🌻48

30 6 0
                                        

Karena tidak ingin membuat keributan, Pram mengajak Loga untuk berbicara di rumahnya saja.

Meski tidak menyukai kedatangan Loga, Pram tetap mempersilakan pria itu duduk lalu membuatkan minuman.

"Aku tidak menyukai teh."

"Kalau begitu jangan diminum."

"Tch, kau sengaja ya?"

"Apa tujuanmu kemari?"

"Aku hanya penasaran dengan kehidupanmu. Itu saja."

Meski mengatakan tidak menyukainya, Loga tetap menyesap teh hangat yang Pram buatkan untuknya.

"Sejak kapan kau penasaran soal hidupku?"

Loga malah mengidikan bahu, lalu meletakan cangkir tehnya ke tatakan.

"Kau sudah mendapatkan apa yang kau mau. Lalu, apa lagi yang ingin kau inginkan dariku? Katakan, lalu setelah itu pergilah dari sini tanpa membuat keributan."

"Kenapa kau sensi sekali, Pram? Aku hanya ingin mengunjungimu. Apa tidak boleh?"

"Mengunjungiku? Aku sangat tercengang sampai rasanya ingin tertawa."

"Kalau begitu lakukan. Aku tidak melarangmu."

Ekspresi Pram langsung berubah datar. "Jika kau sudah selesai, kau boleh pergi."

"Wah, kau mengusirku?"

"Jika sudah mengerti segera lah angkat bokongmu lalu berjalan menuju pintu keluar."

"Tidak mau. Aku lelah, aku akan tidur sebentar lalu kita lanjutkan obrolan kita."

Loga malah merebahkan badannya, tiduran di sofa yang ada di ruang tamu.

"Tidak perlu. Obrolan kita sudah berakhir." Pram beranjak. "Begitu aku kembali, ku harap kau sudah angkat kaki dari rumah ini."

Setelah mengatakan kalimat itu Pram meninggalkan Loga. Pergi ke bengkelnya lagi. Membiarkan Loga berada di rumahnya begitu saja.

Pram sama sekali tidak merasa takut jika Loga mengambil sesuatu dari rumahnya. Memang apa yang diharapkan dari rumah kecil itu? Jika dibandingkan dengan kediaman Loga, bahkan luas rumah Pram beserta halamannya tidak mencapai seperempatnya. Lagi pula, di rumah Pram tidak ada harta karun yang sekiranya membuat Loga tertarik untuk mencurinya.

"Tadi siapa, Bang?" Tanya Mahen di sela mengecek mesin mobil.

"Bukan orang penting."

Lalu pandangan Pram menyusuri sekitar. "Bu Prita sudah pergi?"

"Sudah, sama Bang Yuta tadi."

Pram langsung noleh ke Mahen dengan wajah terkejut.

"Mau modus pasti. Secara, Bang Yuta kan naksir berat sama Mbak Prita. Ada kesempatan dikit langsung gercep."

Setelah mendengar perkataan Mahen, entah mengapa Pram menjadi tidak bersemangat.

Sepanjang hari itu, sepertinya Pram lebih banyak melamun. Tidak fokus melakukan pekerjaannya sampai mendapat teguran beberapa kali dari Yuta dan Mahen. Entah alasannya karena Loga yang tiba-tiba mendatanginya, atau karena Yuta yang menyukai Bu Prita? Entahlah.

.

"Aku tidak menyangka, ternyata kau bisa masak juga. Rasanya juga lumayan."

Dengan tidak tahu malu, Loga ikut bergabung dengan Pram di meja makan, memakan masakan yang Pram buat dengan begitu lahap.

Pram pikir Loga sudah pergi, ternyata belum. Ketika tiba di rumah, dia melihat Loga sedang duduk di sofa seraya berkutat dengan laptopnya. Padahal Pram sudah mengusirnya beberapa kali, akan tetapi Loga begitu bebal. Pram lelah dan sedang malas membuat keributan.

Irreplaceable [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang