The Woman In Black #56

1.4K 222 16
                                    

DON'T FORGET TO FOLLOW, VOTE AND COMMENT!

:)

*

Aku tersenyum memandangi Pistachio Gelato milikku di tangan lalu menoleh ke samping untuk tersenyum kepada Alby. "Terima kasih es krimnya," kataku.

Alby mengangkat bahu, sebelah tangannya membawa peralatan lukis yang terbungkus dengan rapi sedangkan tangannya yang lain menggenggam es krim. Kami duduk di luar toko es krim. Alby menaruh belanjaanya juga es krimnya di meja. Dia duduk di seberangku. Alby mengakat kedua tangan ke belakang untuk mengikat rambutnya, walaupun tidak sepanjang dulu. Dia mengembuskan napas gusar. Aku diam-diam menertawakan hal tersebut. Kepalaku tertunduk, menaruh perhatian kepada es krimku. Aku memasukkan sendok berisi es krim ke mulut, memejam dan tertawa. Mataku kembali menghadap ke depan dan mendapati Alby memandangiku. Dia menyunggingkan senyum sambil menggelengkan kepala.

"Kamu mau?" tawarku.

"Bleh," dia mengerutkan hidung. "Pistachio? Jauhkan itu dari aku."

Aku memutar mata. Begitu jengkel dengan komentar Alby. Namun mataku tetap memperhatikan Alby meraih belajaannya, lalu dia melongok ke dalam, memeriksa apakah peralatan lukis yang sudah dia beli lengkap atau belum. Aku meraih sendok berisi es krim ke mulutku. Sensasi dingin menyengat lidahku dan pikiranku malah menggiringku pada kejadian beberapa jam yang lalu saat aku bersama Joe. Ketika aku tertangkap basah berbohong--karena jelas Joe tidak akan percaya walaupun aku memberi alasan lain untuk menutupi rahasiaku. Jarak yang sebelumnya mengikis kini kembali terbentang lebar. Dan aku meyakini diriku sendiri kalau itu bagus. Cepat atau lambat rahasia ini akan terbongkar dan tidak butuh waktu lama bagi Joe akan menjauh dariku sambil memberiku cap kalau aku gadis pembohong. Jadi, ketika kami masih berada di kastil. Aku memutuskan untuk pulang cepat. Joe tidak mendebat. Selama perjalanan pulang menggunakan bus, tampaknya nasib tidak sebaik kami pergi. Setidaknya itu dari pihakku. Bus cukup penuh, memaksa Joe duduk di sampingku. Padahal sebelumnya kami menjaga jarak. Dan aku merasakan keengganan yang sulit dikatakan ketika lengan kami bersentuhan secara tidak sengaja. Bukan karena hubunganku dengan Joe yang tidak cukup akrab, namun pengaruh dari sentuhan singkat yang mengantarkan aku pada tusukan emosi, yang sampai sekarang masih dapat membuat jantungku berdebar mengingatnya. Bahkan sampai pulang, tatapanku hanya melayang ke luar jendela. Lalu kegelisahaan itu dapat berakhir setelah Joe menawarkan kursi di sisiku untuk seorang wanita tua. Dan dia berdiri sambil memegangi pegangan gantung. Aku sadar bahwa tekanan yang Elby berikan padaku dapat menular pada Joe. Karena jelas, memulai komunikasi dengan Joe tampaknya akan sulit karena beberapa karakterku yang tidak bisa berdusta. Jadi saat kami pulang ke kastil, aku langsung meninggalkan Joe di belakang. Tidak ingin mengharapkan ada perbaikan di antara kami. Hingga tiba-tiba saja langkahku terhenti di jembatan ketika aku mendengar Joe memanggilku. Aku menoleh dan mengarahkan kepalaku saat dia berdiri di sisiku. Joe tersenyum, membuatku bingung. Tapi aku tetap diam. Dia bertanya tentang keadaanku yang dapat membuat mengubah sikapku sedari tadi. Aku masih bungkam. Terlalu terpukau juga terperangah dengan sikap Joe yang mudah berubah, sehingga menggiringku kepada pikiran bahwa Joe juga punya motif tertentu untuk mendekatiku. Kami berjalan bersama, dia mulai berbicara sesuatu, namun aku tidak begitu memperhatikan hingga aku menemukan Alby di jembatan. Dia sedang sendiri, memandangi matahari terbenam. Hal itu membuat hatiku senang, karena jelas aku bisa lepas dari Joe sejenak. Aku butuh jarak dengan Joe. Segera aku menghentikan celotehan Joe dengan memanggil Alby. Alby menoleh dan mendapati diriku bersama Joe. Ekspresinya berubah masam saat memandang Joe namun dia masih mendatangiku. Kemudian seolah tahu keadaanku, atau memang hanya pikiranku saja. Alby memeluk bahuku, berkata kepada Joe bahwa aku perlu keluar saat ini. Untuk beberapa hal aku ingin menolak, karena aku sudah begitu lelah. Apalagi hari sudah menjelang malam. Aku juga merasa tidak enak. Apalagi memikirkan bahwa aku mudah diajak pergi dengan seorang pria setelah beberapa jam lalu bersenang-senang dengan pria lain. Tapi aku menegaskan kalau aku tidak harus peduli tentang itu? Siapa Joe? Dia bukan siapa-siapa bukan? Dan Alby adalah sahabatku, tidak akan menganggapku perempuan gampangan jika bersenang-senang dengan sahabat sendiri.

The Woman In BlackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang