The Woman In Black #58

1.5K 250 38
                                    

REMEMBER FOLLOW, VOTE AND COMMENT :)

PEMBACA GELAP ITU KAYAK PENGGEMAR RAHASIA YANG SUKA MERHATIIN TAPI GAK MAU NUNJUKIN DIRI.

AYO DONG, PEMBACA GELAP, MANA SUARANYA? GAK BAKAL DIAPA-APAIN KOK SAMA AUTHOR WKWKWK

NANTI KALAU AUTHOR DIGEBET SAMA ORANG LAIN JANGAN NYESEL YA.

EH MAKSUDNYA CERITANYA 😂😂

*

Aku tersenyum saat mendengar Joe tertawa karena salah satu lelucon payahku. Aku tidak mengerti dengan diriku sendiri, perlahan-lahan hubunganku dengan Joe semakin akrab. Joe bersikap layaknya teman yang baik. Dan jika saja diawal pertemuan kami dia tidak bertindak dan bertingkah seperti pria yang menyebalkan, aku yakin dia sudah menjadi salah satu orang yang berpotensi besar menjadi temanku. Namun sayangnya, keadaan tidak sejalan dengan semestinya. Aku merasa tidak adil padanya, mengingat pertemanan ini hanya untuk memanfaatkan Joe. Dan setiap kali bersama Joe, aku selalu dikukung rasa bersalah.

Joe tersenyum lebar padaku. Matanya menyesuri wajahku dengan tenang. Aku menahan napas lalu menghadap wajah ke depan. Ini kebiasaan Joe yang sering dia lakukan terhadapku, yang setelah kupikir-pikir ini bukan karena aku terlalu mengamatinya tapi karena dia terang-terangan membeberkan itu. Dia tidak menatapku seperti pria berengsek yang ingin melecehkan perempuan, sebaliknya dia memandangiku seolah dia sudah mengenalku sejak lama sehingga jika aku ketahuan berbohong maka cap "aku sedang berbohong" di wajahku bisa dia baca.

Kami tidak berhenti melangkah di sepanjang lorong terbuka dekat taman, tidak terlalu ramai memang karena cuaca sedang mendung. Namun masih cukup membuatku ingin bersembunyi di kolong meja. Ini bukan karena aku tidak suka di tengah keramaian namun ini karena Joe. Pria satu ini jelas digemari oleh biang gosip, dan juga para gadis. Aku tidak akan masalah berbincang dengan teman-temanku di lorong atau tempat ramai lainnya jika tidak diperhatikan. Tapi dengan Joe, itu terasa sulit.

Aku mengulum bibir bawahku, menunduk saat mendengar sautan perempuan yang berbisik di dekat dinding. Membicarakan kami. Aku memutar mata sambil mendesah.

"Selalu saja begitu," kataku.

"Apa?" tanya Joe.

Aku memutar mata, "para penggemarmu. Mereka selalu membicarakanku jika aku berada dekat denganmu."

Joe mengangkat bahu, "tidak usah pedulikan mereka."

"Ya, karena kamu tidak terkena imbasnya. Kamu yang dipuja-puja Joe. Sedangkan aku sebaliknya," kataku. "Apalagi kamu tidak mendapat pesan kaleng memalukan di lokermu."

"Kamu mendapatkan itu?" tanya Joe, terkejut.

Aku tertawa, "kadang-kadang." Aku mendekap tubuhku sendiri. "Tapi Alby selalu yang membuang pesan itu setiap kali aku membuka loker. Aku yakin maksudnya baik, tapi aku ingin membaca salah satu pesan itu untuk hiburan, kupikir."

"Alby sahabatmu?" sebelah alis Joe terangkat.

"Yup, bukankah aku pernah memberitahumu?"

"Samara, jika kamu tidak keberatan, kamu bisa bertukar loker denganku, sehingga kamu tidak akan mendapatkan pesan kaleng itu lagi," kata Joe.

"Percuma, lagi pula aku bercerita ini bukan karena aku butuh bantuan--"

"Sial, aku tidak bermaksud mengasihanimu, jika kamu berpikir begitu," Joe menggeram. Aku berhenti melangkah sama seperti dirinya. Joe memejamkan mata sejenak sembari menghela napas untuk menenangkan diri. "Samara, aku menyesal karena kamu mendapatkan masalah karenaku. Dan aku tidak bermaksud membuatmu terjebak dalam kesulitan seperti ini," kata Joe.

The Woman In BlackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang