🌻67

35 6 0
                                        

"Jam segini baru makan?"

"Uhuk! Anjir, kaget gue! Uhuk!!"

April tersedak karena terkejut pas mau nelen makanannya, Alaric datang dan bersuara ketika suasana dapur yang sebelumnya sunyi, maklum sudah hampir tengah malam.

Alaric membuka kulkas, mengambil air mineral, membuka tutup botolnya lebih dulu lalu memberikannya kepada April.

April meneguk air mineral pemberian Alaric.

Sejak April menjadi paramedis sekitar enam tahun lalu, dia mulai tinggal bersama Alaric di apartemen---kedua orang tuanya yang menyuruh, daripada April memilih tinggal sendiri di apartemen. Alasan pertama, dekat dengan tempat kerja keduanya. Alasan utama, karena Loga ingin menghabiskan waktu berduaan dengan Jillian tanpa dua monyet pengganggu. Haha.

"Jam segini baru makan?" Ulang Alaric.

"Iya. Soalnya tadi keliling nyari rumah sakit buat pasien." April mendesis kesal ketika menangkap sesuatu yang menganggu matanya. "Aish, rasanya gue pingin buang kolor lo satu itu!"

"No! Ini kolor favorit gue." Lalu dengan santuynya mengambil botol dari tangan April dan meneguk habis air yang tadi masih sisa setengah.

April geram betul dengan Alaric yang bertelanjang dada, hanya mengenakan kolor bermotif keropi di atas dengkul, warna hijau neon pula. Selain merusak pemandangan, bisa merusak mata karena warna tersebut terlalu terang mencolok.

"Setidaknya pake kaos ego! Aurot!"

"Tch, aurot! Gue gerah, nggak bisa tidur kalau pakai kaos, Pril. Lagian cuma ada lo di sini elah."

"Ya ya ya, cuman ada gue di sini, makanya pake kaos! Lo boleh telanjang sekalian kalo di kamar lo sendiri, tapi begitu keluar kamar pake kaosnya, ego! Sumpah, ganggu pemandangan banget."

"Ehey, ganggu pemandangan apanya? Orang badan gue sebagus ini. Ah, maksud lo pasti terpesona dengan badan gue yang super atletis ini kan? Wah, kekar dan berotot."

Alaric malah pamer otot bisepnya membuat April berdecih, jadi tak berselera untuk menghabiskan makanannya.

"Coba itung kotaknya ada berapa, Pril."

Alaric memamerkan abs nya membuat April melotot.

"Enyah atau gue tendang?!"

Alaric terbahak, tapi itu cuma sebentar. Fokus pria itu kini beralih pada plester yang menempel di pipi kiri April.

"Kenapa lagi tuh?" Tanya Alaric sambil nunjuk pipi kiri April.

"Biasa."

"Ah, tadi gue lihat berita. Lo pergi ke lokasi kebakaran?"

"Iya. Paramedis harus menemani damkar ke lokasi. Alhamdulillah nggak sampai memakan korban jiwa."

April nyengir, lalu kembali makan dengan lahap. Selera makannya telah kembali karena perutnya masih keroncongan.

"Tapi... ada yang satu korban terluka parah, seluruh tubuh terbakar, Al. Aish, seandainya kita datang lebih cepat."

Wajah April berubah murung. Tangan kanan Alaric terangkat, mengelus surai April dengan gerakan lembut.

"It's okay. Lo dan para tim udah melakukan yang terbaik. Kejadian seperti ini emang nggak bisa kita hindari. Kalian udah bekerja keras. Kalian hebat, kalian keren."

Seulas senyum Alaric berikan untuk menenangkan April. Kebiasaan gadis itu ketika mendapati kondisi pasien yang parah atau tidak berhasil diselamatkan, dia akan menggalau sampai rumah. Lalu Alaric akan memberikan suntikan semangat untuk gadis itu dengan kata-kata penyemangat serta elusan lembut di kepala.

Irreplaceable [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang