🌻83

34 4 0
                                        

"HAH!"

Mendengar suara helaan napas kasar istrinya, Tuan Shankara yang tengah duduk di sofa menghentikan aktivitasnya mengecek dokumen untuk menoleh.

"Kenapa, Madira? Kau perlu sesuatu?"

"Jika kau di sini hanya sibuk dengan dokumen-dokumen sialanmu itu lebih baik pergi saja. Mengganggu pemandangan saja!"

Tuan Shankara melepas kacamatanya, meletakan benda tersebut serta dokumennya di atas meja lalu beranjak dari sofa. Berjalan menghampiri istrinya kemudian duduk di kursi yang ada di sisi kanan ranjang.

Wanita itu sudah memasang wajah cemberut. Merasa kesal karena suaminya yang tadi berkata akan menemaninya malah sedari tadi sibuk berkutat dengan setumpuk dokumen. Iya memang sih, menemani. Tapi bukan seperti itu yang Nyonya Shankara inginkan.

"Maaf." Kata Tuan Shankara seraya menggenggam tangan istrinya. "Jadi, katakan. Apa yang istriku inginkan, hm?"

"Aku bosan!"

"Mau aku ambilkan majalah? Novel? Atau buku resep?"

"Tidak! Yang ada aku malah semakin bosan."

"Ah, kalau begitu apakah mau bermain ular tangga... atau monopoli? Sepertinya April menyimpannya di sana."

Tuan Shankara hendak bergerak, namun...

"Tidak mau. Bermain denganmu tidak seru. Kau membosankan."

Tuan Shankara menghela napas pelan, mencoba bersabar.

"Ehm, bagaimana kalau menonton tv? Kau suka acara gosip, kan?" Tanya Tuan Shankara, lalu beranjak, hendak mengambil remot.

"Tidak. Aku hanya ingin pulang. Kapan aku diperbolehkan pulang, Saga? Aku sudah tidak betah di sini." Keluh Nyonya Shankara.

Sudah berminggu-minggu dirinya menginap di rumah sakit dan sudah merasa muak menjalani kehidupannya sebagai pasien. Wanita itu sudah merindukan dapurnya.

Tuan Shankara kembali duduk, lalu mengusap lembut puncak kepala istrinya.

"Sabar ya, sayang. Aku tahu kau sangat membenci suasana menyebalkan ini, tapi kau harus bertahan demi kesembuhanmu, oke?"

"Tapi aku bosan. Tidak bisakah kau mengajakku keluar dari ruangan ini untuk berjalan-jalan sebentar?"

"Tidak dulu. Tubuhmu belum pulih dan masih rentan. Di luar banyak kuman, aku tidak ingin kau terkontaminasi."

"Lebay! Tubuhku tidak selemah itu."

"Ya aku tahu. Tapi tetap tidak."

"Aish, kau menyebalkan!"

"Iya. Aku juga mencintaimu."

Nyonya Shankara melotot. "Apa sih? Tidak nyambung."

Tuan Shankara terkekeh pelan, namun ketika mendapati wajah istrinya yang berubah murung membuat pria itu khawatir.

"Kenapa Madira? Apa kau merasa tidak nyaman? Mau kupanggilkan dokter?"

Nyonya Shankara sudah membuka bibirnya hendak mengatakan sesuatu, namun tiba-tiba wanita itu menutup rapat bibirnya lagi kemudian menggeleng. Lalu memilih merebahkan tubuhnya menyamping kemudian memejamkan mata.

Mendapati gelagat aneh istrinya, Tuan Shankara kembali mengelus puncak kepala istrinya.

"Apa kau merasa kecewa karena Elang belum datang mengunjungimu lagi?"

Nyonya Shankara mengangguk pelan, lalu menyeka air matanya. Hal itu membuat hati Tuan Shankara teriris, namun tidak bisa berbuat banyak. Sebenarnya bisa saja Tuan Shankara menyuruh orang suruhannya menyeret paksa Elang agar datang kemari. Namun, dia tidak melakukannya. Tuan Shankara tidak ingin Elang semakin membencinya.

Irreplaceable [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang