🌻63

38 6 0
                                        

"Begitu anak itu sampai di sana, kalian harus bergegas mengurusnya. Ingat! Jangan meninggalkan jejak sedikit pun."

"Baik, Nyonya."

Nyonya Shankara mengakhiri teleponnya, tangan kanannya bergerak mengambil remote tv, lalu menyalakannya.

"... Pesawat AV Air XX293 rute Jakarta-New York hilang kontak setelah 50 menit lepas landas dari Bandar udara Internasioal Soekarno-Hatta. Pesawat itu awalnya terbang sekitar pukul 15.35 WIB, kemudian dilaporkan hilang kontak saat berada di airway M635 pukul 16.18 WIB."

"Sebentar... bukankah anak itu juga menaiki pesawat yang sama?" Gumam Nyonya Shankara, lalu menaikan volume berita tersebut, supaya lebih jelas.

"Data FlightRadar24 menunjukan pesawat tiba-tiba kehilangan ketinggian dan kecepatan pesawat turun drastis. Jatuhnya pesawat tersebut diduga akibat kesalahan teknis yaitu berupa kerusakan pada alat."

Nyonya Shankara semakin antusias mendengar berita yang tampil di layar tv.

"Pesawat tipe Airbus A320 itu mengangkut 162 orang, yang terdiri dari 2 pilot, 4 awak kabin, dan 156 penumpang, termasuk engineer...

... Tidak ada korban selamat dalam kecelakaan tersebut."

Nyonya Shankara menutup mulutnya, terkejut mendengar kalimat terakhir dari penyiar berita.

Tidak ada korban selamat dalam kecelakaan tersebut? Itu artinya...

"Saya akan segera ke sana!"

Nyonya Shankara tersentak mendengar suara bariton Tuan Shankara. Wanita itu beranjak, mendapati suaminya pergi dengan terburu-buru.

"Mau kemana?"

"Kau pasti sudah mendengar beritanya, kan?"

"Kau mau pergi ke sana? Menemui jasad putra harammu itu?! Untuk apa?!!"

Mengabaikan pertanyaan istrinya, Tuan Shankara pergi begitu saja.

Nyonya Shankara berdecih tak suka, lalu kembali duduk di sofa, tatapannya masih mengarah pada layar tv yang masih menampilkan berita yang sama.

"Benarkah anak haram itu sudah mati? Bagus lah. Aku jadi tidak perlu mengotori tanganku. Sial! Apa ini?"

Nyonya Shankara terkejut ketika merasakan pipi kanannya basah.

"Aku... menangis? Untuk apa?! Hei, kenapa aku menangisi anak sialan itu?!! Ah tidak. Mungkin kah karena aku terlalu senang sampai terharu karena akhirnya anak sialan itu mati? Ya, benar. Pasti karena itu."

Nyonya Shankara tidak tahu dengan dirinya sendiri, mulutnya sibuk memaki dan mengucapkan syukur atas berita malang yang menimpa Elang. Akan tetapi... kenapa kedua matanya malah terus mengeluarkan air mata?

"Sial! Aku kenapa sih?!"

▪🌻🌻🌻▪

"Lagi-lagi berita kecelakaan pesawat."

Perkataan Loga membuat April yang hendak menuju kamar, seketika menghentikan langkahnya.

"Kecelakaan pesawat?"

"Eh?"

Loga agak terkejut karena April tiba-tiba berdiri di sampingnya. Bahkan, Jillian yang tadinya duduk sambil nyender di pundak suaminya ikut menoleh ke April yang kini fokus menatap layar tv, menyimak berita yang masih disiarkan.

"Iya, Pril. Pesawat dari Jakarta ke New York mengalami kecelakaan." Jelas Jillian membuat April tersentak. "Itu penerbangan sore tadi kan ya?" Tanya Jillian ke Loga.

"Sepertinya, iya." Balas Loga.

"New York?"

Tiba-tiba jantung April berdebar. Perasaan takut mulai menyelimuti.

"April mau gabung nonton berita juga? Sini duduk."

Loga menggeser tubuhnya, memberi akses untuk April duduk. Namun gadis itu malah bergegas menuju kamar, membuat Loga dan Jillian kebingungan.

April masuk ke kamar, meraih ponselnya di atas meja belajar, lalu menelpon Jake.

"Halo, Pril?"

Terdengar suara Jake yang serak di seberang telepon.

"Jake---

"Lo udah denger beritanya?"

"Berita itu nggak bener kan, Jake? Elang nggak naik pesawat itu, kan?"

"Gue berharap juga begitu."

Suara Jake yang disertai sesenggukan itu membuat perut April semakin mual.

"Tapi sialnya, dia sempet nunjukin tiket ke gue sebelum berangkat. Dan pesawat yang ada di berita... Elang memang naik pesawat itu."

Genggaman pada ponselnya langsung mengendur, membuat benda itu jatuh ke lantai, bersamaan dengan kaki gadis itu yang kini terduduk lemas di lantai yang dingin.

"Sampai jumpa lagi apanya? Tch!"

Gadis itu mulai sesenggukan. Lagi.

▪🌻🌻🌻▪

"Sial! Apa saja yang kalian lakukan?"

Tuan Shankara berteriak marah melalui telepon. Masalahnya, sudah seminggu sejak kejadian, jasad Elang belum juga ditemukan. Menurut informasi, ada dua korban yang dikabarkan hilang, alias belum ditemukan jasadnya sampai sekarang. Dan Elang adalah salah satunya.

"Aku tidak mau tahu, kalian harus segera menemukan putraku. Meski hanya jasadnya, kalian harus menemukannya!!"

Tuan Shankara memutuskan sambungan telepon. Merasa sangat kesal dengan bawahannya yang tidak kompeten.

"Kenapa kau sefrustasi itu hanya karena jasad putra harammu hilang? Ah, apa kau ingin memastikan kalau anak sialan itu benar-benar sudah mati?"

"Tinggalkan aku sendiri, Madira."

"Lalu, kembali membiarkanmu menatap jendela seperti orang bodoh?"

"Aku sedang tidak ingin bertengkar."

Nyonya Shankara berdecih. Sebal sekali melihat suaminya yang seminggu ini terus mengurung diri di ruang kerjanya, termenung menatap jendela di ruangan itu, lalu marah-marah tidak jelas hanya karena bawahannya tak kunjung berhasil membawa pulang jasad Elang.

"Sebenarnya apa yang kau pikirkan, Saga? Bukankah seharusnya ini adalah kabar gembira? Kita tidak perlu mengotori tangan hanya untuk melenyapkan anak sialan itu. Lihat, semesta saja tidak mengijinkan anak itu hidup dengan nyaman di tempat yang kau pilihkan. Meninggal dalam kecelakaan pesawat. Wah, bukan kah itu sebuah kebetulan yang menguntungkan kita? Harusnya kau senang!"

Tuan Shankara yang tadinya menatap ke arah jendela, kini menoleh ke istrinya.

"Apa kau merasa senang, Madira?"

"Tentu saja. Tapi, karena belum melihat jasad anak sialan itu dengan mata kepalaku sendiri, aku masih belum terlalu lega. Takutnya, tiba-tiba anak itu kembali muncul di hadapanku dan mengacaukan semuanya. Baiklah, sudah aku putuskan. Aku akan mendukungmu untuk mencari jasad anak itu."

Setelah mengatakan itu, Nyonya Shankara berbalik, hendak pergi. Namun...

"Kau akan menyesali ucapanmu."

Langkah wanita itu terhenti, berbalik lalu menatap suaminya.

"Elang... dia adalah putra kita, Madira. Dia anak kandungmu!"

Nyonya Shankara terkejut sampai kedua matanya melotot, namun itu hanya sebentar. Karena tiga detik setelahnya, wanita itu terbahak keras.

"Di situasi seperti ini kau malah mencoba bercanda denganku?"

"Aku juga belum lama mengetahuinya."

"A-apa maksudmu, Saga?"

Nyonya Shankara berjalan mendekat, menuntut penjelasan dari suaminya.

"Karina menukar bayi kita."

"A-APA?!!!"

.

16-1-2025

Irreplaceable [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang