet sembuh yaa!” Wulan menggenggam tangan sahabatnya itu. “ya udah, Rin, lo balik aja…biar siang ini gue sama Wulan aja yang dekor!” “thanks ya..” Karin tersenyum. “kalo gitu gue langsung ya..Semangaat!” Karin menyemangati, lalu ia pergi dari sana. Roman dan Wulan saling tatap. “jadi…kita berdua aja nih?” bisik Roman. “ya…abis mau gimana lagi?” Wulan mengangkat bahu.

Roman melangkah, mendekat pada Wulan. Ia sedikit membungkuk. “emangnya…lo ngga takut, di dalem ruko berduaan sama gue?” tanya Roman jail. Wulan terpaku. Sesaat pikirannya melayang tak karuan. Lalu ia mengerjap, sadar. “iiiih, Romaaaaan!” ia hendak memukul si pacar, tapi Roman lari menghindar sambil tertawa. Wulan mengejar Roman. Mereka berkejaran beberapa saat. “udah ah, cape!” Wulan berjongkok sambil terengah. “ya udah, masuk yuk…” Roman menyodorkan tangannya membantu Wulan berdiri. Lalu mereka berdua masuk ke dalam ruko.

Sementara itu di sebuah restoran ternama. “Yogiii…!” Pratama memeluk seorang lelaki yang sudah menunggu di salah satu meja. “lama ya nunggu?” Pratama tersenyum. “rasanya, baru sekarang gue liat Papa senyum selepas ini lagi!” Sam membatin. “Sam…kenalin, ini temen Papa…Om Yogi!” Pratama membuyarkan lamunan Sam. “eh…halo, Om…” Sam menjabat tangan Yogi dan tersenyum sopan. “Sam…udah besar kamu sekarang ya!ayo duduk, duduk…” Mereka bertiga duduk.

“loh…kamu sendirian?” “engga dong…sesuai rencana, aku bawa anakku juga, tapi dia lagi ke toilet..” Yogi tersenyum lebar. “Pah…maaf aku agak lama..” tiba-tiba seorang wanita muda muncul. “nah…ini dia datang!” Pratama dan Sam sama-sama menoleh ke arah wanita itu. Sam langsung berdiri, “Prilly?!” matanya terbelalak. “loh…Ka Sam?!” Prilly tak kalah kaget. Mereka berdua saling tunjuk. “kalian sudah saling kenal?” tanya Yogi. Pratama ikutan terkejut.

Prilly menoleh, “Ka Sam ini kakak kelas aku di SMA 712, Pah…” terang Prilly. “wah…wah…gini nih kalo kita jarang ketemu…sampe ngga tau kalo anak kita ternyata satu sekolahan!” Pratama tertawa. Yogi juga ikut tertawa. “udah, ayo duduk…kita pesan makanan dulu!” ajak Yogi. Prilly dan Sam duduk berhadapan. Keduanya jadi kikuk. “jadi Papa ngajak gue ke sini untuk dikenalin sama anak temennya, dan ternyata anak itu Prilly??aduuuh…gimana kalo Karin sampe tau??bisa kacauuu deh…” Sam bergumam dalam hati. Wajahnya merengut, ia bingung.

Makan siang selesai. “Sam, coba ajak Prilly ke samping restoran, ada taman bunga di sana..” kata Pratama. “iya, kalian berdua ngobrol-ngobrol dulu lah, biar makin akrab…” Yogi juga mendukung. “mm…ya udah, ayo, Prill…” Sam berdiri dan berjalan mendahului Prilly. “aku permisi dulu ya, Pah…Om..” Prilly pamitan, lalu mengikuti Sam dari belakang. Sementara Pratama dan Yogi tetap di situ membahas bisnis mereka.

“lo udah tau?” tanya Sam tiba-tiba. Prilly terhenyak. Ia memandangi  punggung Sam yang berdiri di depannya. “maksud Ka Sam…?” tanyanya lirih. Sam berbalik. Sekarang mereka berhadapan. “Prill…lo udah tau kan, kalo Bokap lo mau kenalin lo sama gue?” Sam menatap Prilly tajam. Prilly gugup. Ia mengalihkan pandangannya dari Sam. “jawab!” Sam refleks membentak. Tubuh Prilly melonjak kaget. “Ka…aku sama sekali ngga tau soal ini…aku…aku…aku cuma diajak makan siang sama Papa, itu aja…” jawabnya terbata.

Tangan Sam terkepal. Ia berusaha meredam emosinya. Matanya mengerjap, sadar baru saja membuat Prilly ketakutan. “so…sorii, Prill…gue emosi!” katanya lalu membalikkan badan memunggungi Prilly. Prilly melangkah, berdiri di samping Sam. “iya, aku ngerti ko…” jawab Prilly tenang. Sam diam, tidak menjawab. “Ka Sam pasti takut Ka Karin tau ya?” lanjut Prilly. Sam menoleh. Mereka saling tatap lagi. “lo tau kan, cinta gue udah buat Karin!” kata Sam tegas. Prilly tersenyum kecut. Ia mengangguk perlahan.

Di dalam ruko. Roman dan Wulan sedang asik mendekor bakal café mereka. Lantai satu ruko sudah dicat rapi. Ada beberapa lampion tergantung sebagai hiasan lampu. Bagian dinding akan dihias dengan lukisan dan puisi-puisi buatan Roman. “yang ini deh, bagus kan…” Wulan sibuk memilih puisi mana yang akan ditulis di dinding. “hmm…puisi gue kan bagus semua…masa harus ditulis semua?” jawab Roman pede. Wulan mendelik. “mulai deh…ganjen!” “ko ganjen sih?emang bener kan, puisi gue bagus semua??” Roman mendekatkan wajahnya ke hadapan Wulan. Mereka saling tatap, sangat dekat.

aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu.
aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.”
Jantung Wulan seakan berhenti seketika. Nafasnya tercekat. Ia terbius oleh puisi yang dibacakan Roman.

“malah bengong!” Roman mengagetkan Wulan. Wulan mengerjap. “iiiih, Romaaaaaan!” ia refleks memukuli lengan si pacar. “aduduh…sakit, Lan…” kata Roman sambil terkekeh. Tiba-tiba pintu ruko diketuk. Roman dan Wulan saling tatap. “ada yang datang!” kata mereka bersamaan. Mereka menghampiri pintu, membukanya. “Karin?!” “haiii!” Karin melambaikan tangan semangat. “ko lo udah di sini lagi?” tanya Roman heran. “kenapa…gue ganggu kalian pacaran ya?” tanya Karin sambil melepas ranselnya.

“bukan gitu…katanya Nyokap lo sakit?” “iyaa…cuma demam ko, udah gue beliin obat tadi…trus ngga lama Bokap gue pulang, jadi gue bisa ke sini lagi..” Karin nyengir. “Alhamdulilah…untung Nyokap lo ngga kenapa-kenapa ya!” Wulan ikut lega. “kalian berdua keren juga…” Karin melihat-lihat sekeliling ruangan. “Wulan nih yang atur semua ini…” Roman menjelaskan. “ah…engga ko…ini jadi keren gara-gara puisinya Roman…” Wulan melempar pujian untuk si pacar. “iya iya…kalian berdua sama-sama keren ko!” Karin tertawa.

“ya udah, ayo lanjutin!” ajak Karin. Mereka bertiga mulai melanjutkan mendekor café. “yang lain ko belom pada ke sini ya?” Wulan melirik jam tangannya. “mm…mungkin sebentar lagi!” jawab Karin. Tak lama Bobi, Sisi, Darren dan Ghina muncul. “tuh kan, kalian panjang umur…baru diomongin langsung nongol!” Mereka bertujuh tertawa. “beli ketupat dapet duren, ini tempat ko jadi keren?” Bobi terkagum-kagum melihat dekorasi café. “ya ampun, ini keren banget!” Sisi nambahin.

“kalian top banget dah pokonya!” “iyaa…ini sih bakal ngebetahin banget!” Darren dan Ghina ngga kalah kagum. “iya dong…siapa dulu yang dekornya…best couple ever!” Karin melirik Roman dan Wulan. “udah udah…nanti ada yang terbang lagi kalo dipuji terus!” Roman nyela. Wulan langsung merengut. Roman buru-buru merangkul si pacar. “becanda!” katanya sambil nyengir. “ngomong-ngomong…Karlo mana?ko ngga keliatan?” Roman celingukan. “iya, Karlo langsung balik tadi, ada perlu katanya..” jawab Darren.

“si Sam mana nih…makan siangnya lama bener…” tanya Bobi sambil memakan cemilan yang dibawanya. “tadi sih whatsapp gue katanya udah jalan ke sini…” Karin menjawab. Mereka semua melanjutkan dekorasi café. Bobi dan Darren mulai menata meja dan kursi, sementara Karin, Sisi dan Ghina menyusun pot-pot bunga sebagai hiasan meja. Roman dan Wulan masih menulisi dinding dengan cat. “haii!” tak lama Sam muncul. Semua menoleh ke arah pintu. Karin menghampiri Sam, tapi langkahnya terhenti. Wajahnya serius, matanya terbelalak. “Prilly?!” panggilnya kaget.

“halo, Kakak-kakak semua..” Prilly masuk ke dalam café dan melambaikan tangan. Mereka semua saling tatap. Suasana mendadak tegang. “ini bisa gue jelasin!” Sam langsung menatap Karin meyakinkan. Karin terdiam. Ia membalikkan badan, kembali menghampiri Sisi dan Ghina, meninggalkan Sam. “Ka Sam…aku bisa bantu apa?” tanya Prilly polos. Sam tidak menggubris, ia masih memandangi Karin. “Ka Sam…” “lo bisa diem ngga?!” Sam membentak Prilly lagi. Prilly tersentak, matanya berkaca-kaca. Semua mata menatap Sam.

“Sam!” Karin menghampiri mereka berdua. “lo apa-apaan sih?lo yang bawa dia ke sini…dan sekarang lo mau bikin dia nangis di sini??” Karin berdiri di depan Prilly, menghalanginya dari Sam. Sam menatap Karin tajam. Matanya merah menahan emosi. “lo ikut gue!” kata Karin sambil ngeloyor pergi. Sam membuntuti di belakang, mereka berdua berjalan ke parkiran. Ghina dan Sisi menghampiri Prilly, mencoba menenangkan. “udah, udah…ayo lanjut-lanjut!” Darren mengalihkan perhatian. Semua melanjutkan pekerjaannya.

“Rin…gue…” “cukup Sam!” Karin menyela. “gue nggatau kenapa lo bisa bawa Prilly ke sini…tapi gue yakin, lo punya alesan yang cukup bagus untuk itu!” Karin menatap Sam tajam. Mereka berdua saling tatap beberapa saat. “Rin…Bokap gue ngajak gue makan bareng temennya, namanya Om Yogi…” Karin mendengarkan dengan seksama. “dan…ternyata… Om Yogi bawa anaknya untuk dikenalin sama gue…” “terus?” “dan anaknya Om Yogi itu….ya…ternyata Prilly!” Sam mengakhiri ceritanya. Karin terbelalak. Ia betul-betul kaget.

Tubuh Karin membeku. Tatapannya berubah kosong. Matanya mulai basah. “Rin…” Sam memegang bahu Karin dengan kedua tangannya. Tapi Karin langsung menepisnya. “gue ngerti ko, Sam!” suara Karin bergetar. Ia menyeka air matanya, lalu tersenyum pada Sam. “masuk yuk, kita kan harus bantu ngedekor!” Karin membalikkan badan hendak masuk. Sam menangkap tangan Karin dan menahannya. “apa yang lo ngerti?” tanyanya. Karin tidak membalikkan badan. Air matanya mengalir tak tertahan. “Rin…” Sam melangkah maju.

“stop!” Karin menghentikan langkah Sam. “pliss Sam….biarin gue kaya gini dulu…gue….belum sanggup untuk ngerti semuanya…” Karin terisak. Ia berusaha melepaskan genggaman tangan Sam, tapi Sam menahannya. Karin melangkah, tapi Sam menarik tangannya, hingga tubuh Karin berputar dan jatuh ke pelukan Sam. “kalo lo mau nangis, nangis di pelukan gue!” bisiknya sambil memeluk erat Karin. Tangis Karin pecah. “maafin gue, Rin….” Sam membiarkan pacarnya menangis di pelukannya.

“beep beep” tiba-tiba handphone Sam berbunyi. Karin melepas pelukannya, langsung menyeka air matanya. “handphone lo bunyi…” katanya dengan suara masih bergetar. Sam merogoh saku celananya, mengambil handphone. Pratama yang menelepon. Sam hanya memandangi handphone nya. “kenapa ngga lo jawab?” Karin menatap Sam tajam. “dari Bokap gue!” “jawab lah, mungkin ada yang penting!” Karin mengingatkan. “ya udah, gue jawab telpon dulu ya!” Sam membalikkan badannya, lalu menjawab telpon dari Pratama.

“ya, Pah?” “Prilly masih sama kamu kan, Sam?” “iya, masih..” Sam berjalan agak menjauh dari Karin. “tolong kamu antar Prilly pulang sekarang ya!” “loh…tapi Sam belom selesai, Pah..” “jangan bantah, Sam…urusan kamu sama temen-temen kamu bisa dilanjut nanti, pokonya sekarang kamu antar Prilly pulang!” “iya, Pah…” jawabnya pasrah. Wajah Sam merengut, hatinya kesal, tapi tak bisa berbuat apa-apa. “kenapa?” tanya Karin membuyarkan lamunan Sam. Sam membalikkan badannya, mereka berdua saling tatap.

“gue…..” “lo kenapa?” Karin mendesak. “ikut gue!” Sam menggandeng tangan Karin dan mengajaknya masuk ke dalam ruko. “Ka Sam…” Prilly langsung menghampiri saat Sam dan Karin masuk. “Ka Sam bisa anter aku pulang dulu kan?” tanya Prilly sambil menatap Sam. Karin berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Sam, tapi Sam menahannya, malah menggenggamnya semakin erat. “sori, Prill, gue ngga bisa anter lo balik, karna gue masih ada urusan.” Prilly melirik pada Karin, lalu ia tertunduk kecewa.

“gini aja…Prilly biar Sisi yang anter ya…” Sisi menawarkan diri. “kita emang sekalian mau pulang, iya kan Ibob…?” Sisi mengedipkan matanya memberi isyarat pada Bobi. “ikan di kali banyak yang ngincer, biar Prilly kita yang anter!” kata Bobi meyakinkan. “kalian seriusan?” Sam memastikan. “aduh, Sam…ya kita serius lah…sekalian mau makan…” Sisi nyengir. “tuh, Prill, lo dianter sama Sisi Bobi ya…” kata Sam pada Prilly. Prilly mengangguk pelan. “ya udah, Kaka Kaka semua, aku pamit ya..” Prilly melambaikan tangan dan berjalan keluar dengan Sisi dan Bobi.

Tinggal mereka berenam di dalam ruko. Sam, Karin, Roman, Wulan, Darren dan Ghina. Suasana masih tegang. “lepasin gue, Sam!” Karin melepaskan tangannya dari genggaman Sam. “lo ngga apa-apa kan?” Wulan menghampiri Karin dan merangkulnya. “iya, gue ngga apa-apa ko!” Karin mengangguk sambil tersenyum seadanya. Sam duduk di depan Roman. Wajahnya semrawut. “lo kenapa sih, Sam?” Roman membuka pembicaraan. “iya, Bro…cerita dong sama kita-kita!” Darren duduk di samping Sam sambil merangkul sahabatnya itu.

“Sam ngga bisa lanjutin hubungan sama gue!” tiba-tiba Karin membuat semua terbelalak. “lo ngomong apaan sih?” Ghina menegur Karin. Sam langsung berdiri, ia berhadapan dengan Karin sekarang. “Rin…walaupun Bokap gue mau jodohin gue sama cewe laen, gue maunya cuma sama lo!” katanya tegas. “tapi lo ngga bisa ngelawan Bokap lo…hubungan itu butuh restu, Sam!” Karin jadi emosional. Mereka berdua saling tatap beberapa saat.

“udah udah, kalian tenang dulu…” Roman coba menengahi. “Sam…lo duduk!lo juga, Rin…duduk!kita bisa obrolin ini baik-baik!” lanjutnya. Sam dan Karin manut, mereka kembali duduk. “sebenernya kalian itu kenapa sih?” Wulan memulai lagi. “tadi gue denger ada perjodohan, perjodohan apa??” tanyanya bingung. Sam mulai menceritakan apa yang terjadi. Semua mendengarkan dengan serius. “jadi…lo mau dijodohin sama Prilly??” tanya Darren spontan. Ghina langsung menepuk pundak Darren, menyuruhnya diam.

“sori sori…” Darren menutup mulutnya dengan kedua tangan. “kenapa lo minta maaf?lo bener ko…” jawab Karin cepat. “Rin… lo kenapa sih ngomong gitu mulu?jangan-jangan emang lo yang pengen kita bubar??” tanya Sam emosi. Karin menatap Sam tajam. “iya, kalo emang ini yang terbaik, kita bubar aja!” mata Karin berkaca-kaca. Sam langsung berdiri, “lo apaan sih??!” ia menghampiri Karin. “Sam, lo tenang dulu!kontrol emosi lo!” Roman buru-buru menghadang.

“minggir, Man!” “engga!” Sam mengalihkan tatapannya ke Roman. “lo ngga usah ikut campur, Man…lo ngga tau apa-apa!” katanya dingin. “Sam…gue mungkin nggatau banyak, tapi yang gue tau, sekarang kalian berdua lagi sama-sama emosi…jadi…” “gue bilang minggir!” Sam mendorong Roman dengan emosi. Roman kehilangan keseimbangan, tubuhnya jatuh mendorong Wulan yang ada di belakangnya. “eh eh…” bug “aww…” Wulan terjatuh, dan kepalanya membentur kursi.

“Lan…Lan…lo ngga apa-apa kan?” Roman langsung berlutut di samping Wulan, panik. “iyaa..gue ngga apa-apa ko..” jawab Wulan. Tangannya memegangi kepala, menahan sakit. Roman membantu Wulan duduk di kursi. “maksud lo apa sih, Sam?” Roman menghampiri Sam dengan marah. “ya gue ngga sengaja!” “ngga sengaja?mata lo ke mana…apa lo ngga liat Wulan ada di belakang gue??” Roman mendorong dada Sam. “gue udah minta maaf, lo biasa aja dong!” Sam balas mendorong dada Roman. Keduanya saling tatap penuh emosi.

“woy woy….” Tiba-tiba Alfa dan Nico muncul dan langsung memisahkan mereka. “ini ada apa sih?suasananya ngga enak banget?!” tanya Nadine serius. “ya ampun, Lan…kening lo lebam gitu, kenapa?” Yasmin menghampiri sahabatnya itu. “sorii…semua ini salah gue…” suara Karin bergetar. Ia memandang satu per satu yang ada di dalam ruangan. “sori ya, gue cuma bisa bikin kacau!gue mending ga ada di sini!” Karin mengambil ranselnya, lalu berlari pergi. “Rin…!” Sam bergegas menyusul Karin. Tapi tiba-tiba Nadine menangkap tangan Sam dan menahannya di sana.

Sam menoleh dan menatap Nadine tajam. “lo lebih baik tetep di sini, biarin Karin nenangin diri dulu!” kata Nadine tegas. “Nadine bener, Bro…mending lo juga nenangin diri dulu!” Nico merangkul Sam menenangkan. Sam menghela napas panjang, lalu melepas pegangan tangan Nadine perlahan. “gue ke depan dulu, cari angin!” katanya sambil berjalan keluar. “guys, gue memenin Sam dulu ya!” Nico pamitan, lalu menyusul Sam keluar. Suasana di dalam ruko masih tegang.

“coba gue liat…” Roman memeriksa kening Wulan. “sakit yaa…maafin gue ya, harusnya gue bisa ngehindar biar lo ngga kedorong…” Roman sangat menyesal. Wulan menggenggam sebelah tangan Roman. Mereka saling tatap. “jangan nyalahin diri lo sendiri…gue ngga apa-apa ko…semua ini kecelakaan…” Wulan membelai pipi Roman sambil tersenyum meyakinkan. Roman balas tersenyum. “makasih ya…” Wulan mengangguk. Roman langsung duduk di samping Wulan.

“sebenernya ada apa sih?” Yasmin masih bingung. “jadi tadi itu…” Darren menceritakan apa yang terjadi selengkapnya. “ya ampun..hari gini masih jaman ya jodoh-jodohan?” kata Nadine sewot. “namanya juga orang tua, pasti pengen yang terbaik buat anaknya…cuma sayangnya kadang cara mereka salah..” jawab Alfa bijak. “gue tau banget Sam itu emosian…tambah lagi Karin sensitif…jadinya ya begini..” Darren menghela nafas. “iya, Sam emang gampang emosi, harusnya lo jangan ikutan emosi, Man!” kata Nadine lagi.

“iya, gue juga nyesel udah kebawa emosi..abis Wulan sampe luka gini…gue jadi kalap!” Roman menyesal. “udah, percuma saling salahin..tadi suasananya emang ga pas aja…” Wulan mengusap-usap punggung si pacar. “kalo Sam balik, lo langsung minta maaf aja nanti…” lanjutnya sambil tersenyum. Roman mengangguk. Saat suasana mulai tenang, tiba-tiba Karlo muncul. “tolong saya kalian cepat!” katanya sambil terengah. “tidak kuat saya sudah!”

Roman, Darren dan Alfa langsung menghampiri dan membantu menggendong Karin, dan merebahkan Karin di atas sofa. “loh, ini Karin kenapa?” tanya Wulan panik. “tau tidak saya, jalan saya ke sini sedang, Karin tergeletak sudah..” terang Karlo. “ya ampun, Rin…bangun dong Rin…” Ghina menepuk-nepuk pipi Karin cemas. “pake ini nih…” Yasmin mengeluarkan minyak kayu putih, dihirupkan ke hidung Karin. “emmm…gue di mana?” tanya Karin lemah saat sadar dari pingsannya.

“Alhamdulilah” kata mereka kompak. “Rin…lo ngga apa-apa kan?” Wulan menggenggam tangan sahabatnya itu. Sesaat Karin melihat sekeliling, bingung. Lalu ia berusaha duduk. Ghina dan Yasmin membantunya duduk. “ko gue bisa ada di sini?” tanya Karin heran. “Karlo nemuin lo pingsan di jalan, trus dibawa ke sini deh..” jawab Nadine. “gue…pingsan??” tanya Karin tak percaya. Ia memegang kepalanya. “lo pusing?” tanya Yasmin cemas. “iya, kepala gue sakit…” jawab Karin sambil memijit keningnya.

“Karin…?!” tiba-tiba Sam muncul di pintu. Ia berlari menghampiri Karin, langsung berlutut di depannya. “lo kenapa, Rin?” tanyanya cemas. “gue ngga apa-apa ko..” “lo ngga usah bohong sama gue!” Sam memegang kedua lengan Karin. “gue tau lo ngga baik-baik aja!” lanjutnya. Mereka berdua saling tatap. Mata Karin mulai berkaca-kaca. Kepalanya menunduk perlahan. “Rin…” Sam mengangkat dagu Karin, menghadapkan wajah Karin ke wajahnya. “gue sayang sama lo….cuma sama lo….” Kata Sam lembut.

Karin terdiam. Air mata menetes di pipinya. “maafin gue ya…bikin lo nangis kaya gini…” Sam menyeka air mata Karin. Karin menangkap tangan Sam di pipinya. “gue yang harusnya minta maaf….gue terlalu cemburuan…” katanya dengan suara bergetar. “lo percaya kan kalo gue sayang sama lo?” Sam menggenggam kedua tangan Karin. Karin tersenyum dan mengangguk. Sam langsung memeluk tubuh Karin erat. Semua yang menyaksikan tersenyum lega.

“ehem…ehem….peluk terus saja, saya tidak apa-apa jomblo masih…” ledek Karlo. Sam melepaskan pelukannya. “sirik aja lo, mblo!” ia melirik Karlo sambil tertawa. Yang lain ikut tertawa. Wulan menepuk pundak Roman, sambil mengangguk berisyarat. Roman langsung berdiri menghampiri Sam. “Sam…sori ya tadi gue kebawa emosi…” Sam berdiri, mereka berhadapan dan saling tatap. “gue yang harusnya minta maaf sama lo, Sob!” Sam langsung memeluk Roman.

“iya…gue udah maafin lo ko!” Roman menepuk-nepuk punggung sahabatnya itu. Sam melepaskan pelukannya dan melihat ke arah Wulan. “eh, Lan…sori ya, gara-gara gue, lo jadi luka..” “ngga apa-apa ko, cuma luka sedikit aja…” Wulan tersenyum. “yang penting sekarang kalian udah ga berantem!” lanjutnya senang. “thanks ya, Lan…” Karin menggenggam tangan Wulan. Wulan menoleh. “iyaa…” ia mengangguk. “tapi lo harus janji, ngga boleh ngambekan kaya tadi lagi…” “iya, gue janji!” mereka berdua berpelukan.

“ya udah…mau sampe kapan nih kita di sini?udah malem loh ini…” Nadine nyengir. “oh iyaa…udah jam sembilan loh…” Ghina melihat jam tangannya. “kalo gitu, kita lanjut besok aja ya dekornya…” usul Darren. “tar dulu deh…” Alfa membuat semua menoleh ke arahnya. “gue beneran terharu liat persahabatan kita semua di sini…” Alfa melempar pandangannya berkeliling. “gue jadi punya ide untuk nama café kita nanti!” ia tersenyum lebar. “apaa??” tanya Nadine penasaran.

“Freunde” “Freunde” mereka kompak mengulangi. “iya…itu bahasa Jerman…artinya sahabat!” Alfa menjelaskan. “Freunde…” Roman meresapi sambil manggut-manggut. “keren juga…unik, maknanya dalem juga!” tambahnya. “yang lain gimana nih, setuju ngga kalo namanya Freunde?” Sam menengahi. Mereka semua kasak kusuk, lalu akhirnya semua setuju. “kalo gitu gue resmiin nama café kita FREUNDE!” Sam mengetuk meja tiga kali. “SAAAAH” teriak mereka bersamaan. Setelah itu mereka berpisah pulang.

Roman dan Wulan sampai di depan rumah Wulan. “lo mau langsung pulang?” tanya Wulan sambil menyerahkan helm. “iya, langsung pulang…udah malem!” “oh…” Roman mengernyit. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah si pacar, mengamati. “oooh…lo masih kangen ya sama gue?” kata Roman pede. Wulan mendelik. “ngaco!” katanya sambil manyun. Roman tertawa. “eh, Man…” “apa?” “ngga jadi deh…” Wulan menggeleng. “gue masuk ya…dadah!” Wulan berbalik hendak berjalan masuk. Tapi Roman menangkap tangannya, menariknya untuk berbalik lagi.

“apaa?” tanyanya sambil menatap Roman lekat. “tadi lo mau ngomong apa?” desak Roman. Wulan menggeleng. “jangan bohong deh…gue tau lo mau ngomong hal penting sama gue!” Roman menyipitkan matanya. Wulan diam, ia memanyunkan bibirnya. “kenapa sih?” Roman mencolek hidung si pacar. Wulan menatap Roman lekat. “tapi lo jangan marah yaa…” katanya sambil menggenggam tangan Roman. “kalo lo ngga ngomong, malah gue marah nih…” jawab Roman sambil melirik Wulan. “iya iya…gue ngomong….” kata Wulan cepat.

“Man…kalo seandainya lo di posisi Sam…Bokap lo jodohin lo sama cewe lain…lo bakal gimana?” Wulan menatap Roman serius. Roman mengernyit. Ia menyilangkan tangannya di dada, berpikir. “mm….ya gue bakal nurut lah…” Wulan langsung terbelalak. “oh…” katanya kecewa. Kepalanya tertunduk sedih. “hey…” Roman mengangkat dagu Wulan, mereka saling  bertatapan. “ko nunduk?gue kan belom selesai…” Roman tersenyum hangat. Wulan mengernyit bingung.

“gue bakal nurut…….nurutin kata hati gue, cinta gue….dan pastinya itu cuma lo, Lan…” kata Roman mantap. Mata Wulan berbinar, hatinya terenyuh. “tapi kalo ngelawan orang tua, kan bisa jadi anak durhaka?!?” Wulan cemberut lagi. “yang bilang mau ngelawan siapa?nurutin kata hati kita itu bukan berarti ngelawan orang tua…tapi bisa dengan pendekatan sama mereka, supaya mereka juga paham pemikiran kita..” jawab Roman bijak. Wulan tersenyum. “anak baik…” katanya sambil ngucek-ngucek kepala Roman.

Roman tersenyum. Tiba-tiba pandangannya terfokus ke kening Wulan yang memar. Ia menarik tangan Wulan hingga mendekat. “ini sih harus gue obatin biar cepet sembuh!” katanya sambil menyibak rambut Wulan dari kening memarnya. “emang lo bisa?pake apa?” Wulan penasaran. Seketika Roman menarik kepala Wulan dengan lembut, dan mendaratkan sebuah kecupan di atas kening Wulan yang memar. Wulan mengerjap.

Perlahan ia menyentuh keningnya. “gue masuk ya!” katanya malu-malu. “ya udah sana masuk, udah malem juga!” Roman tersenyum lagi. Wulan mengangguk. “makasih ya…” ucapnya. “iya, sama-sama!” “mm…lo ati-ati ya, jangan ngebut…kalo udah sampe kabarin gue!” “iyaaa…” jawab Roman senang. “selamat istirahat ya, bulan purnama…mimpi yang indah, bidadari…” Wulan melambaikan tangan, lalu masuk ke dalam rumah. Roman pun melajukan motornya pulang ke kost.

Roman Picisan season 2 (fanfiction) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang