Part 53 Batasan Seorang Sahabat

2.9K 70 2
                                    

“assalamu alaikum…” kata Sisi sambil mengetuk pintu. “ko sepi sih?” Sisi celingukan. “assalamu alaikum!” kata Sisi lebih keras. “iye…iye…waalaikum salam!ngga sabaran bener nih tamu!” Enyak Bobi membukakan pintu. “Nyak..!” Sisi buru-buru mengambil tangan Enyak dan menciumnya. “eh…elu, Siti!ada ape lu kemari?” tanya Enyak rada judes. “ini..Sisi tadi lewat tukang martabak, trus keingetan deh sama Enyak!” Sisi mengacungkan sebuah bungkusan. Mata Enyak terbelalak, hidungnya mengendus wangi martabak. “wah…bakal gue nih?!cakep bener dah lu ah!” Enyak menyambar bungkusan martabak sambil tertawa riang.

“Sisi boleh masuk ngga nih, Nyak?” tanya Sisi yang masih berdiri di depan pintu. “pake nanya lu, udah buru masuk!si Bobi lagi mandi, lu tunggu dah di mari ya!” Enyak menyuruh Sisi duduk di ruang tamu, lalu meninggalkannya ke dapur. “yah…Enyak…martabaknya malah dibawa masuk…mana Sisi ngga ditawarin minum lagi!” gumam Sisi cemberut. “buah pisang dalem keranjang, selamat datang Sisiku sayang!” tiba-tiba Bobi muncul. “iiih Ibob…so sweet banget sih!” kata Sisi tersipu malu. “iya dong, Bobi kan selain ganteng juga romantis…” jawab Bobi pede.

“assalamu alaikum!” Karlo muncul di depan pintu. “eh, Karlo udah datang!” sapa Sisi sambil nyengir. “siap sudah belum?berangkat aja langsung kita!” ajak Karlo. “emang yang lain udah pada kumpul di sana ya?” tanya Sisi. “kayanya kumpul sudah mereka!” jawab Karlo. “si Ayu suka menari, yu mari!” Bobi bergegas ke pintu. “Iboooooob!masa pergi mau pake sarung gitu sih??” Sisi menutup mukanya dengan kedua tangan. Bobi melirik ke bawah, ia lupa, belum mengganti sarungnya. “ya ampun, pantesan adem banget daritadi!” katanya sambil berlari ke kamar. Sesudah ganti celana, Bobi keluar lagi. “si Ayu lari pagi, yu mari lagi!” kata Bobi nyengir.

Hari itu Roman dan yang lain janji berkumpul di sebuah café di mall. Jam dua siang, yang lain sudah berkumpul semua. “hai hai..” sapa Wulan yang baru datang dengan Roman. Wulan langsung duduk di sebelah Yasmin. “kaki lo udah bener-bener sembuh?” tanyanya sambil memandang kaki Wulan. “Alhamdulilah, udah enak sih..cuma masih ngilu-ngilu dikit kalo kelamaan berdiri.” jawab Wulan. “terapinya Roman lebih manjur daripada terapi Rumah Sakit ya!” Karin nimbrung. “ya iyalah, terapi cintaa!” Ghina melirik Wulan jail. “apaan sih kalian!” Wulan jadi tersipu malu. Mereka tertawa.

“hai semuaaa!” tiba-tiba Nadine muncul. Wulan melongo. “loh…ko ada Nadine sih?” bisiknya pada Yasmin. “emang dia diajakin ko…tuh, bareng Alfa juga!” jawab Yasmin sambil menunjuk ke arah Alfa yang berjalan di belakang Nadine. “cieeeeh…ada yang lagi pedekate nih!” Darren menggoda Alfa dan Nadine. “iiih…apaan sih!kita cuma kebetulan jalan bareng aja kali!” Nadine mengelak. “udah kumpul semua nih ya berarti?” Roman memastikan. Mereka saling celingukan. “udah udah…” mereka bersautan. “okey, Sam..kita mulai aja deh, biar ngga kesorean!” Karin mengingatkan.

“okey, guys..jadi gini..kenapa gue ajak kalian semua kumpul di sini, bahkan termasuk Nadine dan Alfa..karna ada hal penting yang pengen gue omongin sama kalian.” Sam membuka pembicaraan. “serius banget nih..gue jadi deg-degan!” celetuk Nico. “lebay deh!” Yasmin buru-buru membekap mulut pacarnya itu. “jadi…bokap gue kan punya tempat yang ngga dipake, dan letaknya kebetulan deket kampus kita.” Semua menyimak dengan serius. “gue pikir, kenapa ngga kita manfaatin aja tempat itu!kita di sini bisa jadi team, kita buka usaha bareng-bareng…asik kan?” Sam tersenyum lebar.

“ke Cikini bawa mainan, ide lo ini sungguh brilian!” kata Bobi bersemangat. “cakep tuh, Sam, cakep!jadi kita kumpul-kumpul ngga sekedar nongkrong, tapi bisa menghasilkan sesuatu!” Darren setuju. “iyaa, jadi sambil nunggu kelas kita bisa pake tempat itu buat basecamp juga!” Ghina menambahkan. “bener banget!” Sam mengangguk-angguk semangat. “kalo gue sih setuju banget, ini idenya keren banget!” Nadine nimbrung. “selama ngga ganggu kuliah kita sih gue okey!” Wulan juga setuju. “yang laen gimana nih?” Roman mengambil suara. “setujuuu…setujuu…” jawab mereka ramai.

“kalo menurut gue, yang cocok di wilayah kampus itu semi café..” Alfa memberi usul. “Lan, lo inget ngga café yang ada deket asrama lo di Romania dulu?” tanyanya pada Wulan. Wulan mengernyit. “oh…iya iya, gue inget!” Wulan mengangguk, wajahnya sumringah. “itu café asik banget, apalagi buat mahasiswa kaya kita!” “konsep awalnya taman bacaan gitu, tapi ada cafenya!” Alfa nambahin lagi. “seru banget tuh!” Karin ikutan semangat. “tapi mungkin yang dijual sebatas makanan kecil dan minuman aja..” Yasmin ikut memberi ide. “wah kalian semua bikin gue tambah semangat nih buat realisasiin usaha bersama ini!” Sam tersenyum lebar.

Pembicaraan mereka berlangsung seru. Mereka semua sangat antusias untuk memulai bisnis baru mereka. “Roman…boleh ngobrol bentar ngga?” tiba-tiba Nadine menghampiri Roman. Wulan menoleh dan menatap Nadine dengan sinis. “Lan, bentar ya!” Roman minta ijin. Roman dan Nadine berdiri agak jauh dari meja. Wulan tak berhenti memperhatikan mereka berdua. “apaan sih!” kata Wulan sewot saat melihat Nadine berbisik di telinga Roman, dan mereka berdua tampak serius. “cieeeh yang jelous!” goda Yasmin pada Wulan. “ganjen banget sih pake bisik-bisik segala!Roman juga kegatelan lagi, mau aja dibisikin!” Wulan makin sewot. Yasmin tertawa geli.

Tak terasa sudah jam lima sore. “guys, gue harus pamit nih, jadwal gue siaran!” kata Karin pamitan. “ya udah, next time kita bahas lebih lanjut ya!” Sam mengakhiri pertemuan mereka. Semua saling berpamitan, lalu mereka berpisah di sana. Roman dan Wulan berjalan ke parkiran. “Lan…tunggu dong, buru-buru amat jalannya?” Roman menangkap tangan Wulan yang berjalan mendahuluinya. Wulan menghentikan langkahnya, lalu berbalik menghadap Roman. “mau lo apa sih?” katanya sambil menghempas tangan Roman. Seketika mereka saling tatap.

“mau gue…” Roman mengambil kedua tangan Wulan dan menggenggamnya erat. “ngajak lo ke suatu tempat!” lanjutnya sambil tersenyum. “tapi…gue mau pulang!” Wulan melepas genggaman Roman dan berlalu pergi. “Lan…Wulan!” Roman mengejar si pacar, lalu berdiri persis di depannya. “lo kenapa sih?” tanyanya polos. Wulan menatap tajam. “lo itu….emang nggatau…atau pura-pura nggatau?” tanyanya judes. Roman mengernyit. Tak lama ia tersenyum. “oh…jadi ada yang cemburu nih?” katanya sambil mencolek hidung Wulan. “ngaco!” Wulan memanyunkan bibirnya.

“udah ah, jangan cemberut aja, nanti pipinya meletus!” Roman merangkul Wulan dan mengajaknya berjalan ke parkiran. Sesampainya di motor, Roman memakaikan helm ke kepala si pacar. “senyum dong!” Roman nyengir setelah mengunci helm Wulan. Wulan bergegas naik ke motor, tapi Roman menarik tangannya. “lo ngga boleh naek kalo belom senyum!” kata Roman serius. Wulan nyengir terpaksa, lalu buru-buru naik ke motor. Roman tertawa. “ikut gue dulu ya!” “ke mana?” “ada deh!” Roman mengedipkan sebelah matanya. Lalu mereka pergi dari sana.

Ternyata Roman mengajak Wulan ke pantai Ancol. Setelah memarkirkan motor, ia menggandeng si pacar duduk di tepi pantai. “pas banget!” kata Roman senang. “iya…pas banget!” Wulan menatap ke ujung laut dengan kagum. Sore itu langit cerah. Mereka berdua menikmati indahnya senja di ufuk timur. “tumben banget lo ngajak gue liat senja!” Wulan menoleh dan menatap si pacar. “lo suka kan?” Roman balas menatap Wulan sambil tersenyum manis. Wulan juga tersenyum, lalu mengangguk perlahan. Keduanya kembali menatap cakrawala yang semakin jingga.

“Lan…” Roman menggenggam tangan si pacar. Wulan menoleh, menatap Roman lekat.
kamu adalah keindahan paling nyata,
yang selalu hadir di depan mata,
pesonamu lebih dari sang senja,
hingga tak henti aku memuja.
kamu adalah bidadari surga,
yang selamanya ingin kujaga,
hadirmu berikan banyak warna,
hingga bahagiaku jadi sempurna.
selamat tanggal enam bidadari!”
Mata Wulan berkaca-kaca. Ia tersenyum haru. “selamat tanggal enam yang ke dua puluh dua!” jawabnya lirih.

Roman tersenyum. Ia menyeka air mata si pacar yang menetes di pipi. Wulan mengambil tangan Roman dari pipinya, lalu dikecupnya. “gue sayang sama lo, Roman Arbani!” katanya dengan suara bergetar. Roman menarik tubuh Wulan ke dalam pelukannya. “gue jauuuh lebih sayang sama lo, Wulandari!” jawab Roman sambil mengecup kepala Wulan dengan lembut. Di pantai yang sama, disaksikan senja, mereka berpelukan untuk beberapa saat. “udah gelap, pulang yuk!” ajak Wulan. Roman berdiri, lalu menggandeng si pacar ke motor. Mereka bergegas pulang.

Sesampainya di rumah Wulan. “lo mau mampir dulu?” tanya Wulan sambil menyerahkan helm pada Roman. “kayanya gue langsung deh!” jawab Roman. “emangnya mau ke mana?” Roman mengernyit. “ya pulang ke kost lah…cape, pengen rebahan!” Roman tersenyum. Wulan menyipitkan matanya. “apaan sih?!” Roman mencolek hidung si pacar. “iiih…Romaaaan!” Wulan menggosok-gosok hidungnya. “ya udah, ati-ati ya!jangan ngebut!” “iyaaaa!” Roman mengangguk, lalu menyalakan motornya. “dadah!” Roman dan Wulan sama-sama melambaikan tangan. Lalu Roman pulang.

Saat hendak masuk ke rumah, Wulan melihat sesuatu di tanah. Ia berjongkok memungut benda mengkilap yang dilihatnya. “ya ampun, ini pasti kunci kamar Roman!” katanya sambil memeriksa kunci di tangannya. Tak lama mobil Rahman datang. Wulan buru-buru menyetopnya. “minggir dong, Lan, Kaka mau masuk!” kata Rahman dari dalam mobil. Wulan buru-buru masuk ke dalam mobil. “Ka, tolongin aku dong, anterin aku, buruan!” “anterin?kamu mau ke mana sih malem gini?” Rahman tampak kaget.

“aduuuuh…pokonya Ka Rahman sekarang anterin aku!buruan!” kata Wulan panik. “mm..ke kost Roman!” lanjutnya. “loh…ngapain kamu malem-malem mau ke kost Roman?” Rahman masih penasaran. “nih!” Wulan menunjukkan kunci di tangannya. “kunci kamar Roman jatuh di depan rumah tadi…kan kasian kalo dia harus balik lagi!” Wulan menjelaskan. “oh…ya udah ayo!” Rahman melajukan mobilnya mengikuti petunjuk Wulan.

Roman sampai di kost, ia langsung memarkirkan motornya,dan bergegas masuk ke rumah. “Roman!” sebuah suara menghentikan langkahnya. Roman menoleh ke arah dipan di pinggir halaman. Ada seseorang berdiri di sana. Roman menghampirinya. “Nadine!” kata Roman kaget melihat Nadine yang berdiri di sana. Tiba-tiba Nadine menghambur ke arah Roman, memeluknya erat. Roman terbelalak. “eh, Nad…lo kenapa sih?” ia berusaha melepas pelukan Nadine. “Romaaaaaan!” teriak Nadine sambil masih memeluk Roman erat.

Mobil Rahman berhenti di depan halaman. “Kaka tunggu di sini aja, biar aku turun sebentar ngasiih kuncinya ya!” Wulan bergegas membuka pintu mobil. Tapi sekejap langsung menutupnya lagi. Matanya mengerjap, wajahnya melongo. “loh, Lan…ko ngga jadi turun?” Rahman bingung. Ia mengernyit, heran melihat adiknya malah melongo. “Lan…” panggilnya sambil mengalihkan pandang ke arah tatapan Wulan. Rahman terbelalak. “sini kuncinya!” ia mengambil kunci dari tangan Wulan. “kamu tunggu kaka di sini!” suara Rahman serius.

“Roman!” seketika Roman dan Nadine menoleh ke arah suara. “Ka Rahman!” kata Roman kaget. Nadine buru-buru melepaskan pelukannya. “jadi gini kelakuan kamu di belakang Wulan?!” tanya Rahman ketus. “engga, Ka…ini…!” “cukup!!” Rahman memotong omongan Roman. “Kaka ke sini cuma mau nganter Wulan, untuk ngasih ini ke kamu!” Roman terbelalak. “Wulan ada di sini, Ka?” tanyanya sambil melihat ke arah mobil. “ngga usah kamu tanya Wulan lagi!” Rahman menyerahkan kunci pada Roman, lalu bergegas pergi. Roman mematung. Digenggamnya kunci di tangannya sambil memandangi mobil Rahman menjauh.

“ya ampun, Man…soriii…” kata Nadine menyesal. Roman masih mematung. “Man…sori banget ya!” Nadine betul-betul merasa bersalah. “ngga apa-apa, Nad!” jawabnya datar. Ia membalikkan badannya, “gue masuk dulu ya, gue cape!” Roman berlalu. Nadine memandangi Roman hingga hilang masuk ke rumah. “ya ampun, Nadine…lo ceroboh banget sih!!” Nadine menepuk jidatnya. “gue harus tanggung jawab nih…!” katanya pada diri sendiri. Lalu ia pergi dari sana.

Di mobil. “Kaka ngga mau ya kamu deket-deket lagi sama Roman!” kata Rahman tegas. Wulan terdiam. “kamu kenal sama cewe tadi?” Wulan mengangguk. “dia temen aku juga ko!” jawabnya lesu. “nah kan, bisa aja Roman sering janjian sama cewe tadi di belakang kamu!” Rahman mulai berpikir negatif. Tiba-tiba Wulan ingat kejadian tadi siang, saat Nadine dan Roman ngobrol berdua. “Man…kenapa lo kaya gini sih sama gue?” Wulan membatin. Ujung matanya mulai basah. Ia melihat ke arah jalanan, tidak ingin terlihat menangis oleh Rahman.

“Lan…pokonya, kamu harus jauhin Roman!” tegas Rahman lagi. Wulan masih diam. “kamu denger kan Kaka ngomong apa?” “iya, Ka..” Wulan mengangguk perlahan. Sesampainya di rumah, Wulan bergegas turun dan berlari ke kamar. Rahman mengikuti Wulan sampai ke kamar. “Lan!” Rahman menahan pintu kamar ditutup. Wulan membiarkan pintu terbuka. “tapi kamu ngga apa-apa kan?” Wulan mengangguk perlahan, lalu menutup pintu. Rahman meninggalkan kamar adiknya itu.

Di kamar Wulan menjatuhkan diri ke kasur, langsung mengambil Rori dan memeluknya. “Rori….kenapa ada Nadine di sana?kenapa Nadine meluk Roman?kenapa?” tanyanya sedih. Handphone Wulan berbunyi. Wulan mengambil handphone nya, terlihat di layar “my gibran”. Ia memasukan handphone ke bawah bantal. “gue ngga mau ngomong sama lo…” katanya sambil memandangi Rori. “kenapa harus kaya gini sih?” Wulan mulai terisak. “baru aja tadi sore lo bikin gue bahagia, tapi sekarang…lo bikin hati gue sakit!” tangis Wulan semakin menjadi.

Jam tujuh pagi. “selamat pagi, Sayang!” sapa Andika di meja makan. “pagi, Pa..Ma..Ka..” jawab Wulan lesu. “loh, anak Papa kenapa lemes gitu?” tanya Andika heran. “Wulan kecapean, Pa, semalem dia kan pulangnya malem banget!” Rahman yang menjawab. “dimakan sarapannya, Sayang!” Tiana menyodorkan sepiring nasi goreng pada Wulan. “ayo dimakan dong, Lan!” Rahman menggenggam tangan adiknya. “biar Kaka anter kamu ya!” Wulan menoleh pada Rahman. “ngga usah, Ka..aku bawa mobil aja..” “udah, biar Kaka anter, mumpung Kaka ada di sini kan!” Rahman tersenyum. Wulan mengangguk mengiyakan.

Saat hendak masuk mobil, Roman datang. “Lan…” katanya sambil menghampiri Wulan. “semalem gue telpon lo, ko lo ngga jawab sih?” Wulan berusaha menghindar, tapi Roman menangkap tangannya. “Lan…gue…” “masih berani kamu ke sini?” tiba-tiba Rahman menyela dan menghampiri mereka. Rahman menarik tangan Wulan, menjauh dari Roman. “assalamu alaikum, Ka!” Roman memberi salam. “waalaikum salam!” jawab Rahman judes. “kamu ngga perlu repot-repot jemput Wulan, Kaka yang bakal anter Wulan!” katanya tegas. Roman tertegun. “ayo, Lan!” Rahman dan Wulan masuk ke dalam mobil, lalu pergi meninggalkan Roman. Roman langsung naik ke atas motor dan mengikuti dari belakang.

Mobil sampai di loby Fakultas Kedokteran. “nanti siang kamu pulang jam berapa, biar Kaka jemput!” “ngga usah, Ka..nanti aku bareng temen aja..” Wulan berpamitan dan bergegas turun dari mobil. “Lan!” panggil Rahman. Wulan melongok ke dalam jendela. “inget, jangan pulang sama Roman!” pesan Rahman. Wulan mengangguk, lalu berjalan pergi. “Lan!” Roman berlari menghampiri Wulan. Wulan menoleh sebentar, lalu bergegas pergi. “Wulandari!” Roman berhasil menangkap tangan Wulan dan membuatnya berhenti.
“lo mau apa sih?” Wulan setengah berteriak. Ia melepaskan pegangan tangan Roman dengan kasar. “lo ngga bisa kaya gini dong, mau sampe kapan lo menghindar?” Roman menatap Wulan lekat. Wulan membalas tatapan Roman, sama lekatnya. “menurut lo…lo bisa seenaknya, sedangkan gue ngga boleh?” jawab Wulan sinis. “kalo niat lo bikin gue sakit hati… lo berhasil!” lanjutnya. Mereka masih saling tatap. “ngga usah kejar-kejar gue lagi…karna gue….ngga butuh penjelasan lo!” Wulan membalikkan badan lalu pergi.

Roman memandangi si pacar menjauh, lalu ia juga pergi. Sementara Wulan menghentikan langkahnya sebentar, menoleh dan memandangi Roman pergi. “maafin gue, Man…tapi hati gue masih sakit!” gumamnya dalam hati. “woy!” tiba-tiba Wulan dikagetkan oleh jentikkan tangan Alfa. “iiiiih…lo ngagetin aja sih??!” Wulan protes sambil memukul lengan Alfa. Alfa tertawa senang. “abisnya, masih pagi udah ngelamun!” Wulan cemberut. Mereka sama-sama berjalan ke kelas. “kenapa sih, bete amat?” tanya Alfa. “kepooo!” Wulan mendelik. “seriuss….lo boleh ko cerita sama gue!” Alfa menahan lengan Wulan. Wulan menoleh, mereka saling tatap sesaat. Wulan melepaskan tangan Alfa, lalu masuk ke kelas mendahuluinya.

“Yasmin mana sih…tumben banget belom datang!” Wulan celingukan. Alfa menarik kursi, lalu duduk di dekat Wulan. “Yasmin ga bakal datang…jadi gue duduk di sini ya!” katanya sambil nyengir. “apaan sih…engga, engga…itu kursi Yasmin, lo di depan sana!” Wulan mengusir Alfa. Tak lama handphone nya bergetar, ada pesan masuk. Wulan buru-buru membuka pesan itu. “Lan, kepala gue pusing banget nih, gue ngga kuliah yaa hari ini…nanti gue pinjem catetan lo!” Wulan melongo. Alfa mengintip handphone Wulan. “tuh kan, apa gue bilang!” Alfa tertawa menang. Wulan memasukan handphone nya ke tas. Ia mendengus kecewa.

Kelas selesai. Wulan menuruni tangga bersama Alfa. Tiba-tiba langkahnya melambat. Ia melihat Roman duduk di loby, menunggunya. “hei, Man!” panggil Alfa. Wulan spontan menoleh pada Alfa dan memukul lengannya. “apaan sih lo malah teriak-teriak!” bisik Wulan sewot. Roman langsung menghampiri. “Lan….ikut gue yuk!” Roman menggandeng tangan Wulan. Wulan menahan langkahnya. “sori, Man…gue…harus langsung pergi, ada kerja kelompok!” Wulan melepaskan tangan Roman. “iya kan, Fa?” Ia melirik Alfa. Alfa bengong. “Fa!” Wulan setengah teriak. Alfa menatap Wulan. Wulan memberi isyarat.”eh mm…iya iya…” Alfa langsung manggut-manggut. Roman menatap si pacar dengan kecewa.

“sebentar aja…” suara Roman memelas. Wulan mengalihkan pandangannya, menghindari tatapan Roman. “sori, Man, laen kali aja ya, gue buru-buru!” Wulan melewati Roman. “ayo, Fa!” ajaknya. “gue duluan ya, Bro!” Alfa berjalan mengikuti Wulan. Roman mematung. Tangannya mengepal. Ia menoleh, melihat si pacar pergi menjauh dengan Alfa. “arrrrghhh!!” ia mengacak-ngacak rambutnya frustasi. “kalo lo ngehindar terus, sampe kapan masalahnya bakal kelar?” ucapnya lirih.

Di mobil. “jadi…kita mau ke mana ini?” tanya Alfa bingung. Wulan menoleh. “sori ya, Fa…gue jadi nyusahin lo!” katanya menyesal. “it’s okey!” jawab Alfa tersenyum. “kalo gitu…lo temenin gue makan dulu, gue lapar!” Alfa menyalakan mobil. “abis makan baru gue anter lo pulang!” Alfa nyengir. “iya, gue traktir!” jawab Wulan sambil senyum. Mobil melaju. Mereka menuju sebuah café di sekitaran kampus. Dua puluh menit perjalanan, mereka sampai di café.

“lo ngga nanya gue sama Roman kenapa?” Wulan melirik Alfa penasaran. Alfa menyantap makanan dengan lahap. “emang harus ya gue tanya?” katanya sambil mengunyah makanan. “kalo lo mau cerita, ya cerita aja…ngga perlu nunggu gue tanya!” lanjutnya. Wulan menghela nafas. “gue lagi kesel sama Roman!” Wulan memulai ceritanya. Alfa menyimak sambil terus menyantap makanannya. “kemaren itu annive gue sama Roman…dia ngajak gue ke pantai, pokonya bikin gue seneng banget lah!” Wulan bercerita sambil asik memainkan sedotan di gelas minumannya.

“lalu?” “tapi malemnya…gue mergokin dia pelukan sama cewe di kost nya!” nada bicara Wulan mulai kesal. “lalu?” Wulan mendelik, “apaan sih lalu lalu mulu…” Alfa menenggak minumannya sampai habis, lalu melap mulutnya dengan tissue. “ya maksud gue…stelah mergokin, lo ngapain?” jawabnya santai. “ya gue ngga ngapa-ngapain…gue diem di mobil, gue pulang, gue tidur…” Wulan menjelaskan. “nah…itu kebiasaan lo!” Alfa menatap Wulan tajam. “maksud lo?” Wulan mengernyit.

“gini deh…sebelom lo lanjutin cerita lo sama Roman, gue mau cerita juga sama lo!” Alfa tersenyum. “cerita apa?” “gue baru jadian!” “hah???” Wulan terbelalak. “serius?lo baru jadian??sama siapa??” ia langsung nyerocos. “ko kaget gitu?” “iyalah, secara lo ngga pernah keliatan jalan sama cewe, ato deket sama cewe…tau-tau lo bilang baru jadian?!” “tapi….ini bukan berarti lo cemburu kan?” Alfa melirik jail. “iiiih….apaan sih lo?!ngaco!” Wulan melempar tissue ke arah Alfa. Alfa tertawa senang.

“tuh…cewe gue datang!” Alfa menoleh ke arah depan café. Wulan langsung ikut menoleh, penasaran. “haii!” sapa si cewe sambil duduk di sebelah Alfa. Wulan melongo. “Nadine!” ucapnya kaget. “haii, Lan!” Nadine tersenyum sumringah. “kalian…jadi…kalian baru jadian?” Wulan masih tak percaya. “iya, jadi…kemaren seabis kumpul sama kalian-kalian, gue nembak Nadine, dan dia mau jadi cewe gue!” jawab Alfa sambil merangkul Nadine. “tapi….semalem kan…” Wulan betul-betul bingung.

“iya, semalem gue ke kost Roman…tadinya mau cerita soal ini…tapi gue kelepasan malah meluk dia…” terang Nadine “abisnya gue seneng banget!” Nadine nyengir. “sori yaa…lo sama kaka lo jadi salah paham.” Wulan termangu. “astagaaa Wulandari!lo udah salah sangka lagi sama Roman!bodo banget sih lo!” Wulan membatin. “sumpah loh gue jadi ngga enak banget semalem sama Roman…dia beneran bete dan bingung banget!” wajah Nadine sangat menyesal. “Lan…maafin gue yaa…pliiisss…” Nadine menggenggam tangan Wulan dan pasang wajah memelas.

“iya…gue udah maafin lo ko!” Wulan tersenyum. “serius??thanks ya, Lan…lo emang baik bangettt!!!” Nadine sangat senang. “tapi, Nad…laen kali, lo harus bisa jaga sikap lo!apalagi lo udah punya pacar…lo harus bisa jaga perasaan orang lain!” kata Wulan serius. “iyaa…gue tau ko, gue suka lebay…sori yaa…” “sahabat itu tetep ada batesannya!” Wulan melanjutkan. “denger tuh…lo harus bisa jaga batasan!” Alfa menambahkan. “emangnya lo mau gue dipeluk sama Wulan?” Nadine dan Wulan langsung memandang Alfa. “loh..ya lo kan sahabat gue, Lan!” Alfa nyengir.

“iya, iya…gue kan udah minta maaf…lo jangan ngambek lagi ya, Lan…apalagi sama Roman…” Nadine memohon. “dia beneran nggatau apa-apa…belom sempet gue cerita, malah kepergok sama lo dan salah sangka…” ia berusaha menjelaskan. Wulan mengangguk perlahan. “tuh kan…gue selalu egois…coba aja semalem gue angkat telpon dari Roman, pasti gue ngga akan semakin nyakitin dia dengan sikap gue tadi!” sesal Wulan dalam hati. “jadi…udah clear kan sekarang?” Alfa membuyarkan lamunan Wulan. Wulan menggeleng. “kakanya Wulan juga kan mergokin gue semalem!” kata Nadine lesu.

“udah, tenang aja…kebenaran itu akan terungkap dengan sendirinya!” Alfa membelai kepala Nadine. “Lan…apa perlu gue ngomong sama Kaka lo?” tanya Nadine serius. Wulan menggeleng. “Alfa bener, Nad…dan gue yakin Roman juga setuju…biar Ka Rahman tau kebenaran itu dengan sendirinya.” Wulan senyum. “gue tau gimana Ka Rahman…dia ngga akan percaya gitu aja sama omongan orang!jadi…biar aja kebenaran yang mengungkap dirinya sendiri!” mereka bertiga tersenyum.

Malam hari di kamar, Wulan sedang mendengarkan siaran radio seperti biasa. “hai guys, ketemu lagi sama gue Hugo…dan rekan gue…” “Emily!” Wulan mengernyit. “loh…bukannya hari ini jadwal Roman siaran ya?” ia bertanya-tanya dalam hatinya. “jangan bosen ya denger suara gue…soalnya gue gantiin Gibran yang kebetulan berhalangan malam ini!” pertanyaan Wulan langsung dijawab oleh Emily. “berhalangan??emang Roman ke mana??jangan-jangan dia sakit??” Wulan mulai cemas. Ia langsung mengambil handphone nya. Berniat menelepon si pacar, tapi hatinya ragu.

“tema kita malam ini adalah minta maaf.” “okey udah langsung ada telepon yang masuk nih, Go!halo dengan siapa?” “halo, gue Romeo!” deg. Wulan terhenyak. “Roman!” katanya lirih. “wah wah…ini pasti Romeo pacarnya Wuri kan?” Hugo meyakinkan. “iya, gue pacarnya Wuri!” “okey, Romeo…malam ini lo mau minta maaf sama siapa nih?” “gue mau minta maaf sama pacar gue…” “kalo boleh tau, kenapa lo pengen minta maaf sama pacar lo?kesalahan apa sih yang udah lo buat?” “gue…udah bikin pacar gue sakit hati…gue bikin dia nangis…dan gue bikin dia kecewa!” suara Roman tampak lemah.

“semoga Wuri lagi denger siaran ini sekarang ya, jadi permohonan maaf lo bisa langsung dia denger!” “silakan Romeo…”
bidadari…
ijinkan air matamu kuseka,
biarkan kuhapus semua luka.
ijinkan senyummu kulukis,
biarkan kuhalau semua tangis.
ijinkan salah ini kutebus,
terimalah kata maafku yang tulus.”
“cakep banget Romeo!ternyata lo puitis juga yaa..cocok deh sama Wuri!” “iya, semoga aja Wuri terenyuh sama puisi lo itu, dan mau maafin lo ya!”

Wulan terpaku. Matanya berkaca-kaca. “lo ngga salah, Man…gue yang salah!” ucapnya lirih. Ia memberanikan diri mendial nomor Roman. “halo, Lan…” suara Roman terdengar dari sebrang. Hatinya semakin lumer, Wulan terisak. “Lan….ko lo nangis?jangan nangis dong…” Roman jadi panik. “Maaan….” suara Wulan bergetar. “iya, Lan…” jawabnya lembut. “maafin gue ya!” giliran Roman yang terpaku. “maaf buat apa?” “gue selalu egois…” Roman makin bingung. “gue ngga ngerti maksud lo…”

“Nadine udah jelasin semuanya sama gue!” Wulan menjelaskan. “oh….” Roman baru paham. “lo ngga salah ko!kalo gue jadi lo…gue juga pasti salah sangka…” kata Roman bijak. “puisi lo tadi…bikin gue nangis!” “ko nangis?baper yaa?” “iiih…Romaaaaaaan!” jerit Wulan manja. “gue kangen sama lo, Lan!” “gue juga!” Mereka berdua sama-sama tersenyum. “kalo lo marah…sedetik itu rasanya sehari…” “apaan sih…lebay tau!” “serius gue…makanya, jangan marah lagi ya!” pinta Roman tulus.

“gue ngga marah ko….” “Cuma?” “Cuma….” “Cuma apa?” “cumaa…” “lo cemburu kan?” “ngaco!” Wulan jadi salah tingkah. Roman diam. “Man!” Roman masih diam. “Romaaan!” Roman masih tetap diam. “Roman Arbani!” “apa?” jawab Roman singkat. “iya iya…gue cemburu!gue cemburu liat Nadine meluk lo…gue cemburu liat Nadine bisik-bisik di telinga lo…gue cemburu kalo ada cewe deket-deket sama lo!” suara Wulan bergetar menahan tangis. “gue…” “I love you, Wulandari!” Roman memotong omongan si pacar.

“Lan…gue itu sayangnya cuma sama lo…ngga ada yang lain…pacar gue ya lo, komitnen pacaran gue sekali sampe nikah…ya itu sama lo!gue…” “I love you more, Roman Arbani!” gantian Wulan memotong omongan Roman. “lo jangan nangis lagi ya…” “engga ko!” Wulan menyeka air matanya.
jatuh cinta padamu adalah permulaan,
berpacaran denganmu adalah keputusan,
setia padamu adalah keharusan,
dan…
selamanya denganmu adalah kebahagiaan.”

Wulan tersenyum haru. “iya…gue percaya!” “gue sayaaaaaaaaang banget sama lo!” “gue juga sayaaaaaaaaaang banget sama lo!” Roman tersenyum bahagia. “tapi, Man…” “kenapa?” “ka Rahman…” “lo ngga usah mikirin soal itu ya…nanti lo malah pusing!” “tapi…” “tenang aja…nanti juga pasti ada jalannya!” Roman meyakinkan. “iya…” jawab Wulan singkat. “ya udah lo tidur gih, besok gue jemput ya!” “mau ngga ya?” kata Wulan jail. “ya udah, kalo nggamau, gue jemput Nadine aja deh!” “iiiiih, Romaaaan!!” Roman tertawa senang. “selamat tidur, bidadari!” “selamat tidur, Roman Arbani!” lalu telepon ditutup.

Roman Picisan season 2 (fanfiction) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang