Pagi hari di parkiran Fakultas Sastra. Roman sudah sampai di sana tepat jam setengah tujuh. Ya, hari ini ada kelas pagi. “haduh…dua hari ngga kuliah…gue ketinggalan banyak nih pasti!” Roman bergegas ke kelasnya. Sesampainya di kelas, kelas masih sepi. “gue kepagian apa ya?” gumamnya dalam hati. “gue ke toilet dulu deh!” ia meninggalkan tasnya di bangku, lalu pergi ke toilet.
Sekembali dari toilet, kelas mulai ramai. Roman meminjam beberapa catatan dari teman sekelasnya. Lalu ia buru-buru merogoh tasnya, hendak mengambil buku untuk menyalin. “eh…apaan nih?!” Roman mengeluarkan sepucuk surat dari dalam tasnya. “dari siapa yaa?” Roman celingukan mencari-cari. Ia segera membuka surat itu, “jam lima gue tunggu di atap!” Roman membaca isinya. Keningnya mengernyit,”siapa yaa kira-kira?” Roman bertanya-tanya dalam hati. “apa mungkin Wulan??” gumamnya lagi. Ia lalu melipat surat itu dan menyimpannya dalam tas.
Jam dua belas siang di Fakultas Kedokteran. “nah…gitu dong!masuk kuliah!” Yasmin menyambut Wulan yang baru datang. Wulan duduk di sebelah Yasmin, menaruh tasnya dengan lesu. “semangat dong!!” Yasmin tersenyum lebar, menyemangati. “gue ketinggalan banyak yaa?” “tenang aja…nanti gue copy-in buat lo!” “makasih yaa…” Wulan tersenyum. “hai, Lan!” sebuah suara mengagetkan mereka. Wulan mendongak. Alfa sudah berdiri di depannya.
“yah…lo lagi!” kata Yasmin ketus. “hai, Fa!” jawab Wulan seadanya. Alfa duduk di depan Wulan. “inget ya, Lan…!” Yasmin melirik Wulan tajam. “iyaa…” Wulan mengangguk. Beberapa kali Alfa menoleh, tapi Wulan berusaha mengacuhkannya. Kelas hampir selesai. Tiba-tiba handphone Wulan bergetar. Wulan memeriksa pesan masuk, membacanya, lalu memasukan handphone nya ke dalam tas lagi. “Lan…tar lo langsung balik?” tanya Yasmin. “mm…engga…gue ada urusan dulu!” jawab Wulan gugup. “bukan sama Alfa kan?” bisik Yasmin. “bukan ko!” jawab Wulan cepat.
“gue duluan ya…udah dijemput nih sama Nico!” Yasmin nyengir. “iya sana…salam ya buat Nico!” Wulan tersenyum. Wulan membereskan buku-bukunya. “mau gue bantu?” Alfa tiba-tiba menghampiri Wulan. Wulan jadi kikuk. “mm…ngga usah, makasih!” jawabnya singkat. Alfa tersenyum. “eh, Lan…kita makan di kantin yuk!” ajaknya bersemangat. Wulan berdiri, menggendong ranselnya. “sori, Fa…gue ngga bisa!” Wulan berjalan meninggalkan Alfa. Langkahnya terhenti, ia kembali menghampiri Alfa. “oya…satu lagi…lo ngga usah deketin gue lagi ya!” katanya tegas. Lalu Wulan berjalan keluar kelas.
Wulan berjalan menuju Fakultas Sastra. Ia melirik jam tangannya. “masih jam empat!” gumamnya, “ngga apa deh…gue nunggu di sana aja!” ia melanjutkan langkahnya. Jam setengah lima, di atap Fakultas Sastra. Wulan duduk di lantai, menikmati pemandangan langit sore. Tak lama ada suara langkah kaki mendekat. Wulan bangkit berdiri. Roman! Wulan memandangi pacarnya itu mendekat. Sesekali mereka saling tatap. Ada perasaan canggung di antara keduanya.
“lo udah nunggu lama?” Roman membuka pembicaraan. “eng…engga ko..gue juga belom lama di sini.” jawab Wulan kaku. “lo apa kabar?” “gue baik…lo sendiri?” “gue kurang baik.” Wulan langsung menoleh, “kenapa?lo sakit?” tanyanya panik. Roman menatap Wulan. “Lan….gue kangeeeeen banget sama lo!” ia membatin. “Man!” suara Wulan membuyarkan lamunannya. “lo sakit?apa yang sakit?” Wulan mengulangi pertanyaannya. Roman menggeleng, “engga apa-apa ko!” jawabnya singkat.
Mereka berdua saling diam. Matahari semakin mendekati peraduannya. “lo mau ngomong apa?” “apa?” Wulan kaget. “iya…lo ngajakin gue ke sini mau ngomong apa?” tanya Roman. Wulan jadi makin bingung. “tunggu dulu…gue ngajakin lo ke sini?” Wulan meyakinkan. Roman merogoh sakunya, mengeluarkan sepucuk surat, lalu menyerahkan pada Wulan. “ini…dari lo kan?” Wulan membuka surat itu. Wajahnya benar-benar bingung. “bukan dari gue ko!” jawabnya sambil menggeleng. Lalu ia mengeluarkan handphone nya, menunjukkan sebuah pesan pada Roman. “ini, bukan dari lo?” Roman membaca pesan itu, lalu menggeleng. “bukan…itu kan bukan nomer gue!” tegasnya.
Mereka berdua saling berhadapan, sama-sama bingung. “gue!” tiba-tiba sebuah suara muncul. Roman dan Wulan menoleh, melihat sosok yang baru hadir. “Alfa!” kata mereka kompak. “iya…gue yang bawa kalian ke sini!” Alfa tersenyum. “maksud lo apa sih, Fa?” Wulan mulai kesal. “gue cuma mau bantu kalian buat seleseiin masalah ini!” katanya enteng. “untuk apa lo ikut campur?” tanya Roman galak. “iya, Fa…lo mendingan ngga usah ikut campur!” Wulan menambahkan. Alfa tertawa sinis, “gimana bisa gue ngga ikut campur…sementara nama gue disebut-sebut dalam masalah kalian?!” mereka terdiam.
“Man...gue mau ngasihtau lo beberapa hal…” Alfa mulai menjelaskan. Wulan tercekat, jantungnya berlarian tak karuan. “beberapa hari belakangan, Wulan nemenin gue di rumah…dan di Rumah Sakit!” Roman menyimak, tangannya mulai mengepal. “gue sakit…dan dia cuma nengokin gue, ngga lebih!” ia melanjutkan. “dan waktu malem itu gue balikin handphone Wulan…kita emang abis jalan!” Alfa mendekat pada Roman, “kita kebetulan ketemu di mall…dan gue berbaik hati nganterin Wulan pulang…that’s all!” Alfa menutup ceritanya.
“maksud lo apa…nyeritain semua ini sama gue?” suara Roman datar. “biar lo ngga nuduh cewe lo macem-macem!” Alfa menekankan. “cukup Fa!” tiba-tiba Wulan memotong. “gue ngga butuh penjelasan lo di sini!kalo Roman harus tau semuanya, dia bakal tau sendiri dari mulut gue…bukan yang lain!” suara Wulan bergetar. Roman memandangi Wulan dengan seksama. “emang gue yang salah ko!” Wulan melanjutkan. Air mata mulai menetes di pipinya. Roman refleks mengangkat tangannya, hendak menyeka air mata si pacar, tapi ia menahan diri.
“Man…gue tau gue salah…” Wulan menghampiri Roman, berdiri berhadapan. “gue ngga cerita sama lo kalo gue nengokin Alfa….dan malem itu gue malah ga jujur kalo gue abis dianter pulang sama Alfa!” ia terisak. Roman masih mengepalkan tangannya, berusaha menguasai diri. “tapi gue ngga bermaksud apa-apa….” Wulan menatap Roman lekat. “gue nganggap Alfa itu sahabat…engga lebih!” tegasnya. Alfa berdiri di sana…memperhatikan mereka berdua.
“kalian itu lucu!” Alfa tertawa. Roman dan Wulan sama-sama menoleh. “kalo kalian udah ngga saling sayang…untuk apa kalian datang ke sini??” Alfa menghampiri mereka berdua. “gue yakin ko…di dalam hati kalian, masih saling cinta…” Alfa menepuk bahu Roman, “kenapa lo cemburu?karna lo ngga percaya sama cewe lo!” Roman tertegun. “kalo lo percaya sama Wulan…lo ngga bakal bikin keadaan jadi kaya gini!” “plakkk” tiba-tiba Wulan menampar Alfa. “cukup, Fa!!” bentaknya tegas. “lo ngga punya hak untuk ngomong kaya gitu sama Roman!” Wulan terengah. Emosinya meledak-ledak.
“Alfa bener…” Roman bersuara. Wulan dan Alfa memandangnya. “gue ngga cukup percaya…sampe gue bisa marah…” katanya. Wulan menggeleng. “lo ngga salah!” ia menegaskan. “Lan…!” Alfa menarik tangan Wulan. “kalo dia yakin sama perasaan lo…dia ngga bakal cemburu sama gue!” Alfa setengah berteriak. “gue emang takut!makanya gue marah….gue ngga siap….makanya gue kaya gini!” Roman menatap Wulan lekat. Matanya nanar menahan tangis. “maksud lo apa?” Wulan belum paham.
“beberapa hari ini gue menyendiri…gue sadar…gue ngga siap untuk hal semacam ini...gue ngga siap untuk kehilangan lo!” air mata Roman menetes. “tapi lo ngga bakal keilangan gue, Man!” Wulan menggenggam tangan Roman. Roman melepas genggaman tangan Wulan. Berjalan mendekati dinding tepian atap. “sori, Lan….ternyata gue yang kurang percaya…ini semua bukan salah lo!” ucap Roman pelan. “setelah cinta lo diragukan…apa lo masih mau percaya sama cowo lo?” Alfa membuat suasana jadi tegang.
“Man….” Wulan menghampiri Roman lagi. “rasa cemburu lo ke gue dan Alfa…sama sekali ngga salah!” Wulan mengambil tangan Roman, menggenggamnya erat. “itu tandanya lo sayang sama gue!” air mata Wulan jatuh lagi, “itu tandanya…lo ngga mau keilangan gue!” Wulan terisak. Wulan meletakkan tangan Roman di dadanya. “di sini…di hati gue…cuma ada lo!” katanya meyakinkan. Mereka saling tatap. Matahari terbenam, menyisakan cahaya temaram bagi mereka.
Wulan memegang pipi Roman dengan kedua tangannya. “gue minta maaf…udah bikin lo cemburu….udah bikin lo takut…!” Roman termangu. Air matanya hampir jatuh lagi. Tiba-tiba Wulan berjinjit, mendekatkan wajahnya pada Roman. Ia mencium pipi kiri dan kanan Roman. Roman mengerjap. Seketika Wulan mendaratkan ciuman ke bibirnya. Roman refleks melingkarkan tangannya di pinggang Wulan. Mereka berciuman. Alfa tersenyum, lalu meninggalkan mereka berdua di sana.
“maafin gue, Man…!” Wulan memeluk Roman erat. Roman balik memeluknya erat. “maafin gue juga, Lan…” bisiknya. Mereka bertatapan. “gue janji…ngga akan bikin lo marah lagi!” mata Wulan berkaca-kaca. Roman menyeka air mata Wulan dengan kedua tangannya. Ditatapnya si pacar sepenuh hati. Roman mengecup kening Wulan, lalu memeluknya lagi dengan erat. “gue bener-bener kangen sama lo!” Wulan tersenyum bahagia. “gue sayang sama lo, Roman Arbani!” “gue jauuuuh lebih sayang lo, Wulandari!” keduanya melepas rindu. Mereka sama-sama merasa lega, kesalahpahaman mereka sudah berakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Roman Picisan season 2 (fanfiction)
Fanfictionini hanya sekedar cerita (halu), untuk melanjutkan sebuah kisah cinta, karena Roman sudah tidak Picisan lagi.. ??