The Woman In Black #70

1.3K 248 45
                                    

SEBELUMNYA, MAU NGUCAPIN MAKASIH NIH SAMA YANG UDAH VOTE DAN KOMEN.
JUGA, KEPADA PEMBACA YANG SELALU NUNGGUIN DENGAN SETIA SAMPAI NEROR NUNGGU LANJUTANNYA :')

DAN TERIMA SANGAT, SANGAT, SANGAT BANYAK. KEPADA PEMBACA YANG DOAIN TUGAS AUTHORNYA CEPET SELESAI WALAU MISAL NIATNYA CUMA PENGEN TAHU LANJUTAN CERITANYA AWOKWOK. YA, AKU HARGAI KALIAN. MAKASIH SAYANG-SAYANGKU.

DAN KHUSUSNYA, TERIMA KASIH KEPADA PEMBACA, YANG MENGHARGAI APRESIASI TULISAN INI DENGAN VOTE DARI AWAL CHAPTER. KALIAN ADALAH SOSOK YANG PATUT DIBERI KECUPAN DAN PUJIAN. KALIAN HARUS TAHU ITU :)

NOTE KECIL DARI PENULIS :

“Perjalan Samara dan kawan-kawannya semakin menegangkan dan menuju titik puncak untuk menguak segala misteri yang mencengkeram di sekitar mereka. Jangan lengah. Akhir kisah sedang menuntut dirinya untuk dibuka.”

REMEMBER FOLLOW, VOTE AND COMMENT :)

*

Kepalaku bergerak mengikuti cahaya senter yang kuarahkan pada patung berjubah di hadapanku. Kakiku berjalan mundur lalu berhenti ketika cahaya senterku menyorot tajam pada bagian tudung patung yang berbentuk paruh burung. Aku memperkirakan tinggi patung tersebut sekitar lima meter.

Ini bukan patung biasa.

Patung ini ditutupi oleh jubah yang sangat panjang hingga bagian bawahnya menumpuk menutupi kaki. Walaupun hampir keseluruhan bagian tubuhnya tidak ditampilkan secara jelas. Namun bagian kedua lengannya jelas disorot. Kedua lengan patung itu menyembul keluar dari balik jubah dan kain yang menutupi tangannya merosot turun sampai batas lengan atas. Tangan itu mencengkeram kepala Baphomet ke atas––dengan moncong Baphomet yang mengarah keluar.

Aku memalingkan senterku. Dan melihat ada patung lain yang berbentuk sama seperti patung di hadapanku. Ada lima patung berjubah. Mereka berkumpul membentuk lingkaran besar.  Masing-masing antara patung satu dengan yang lain berjarak sama––tidak terlalu berdekatan atau berjauhan. Anehnya, arah mereka tidak tentu.

“Apa tujuan patung ini dibuat? Aku yakin bukan semata-mata untuk pemujaan atau ... memang itu tujuannya?” Elby bergumam sembari terus memerhatikan patung-patung itu.

“Yang jadi pertanyaan, kenapa patung-patung ini tidak mengarah pada satu titik yang sama. Terkesan berantakan,” kata Putri.

“Sayang sekali, pembuat patungnya pasti sudah mati dan tidak di sini,” sahut Alby. “Kalau ada, jelas Putri bisa mewawancarainya.”

“Itu tidak lucu!” seru Putri.

“Aku tidak sedang melucu kok. Kalau aku bilang begitu sambil meraung-raung seperti Tarzan, itu baru melucu.”

“Nah, ide saudaraku ada benarnya juga,” sahut Elby.

“Ide yang mana? Kalau Alby yang meraung-raung seperti Tarzan dengan pakaian compang-camping aku setuju,” kata Putri.

“Hei!”

Kakakku berkacak pinggang, sebelah alisnya terangkat bengis, “perlu kalian tahu, aku sedari tadi tidak melihat arwah gentayangan apa pun di ruangan ini.”

“Oh! Ada celah-celah di sekitar patung," kata Alby. Aku bergegas menurunkan cahaya senterku ke dasar patung dan mendapati apa yang dikatakan Alby benar. Di dekat bundaran yang menjadi penjejak patung itu berdiri, ada celah-celah-persis seperti celah di saluran pembuangan kamar mandi.

“Kenapa ada celah saluran semacam ini di sini? Di sini tidak terkesan akan ada kebanjiran,” kataku.

“Tapi jelas memang sengaja dibuat untuk alasan lain,” sahut Elby. “Coba kalian periksa pada patung di hadapan kalian. Apakah ada bekas kehijauan seperti lumut di sana?”

The Woman In BlackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang