🌻51

37 6 0
                                        

April celingukan mencari keberadaan Elang yang belum juga nampak. Padahal sebentar lagi bus akan segera berangkat.

Hari ini adalah hari yang sudah ditunggu-tunggu kebanyakan murid kelas sebelas. Studytour.

"Elang nggak bakalan datang."

Perkataan Syakilla membuat April menoleh.

"Dia nggak ikut studytour."

"Kenapa?"

Syakilla hanya mengidikan bahunya. Karena gadis yang merupakan ketua kelas itu memang tidak tahu alasannya.

April membenarkan posisi duduknya. Bus mulai bergerak, dan entah mengapa gadis itu mulai gelisah.

Kemarin, April gagal mendapatkan alamat tempat tinggal Elang. Padahal gadis itu sudah mencoba bertanya pada Jake, penjaga rental komik yang terlihat akrab dengan Elang. Namun ternyata, pria itu juga tidak tahu.

Padahal April sudah satu kelas dengan Elang selama satu setengah tahun, tetapi gadis itu tidak memiliki informasi banyak mengenai Elang. Jangankan tempat tinggalnya, bahkan April tidak mengenal teman dekat pemuda itu selain Jayden dan Jake.

April mengecek ponselnya, siapa tahu ada pesan balasan dari Elang. Tetapi ternyata nihil. Jangankan mendapat pesan balasan, pesan yang ia kirim tiga hari yang lalu saja belum di baca. Ketika April mencoba menelpon, nomornya masih tidak aktif.

Aih! Kalau begini, bagaimana April tidak semakin khawatir?

Sementara itu...

Elang yang sedang rebahan di lantai dibuat menoleh ke arah pintu yang baru saja dibuka oleh seseorang.

Mendapati Nyonya Shankara berjalan ke arahnya sambil membawa cambuk, tentu saja Elang mengerti maksud wanita itu. Dengan gerakan malas, Elang mengubah posisinya menjadi duduk.

"Kau pasti merindukan benda ini, kan?"

Nyonya Shankara menyeringai seraya melecutkan cambuk ke lantai dengan cukup keras, menimbulkan suara yang nyaring.

"Tunggu apa lagi? Berbalik!"

Elang mengubah posisinya membelakangi Nyonya Shankara, duduk bersimpuh---badannya tegak, kedua lutut bertumpu di lantai, kedua tangan diletakkan di atas lutut, pandangan Elang lurus ke depan.

Cambukan pertama berhasil mendarat di punggung Elang membuat pemuda itu sedikit meringis. Sepertinya, Nyonya Shankara benar-benar dendam padanya karena sudah berhasil membuat putra kesayangannya babak belur.

Tiba-tiba Elang terkekeh, padahal punggungnya sudah beberapa kali kena cambukan. Tak apa, yang terpenting Elang sudah berhasil membalas Aaron dengan membuat wajah saudara tirinya itu babak belur, hal yang sudah lama ingin ia lakukan.

"Kau tertawa?"

Wanita itu melangkah maju, lalu menatap wajah Elang yang ternyata juga membalas tatapannya.

"Di situasi seperti ini kau masih bisa tertawa?"

"Ah, maaf. Saya kelepasan."

Nyonya Shankara melotot. Apa pemuda itu sudah gila? Punggungnya baru saja dicambuk, darah sudah merembas keluar, mengotori kaos yang semula berwarna putih. Lalu, pemuda itu mengatakan kalimat tadi dengan bibir tersenyum?

"Kau merasa senang setelah membuat putraku babak belur?"

"Itu benar." Elang mengangguk dengan wajah santai.

Rahang Nyonya Shankara langsung mengeras. Tangannya kembali melayangkan cambuknya.

Cambukan itu gagal mendarat di tubuh Elang karena pemuda itu lebih dulu menangkap cambuk tersebut dengan tangan kirinya, lalu menggenggamnya erat.

Irreplaceable [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang