The Woman In Black #65

1.5K 223 6
                                    

REMEMBER FOLLOW, VOTE AND COMMENT :)

Ada pesan di bawah cerita dariku untuk pembaca, jangan langsung lihat pesannya ya, pembacaku tersayang.

*

Hari ini memang benar berbeda dari biasanya. Perbedaan yang sangat mencolok dan begitu menyakitkan. Alby benar-benar keluar dari kelompok kami. Dia sungguhan saat berkata begitu, karena sedari aku bertemu dengannya. Dia tidak mau bicara denganku atau menyapaku. Dia selalu menghindar. Dan lebih tidak adil dari semua ini adalah hanya aku yang dia hindari.

Aku menoleh ke belakang dan melihat kembali Alby yang sedang berbincang dengan teman-temannya, bukan kami. Aku tersentak ketika pandangan kami bertemu. Aku berusaha tersenyum sebaik mungkin namun Alby tidak membalas. Dia malah mengalihkan pandangan, melemparkan kentang goreng kepada teman-temannya dan tertawa seolah tidak terjadi apa-apa.

“Tidak usah dipikirkan, Alby tidak akan sanggup berlama-lama bermusuhan dengan kita,” kata Elby.

Aku berbalik, memainkan makananku, “kita bukan kata yang cocok. Hanya aku yang dimusuhi olehnya.”

“Owh...” gumam kakakku. “Kalau begitu sebaiknya jangan dipikirkan. Lagi pula dia sendiri yang memutuskan untuk bermusuhan denganmu.”

Aku mendongak memandang kakakku, sedikit sebal kepadanya. Elby menoleh, mencuri potongan daging di piring kakakku hingga membuat kakakku berseru kesal. Elby menyeringai jail sambil memakan daging curiannya.

“Kamu hanya senang karena tidak perlu mengawasi Alby karena berdekatan dengan adikmu. Kenapa sih kamu jadi sebal pada Alby? Dia anak yang baik,” kata Elby.

“Aku sudah bilang. Aku tidak sebal dengan Alby. Dan mengatakan adikmu baik tidak begitu mengundang persepsi sama bagiku, melihat kakaknya saja tidak bisa bersikap baik pada seorang perempuan,” kata kakakku menyindir.

Elby menyunggingkan senyum. “Nah, sekarang aku yakin kalau perkataan adikku benar. Kamu cemburu Alby dekat dengan Samara ya? Ayo katakan saja, ayo...” Elby menjawil hidung kakakku, berkali-kali hingga membuat kakakku kesal.

“Menjauhlah dariku, Elby,” kata kakakku sambil mendorong tubuh Elby. Elby tertawa karenanya. “Aku akan membalasmu nanti. Lihat saja.”

“Owh, aku akan sangat menantinya,” Elby tertawa kemudian menatapku, “lihat Samara, pertengkaran dalam persahabatan sudah biasa terjadi. Kamu tidak perlu khawatir, Alby akan kembali padamu,” kata Elby.

“Jangan terlalu berharap lebih. Alby bukan tipe orang yang lunak,” kata kakakku.

Elby memutar mata, “jangan dengarkan nenek sihir di sebelahku. Sepertinya dia sedang mengalami hari buruk atau kadar hormonnya berbeda dengan perempuan kebanyakan.”

Kakakku melirik Elby dengan kilatan tajam namun pria itu memberikan senyum bodoh terbaiknya sebagai balasan. Aku menyuapkan wortel ke mulut hingga tiba-tiba saja aku mendengar derit kursi bergeser di sisiku.

“Tampaknya ada yang menarik dalam pembicaraan kalian.” Aku menoleh cepat, mendapati Joe duduk di kursi yang seharusnya Alby dudukki. Joe menatapku sekilas tanpa tersenyum. Aku terkejut, lalu dengan hati-hati menggeser kursiku. Aku menunduk. Teman-temanku berubah kaku ketika Joe bergabung.

Elby berdeham, “yah, cukup menarik. Tapi jelas lebih menarik jika kita membahas rencana kita, tentu saja.”

“Aku mendengarkan,” kata Joe.

“Jadi Joe, kami sedang mencari data orang yang membeli benda lelangan milik kastil,” kata Elby.

Aku mendongak, menggelengkan kepala kepada Elby. Tapi Elby mengacuhkanku. Dia punya rencana lain. “Untuk apa kamu mencari itu?” tanya Joe, menyelidik.

The Woman In BlackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang