The Woman In Black #14

3.9K 438 7
                                    

"Berhentilah melihat ke jendela terus Samara. Tidak ada yang bisa kamu lihat selain kegelapan malam," ucap Maya kepadaku.

Aku meliriknya sekilas. Kembali berkutat dengan tatapanku di jembatan itu. Mempertajam penglihatanku bahwa aku melihat seorang wanita di sana. Seorang wanita tengah berdiri di sisi jembatan. Dan bisa kulihat tatapannya tertuju pada sungai yang ada di bawah jembatan itu.

"Maya, bisa kemari? Aku melihat seorang wanita di jembatan itu." Ucapku pada Maya.

Aku mendengar langkah kaki yang terburu-buru, jelas itu dari Maya tentunya. Dia berlari kecil menujuku. Tapi sayangnya ketika aku ingin menunjukkan wanita itu. Kabut datang menutupi segalanya.

"Mana? Dimana wanita itu?" Tanya Maya bertubi-tubi. Dia berdiri di sampingku. Kepalanya terus bergerak seperti mencari celah dari kabut yang menutupi penglihatan kami. Tapi jujur saja usahanya itu sia-sia.

"Kita tidak bisa melihatnya jika kabut menutupinya Maya," ucapku kepada Maya.

"Lebih baik kamu tidur Maya dari pada harus melihat wanita yang tidak penting di jembatan itu," ucap Putri kepada Maya.

Kami mengubah arah pandang menjadi ke Putri. Kulihat kakakku tengah menyelimuti tubuhnya dengan selimut.

"Itu penting. Bagaimana jika wanita itu ingin bunuh diri? Setidaknya aku dan Samara bisa membantu," ucap Maya kepada Putri.

Putri bergelung di dalam selimutnya, mematikan lampu tidurnya dan berkata,"Kurangi bacaanmu tentang pembunuhan Maya dan jika memang betul seperti itu. Penjagaan di asrama pasti sudah mencegah dia lebih dulu."

"Tapi--" ucapan Maya terpotong setelah mendengar ucapan kakakku-Putri,"Aku lelah. Jika kamu ingin berdebat kita tunda dulu untuk besok."

Maya mencebik kesal. Kembali menatapku.

"Memangnya debat bisa di tunda apa?! Kakakmu menyebalkan Samara. Aku tidak menyangka kalau kalian bersaudara. Wajah kalian saja bahkan tidak mirip sama sekali," ucap Maya.

Aku diam saja.

Maya menghela napas berat. Mata kami masih terfokus ke depan. Menunggu kabut itu menghilang.

Kami dibuat terkejut melihat petir melecut cepat di langit. Malam ini gemuruh dan kilatan cahaya menunjukkan eksitensi-nya pada penghuni kastil ini.

Aku melirik sekilas pada Maya yang masih fokus ke depan. Beberapa detik kemudian, hujan turun. Tetesan air hujan bahkan menghatam ke jendela kamar. Belum lagi suara hujan yang mengenai genting terdengar seperti sorakan orang di dalam stadion.

Begitu ramai.

Di rasa tidak ada perubahan apapun. Maya menggeram kesal dan hampir saja berteriak frustasi.

"Kakakmu benar Samara. Aku bosan menunggu. Aku lebih baik duduk di kasur dan membaca novel Dan Brown di banding diam di sini sembari menunggu kabut itu hilang." Ucap Maya yang terdengar begitu frustasi.

Maya bergerak menuju kasurnya dengan cepat. Hingga menerjunkan tubuhnya ke kasur. Aku beruntung gadis itu tidak merusak kasur tersebut karena aku mendengar suara derit pada kasur saat Maya menerjunkan tubuhnya.

Aku melihat Maya menarik laci di bawah kasurnya. Mengambil novel tebalnya. Lalu duduk dengan memposisikan bantalnya seperti dipan dan dengan tenangnya Maya duduk sembari menyenderkan punggungnya pada bantal yang ia tata tadi.

"Ini lebih baik," gumam Maya.

Aku kembali mengalihkan pandanganku dari Maya kepada kaca yang ada di hadapanku. Sementara Maya sedang berkutat dengan novelnya yang tebal. Aku masih berada di posisi. Masih tetap menunggu.

The Woman In BlackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang